Chapter 19

84 21 12
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

"Kau belum dengar?" tanya Dom ketika menangkap raut bingung di wajah Hayley saat iring-iringan mobil polisi melintasi kafe dan menarik perhatian mereka. Ia baru menyadari betapa dari dekat, ternyata sepasang mata biru itu memancarkan kecerdasan. Gadis itu tak seperti dugaan awalnya, gadis pemalu, hanya karena ia selalu melihatnya jalan menunduk.

"Belum. Ada apa?" Hayley balik bertanya. Mata cerdas itu membulat.

"Ada pencurian di Museum Marina semalam. Pencurinya mengambil replika kapal perang Liberty." Dom secara tak langsung menceritakan yang dilakukannya semalam.

"That's horrible. Kuharap iring-iringan itu artinya mereka sudah menemukan pelakunya." Hayley kelihatannya sudah mulai melupakan kekesalannya saat pertama kali Dom datang mengganggu.

"Yeah, I hope so." Dom mulai menyesap Macchiato-nya dengan tenang, tak terpengaruh oleh pernyataan gadis di hadapannya.

"Menurutmu, siapa pelakunya?"

"Bisa siapa saja. Tapi dugaannya, kelompok Anti West," jawab Dom.

"Jadi kelompok itu benar-benar ada ya? Awalnya kukira hanya mitos."

"Kukira juga begitu."

"Tapi kenapa tersangkanya harus Anti West? Apa hubungannya antara Anti West dengan kapal itu?"

"Menurut desas-desus yang kudengar, karena presidenmu menginginkan penyatuan dan Anti West menentangnya. Mungkin mereka pikir, dengan hilangnya kapal itu, penyatuan tidak akan terjadi."

Mata Hayley semakin membulat. "That's ridiculous. Hilangnya sebuah kapal bukanlah penentu penyatuan akan terjadi atau tidak. Mungkin saat ini Presiden Jeffries sedang merencanakan strategi berikutnya."

Dom tersenyum tipis. "Agree." Ia menyesap minumannya lagi yang mulai menghangat.

Pemuda barista yang bertugas di balik konter terlihat datang mendekat lalu berdiri di samping mereka.

"Kelihatannya kalian sudah mulai akrab," kerlingnya pada Hayley.

"Jonah, kenalkan Tn. Curry," ujar gadis itu, sehabis rasa tersipunya karena kerlingan Jonah.

"Carey," ralat Dom. "Tapi panggil saja Owen."

"Nice to meet you, Owen." Ia tersenyum pada Dom. "Kalian ingin tambah sesuatu? Croissant, pie atau...?"

Hayley hendak menyahut tapi Dom mendahului, "Ya, dua croissant."

"Aku segera kembali." Jonah berlalu dari hadapan mereka.

"So, kudengar kau dari West. Apa tujuanmu ke sini?" mulai Dom lagi.

"Untuk novel keduaku. Set-nya kubuat di sini."

"I see. Tapi, kau tak takut?"

Kening Hayley berkerut. "Kenapa aku harus takut?"

"Anti West sangat menentang kedatangan warga West."

"Memangnya apa yang akan mereka lakukan kalau mereka tahu aku warga West?"

"Entahlah." Dom mengedikkan bahunya. "Menculikmu dan menghilangkanmu, mungkin. Seperti yang Ridgeway lakukan dulu."

"Shut it!"

Dom terkekeh melihat perubahan di raut Hayley. Dan saat itu pula, ia pertama kali melihat gadis itu menyesap minumannya, meskipun ia tetap belum tahu yang diminumnya.

"Kalau begitu, selama ini aku belum pernah bertemu mereka," ujar gadis itu kemudian.

"Apa yang membuatmu yakin?"

"Selama ini, setiap orang yang kutemui selalu ramah padaku. Dan Jonah, satu-satunya yang kukenal di sini dan tahu dari mana asalku, tak pernah keberatan."

"Good for you." Dom kembali menyesap minumannya. Kali ini untuk yang terakhir kali, karena ia langsung menghabiskannya.

Dari tempat duduknya, Hayley bisa melihat Jonah kembali mendekati mereka dengan dua piring berisi croissant yang tampaknya baru keluar dari microwave. Keduanya menunggu hingga barista itu meletakkan piring croissant di hadapan mereka.

"Ada lagi yang kalian butuhkan?" tanya Jonah.

"Sudah cukup, Jonah. Terima kasih," sahut Hayley sebelum pemuda itu berlalu. Kemudian pada Dom ia berujar, "Coba tebak, aku hendak memesan apa sebelum kau menyebut croissant?"

Dom mengedikkan bahunya. "Entah."

"Croissant."

Sepasang mata Dom membulat. "Benarkah?"

Hayley menjawab dengan anggukan bertubi-tubi. Entah kenapa persamaan pikiran itu bisa membuatnya semringah.

"Well, that's a good thing."

"Aku suka croissant mereka." Hayley mulai mengiris croissant-nya dengan bagian sisi garpu.

"Apa bedanya dengan croissant lainnya?" gumam Dom seraya meraih garpunya.

"Tunggu sampai kau mencicipinya," sahut Hayley sambil mengunyah potongan pertamanya.

Saat potongan croissant itu menyentuh lidah Dom, lelaki itu harus mengakui, croissant di kafe itu memang enak.

"Sekarang kita punya persamaan lainnya," ujarnya kemudian pada Hayley.

"Oh ya? Apa itu?"

"Aku juga suka croissant mereka."

Seketika gadis yang duduk di hadapan Dom itu terkekeh. Dan Dom tak pernah mengira, mengambil hatinya akan semudah itu. Ia pun yakin rencana selanjutnya akan semakin mudah.

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now