Chapter 15

76 23 19
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

"Apa yang kau dapatkan?" tanya Julian pada rekannya.

"Lubang di kubah itu berukuran sembilan puluh kali delapan puluh senti. Pelakunya bisa sangat langsing atau cukup atletis, tapi tidak terlalu besar," papar wanita itu.

"Menurutmu?"

"Kelihatannya ia cukup atletis, mengingat ia harus bergantung sejauh lebih dari dua puluh meter. Dan kami juga menemukan ini..." Alisha merogoh ponselnya dari saku celana. Ia menyalakannya dan menggeser layarnya dengan telunjuk. Lalu disodorkannya ponsel itu pada Julian.

Pria itu mengamati foto yang ada di ponsel rekannya. Gambar tepian kubah bercat putih. Namun di tepi kubah terdapat dua bekas kuncian suatu benda berwarna hitam samar. Dan antara bekas yang satu dengan yang lain berjarak beberapa sentimeter.

"Sudah kau ukur jarak antara bekas yang satu dengan yang lain?"

"Ya. Tujuh belas senti."

"Menurutmu apa ini?"

"Well, kalau ia harus bergantung sejauh itu, kupikir itu katrol."

"Berapa berat maksimal yang bisa ditanggung oleh katrol sekecil ini menurutmu?"

Alisha mengedikkan bahunya. "Lima puluh sampai tujuh puluh kilogram, mungkin."

"Ditambah berat replika..."

"Kira-kira dua kilogram."

"Jadi maksimal berat pelaku adalah enam puluh delapan kilogram?"

"Kurasa tak mungkin pria berusia tiga puluhan dan bertubuh atletis hanya berbobot enam puluh delapan kilogram," ujar Alisha ragu.

Pembicaraan mereka terhenti saat seorang pria muda tiba-tiba memasuki sayap kanan dengan langkah gusar. Seperti petugas lainnya, wajahnya terlihat mengantuk dan setelannya hanya dikenakan seadanya.

"Kau mencariku, Morgan?"

Senyum Julian tergores tipis. "Ya. Kemarilah, Wendell. Aku butuh bantuanmu." Detektif itu berbalik kembali memasuki ruang penjaga.

Wendell dan Alisha mengikutinya.

Gordon, si penjaga, masih duduk di kursinya. Namun kelihatannya ia sudah mulai tenang. Teh di tangannya pun terlihat sudah berkurang.

"Tn. McKinley, kami harus menggunakan ruangan ini untuk memeriksa kamera-kamera di sini. Detektif Hammond akan menemani Anda di luar," ujar Julian pada pria itu.

Gordon mengangguk. Tanpa mengucap apa-apa, ia berdiri dari kursinya dan mengikuti Alisha ke luar.

Wendell langsung menempati kursi Gordon dan menghadapi barisan layar-layar kecil itu.

"Okay, kamera yang mana?" tanyanya, seakan sudah tahu Julian akan memintanya memeriksa layar-layar itu.

"Kamera tujuh dan delapan. Di kolom kedua itu. Mundurkan ke jam sebelas, lalu majukan hingga penjaga pergi dari ruangan itu," suruh Julian.

Jari-jari Wendell langsung bergerak lincah di atas tombol-tombol dan slider di hadapannya, seolah-olah benda di hadapannya adalah miliknya. Gambar di layar 7 berputar mundur dengan cepat hingga pemuda itu bisa melihat jam yang tertera di layar menunjukkan waktu 23:02:46. Kemudian ia kembali mempercepat gambar hingga terlihat oleh mereka seorang penjaga berjalan masuk di lorong itu dan ke luar lagi. Waktu yang tertera di layar menunjukkan waktu 23:17:22.

"Kau mau melihat ini atau harus kupercepat lagi?" tanyanya pada Julian.

"Percepat sedikit. Tapi jangan terlalu cepat."

Slider di jari Wendell bergerak maju, namun kali ini dengan kecepatan sedang. Hingga waktu di layar hitam putih itu menunjukkan waktu 23:56:39, sesuatu belum terjadi. Namun...

"Tunggu," cetus Julian tiba-tiba. Wendell seketika mengangkat jarinya membuat gambar di layar berjalan dengan kecepatan normal. "Mundurkan sedikit."

Wendell memundurkan slider itu sedikit.

"Stop di situ."

Wendell memijit tombol 'Pause'. Diperhatikannya layar berlabel 'Camera 8' itu. Tapi ia tak melihat apa-apa.

"Kau lihat itu?" Telunjuk sang detektif menempel pada layar.

Wendell harus memicingkan matanya hingga ia melihat sebuah benda yang di layar hanya terlihat seperti titik. Sekilas tampaknya hanya kotoran kamera. Tapi mata Julian yang awas melihat sesuatu seperti dijatuhkan dari langit-langit tepat di atas display replika kapal.

"Aku sangat penasaran benda apa itu," gumam Julian seraya mencatat waktu yang tertera di layar di buku catatan kecilnya. 23:58:08. "Okay, jalankan lagi, tapi jangan dipercepat," perintahnya kemudian.

Gambar di layar bergeser ke kanan perlahan lalu berbalik ke kiri. Dan saat kamera kembali menyorot tengah ruangan, kotak kaca display itu sudah kosong.

"Damn!" desis Julian gusar. Namun dicatatnya juga waktu yang tertera di layar. 23:58:19.

"Sudah dapat sesuatu?"

Julian dan Wendell berputar ke arah datangnya suara. Di ambang pintu, siluet Alisha yang langsing bersandar pada kusen membelakangi cahaya di museum yang terang.

"Hei, kenapa kau tinggalkan penjaga itu?" protes Julian.

"Kuratornya sudah datang dan aku juga sudah menanyainya," jelas Alisha. "Apa yang kalian dapatkan?"

Julian mendesah berat. "Tersangka kita lebih pintar daripada yang kita duga. Sosoknya sama sekali tak tertangkap kamera. Kelihatannya ia sangat mengenal seluk beluk museum ini."

"Maksudmu orang dalam?" Wendell menimpali.

Julian dan Alisha saling berpandangan mendengar pendapat itu. Masuk akal.

"Sudah kau tanyakan pada kurator itu, berapa pegawai yang bekerja di sini?" tanya Julian pada Alisha.

"Ya. Dua orang penjaga yang bergantian bertugas dan enam belas pemandu yang juga bertugas bergantian."

"Kita harus memanggil semuanya pagi nanti. Dan kita terpaksa meminta si kurator untuk menutup museum ini setidaknya sampai hari Minggu..."

"Museum ini memang ditutup besok untuk mempersiapkan pembukaan pameran hari Senin," potong Alisha.

"Good. Sementara itu..." Ucapan Julian terpintas lagi saat ponselnya berdering. Detektif itu merogoh saku celananya dan sekilas melihat nama peneleponnya di layar. Stan.

"Morgan... Shit!Buat perimeter hingga taman di sebelah, gedung di belakang, trotoar di depandan samping. Jangan sampai mereka mengotori TKP."

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang