Chapter 33

72 23 7
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
--------------------------------------------------------------

Belum mendengar kabar dari anak buahnya yang mengintai Hayley, Julian memutuskan untuk menenangkan diri di pantry dengan secangkir teh. Ini hari Minggu hampir pukul tujuh malam. Seharusnya saat-saat seperti ini ia habiskan untuk bersantai di rumah. Tapi besok adalah Hari Kemerdekaan dan hari pembukaan pameran di Museum Marina. Dan sampai sekarang ia belum tahu keberadaan replika itu.

Sejak membebaskan Hayley tadi, ia mengutus dua kelompok untuk mengawasi gadis itu. Satu armada untuk melacak keberadaannya dan satu armada lagi yang menyadap pembicaraan di apartemen. Namun sampai sekarang ia belum mendapatkan laporan apapun.

Suara langkah kaki terburu-buru di lorong yang menuju pantry, seketika mengalihkan perhatiannya. Suara itu baru berhenti seiring dengan munculnya sosok Alisha di ambang pintu. Wanita itu terlihat tegang, membuat dada Julian ikut bergejolak.

"Collins melarikan diri," ujarnya.

Julian pun melompat bangkit dari duduknya dan bergegas mendului rekannya, menuju Ruang Kendali.

Seorang petugas wanita terlihat duduk sendiri di depan layar-layar monitor dan sedang mengarahkan para petugas lapangan melalui mikrofonnya.

"Hei." Julian mengakui, ia tak pernah mengingat namanya. "Sambungkan pada Barry atau Tom," suruhnya.

"Calling 10-5," ujar wanita itu di depan mikrofon.

"Ya, di sini 10-5," balas seorang laki-laki di seberang, dibarengi dengan suara gemerisik.

Belum sempat petugas wanita itu bicara lagi, Julian sudah merebut mikrofonnya.

"Barry, di mana kau?"

"Kami mengikuti gadis itu, Pak. Menurut pelacaknya ia tepat berada di depan kami."

"Apa kendaraannya?"

"Truk sampah, Pak."

"Shit!" desis Julian gusar. Lalu, "Batalkan! Kau sudah dikecoh."

Setelah meletakkan mikrofon itu kembali di meja, ia ganti meraih ponselnya dari saku celana. Beberapa saat kemudian,

"Allen di mana kau?" tanyanya pada seseorang di seberang sambungan.

"Di apartemen, Pak."

"Bagaimana keadaan di sana?"

"Kelihatannya tak ada pergerakan, Pak. Dia masih mendengarkan musik sejak satu jam yang lalu."

"Satu jam?"

"Ya."

"Allen, dobrak apartemennya."

"Apa, Pak?"

"Kau dengar aku. Dobrak apartemennya!"

Hubungan terputus. Kedua detektif itu menunggu dengan tegang, sementara petugas wanita itu sudah kembali dengan tugasnya. Dan Julian tetap menggenggam ponselnya, hingga saat berbunyi nanti ia bisa langsung menjawab.

Satu menit berlalu. Ponselnya belum berdering. Pria itu terlihat semakin gusar.

Dua menit...

Kriiinnnggg...

Julian mengetuk tombol jawabnya dengan kasar. "Allen?"

"Pak, dia tak ada di sini..."

"Shit!"

"Akan kuhubungi Taylor," ucap Alisha seraya mengundurkan diri dari ruangan itu tanpa menunggu jawaban Julian yang masih bicara dengan Allen.

Dan tak lama kemudian, saat Julian selesai bicara dengan Allen, ia melesat ke luar, bersamaan dengan selesainya pembicaraan Alisha dengan Taylor sehingga mereka nyaris bertumbukan.

"Collins terlihat di Trinity Central," cetus Alisha.

*

Setelah merapatkan taksinya beberapa meter dari pintu utama stasiun kereta Trinity Central, Dom memutar kepalanya ke arah Hayley.

"Masuklah. Lakukan seperti yang kukatakan tadi," ujarnya.

Hayley menghela napas dalam-dalam sebelum membuka pintu dan menjejak di trotoar. Dan begitu pintu penumpang itu kembali menutup, Dom kembali menjalankan taksinya.

Sambil mencoba tenang, namun dengan dada bergemuruh, Hayley memasuki gedung stasiun yang masih tampak ramai itu. Para calon penumpang atau pendatang berseliweran di sekelilingnya. Seorang gadis kecil tampak berlari-lari sambil membawa boneka dan di belakangnya sang ibu berteriak memanggilnya. Seorang pria berjalan tergesa di sampingnya sambil bicara dengan suara agak keras melalui ponsel. Lalu suara wanita yang memanggil calon penumpang untuk segera menaiki kereta menggema dari pengeras suara. Sementara jam besar yang tergantung di tiang di tengah ruang besar itu menunjukkan waktu 19.18.

Hayley terus melangkah ke arah loket penjualan tiket. Di situ, ia mengantri di barisan terpendek. Dan setelah tiba gilirannya,

"Satu tiket sekali jalan ke Greenbay," ujarnya melalui lubang-lubang di kaca yang membatasi loket pada petugas wanita paruh baya di dalam.

"Tunai atau kartu kredit?" tanya wanita itu.

"Kartu kredit," sahut Hayley seraya mendorong kartu kreditnya melalui celah kaca.

Dan setelah menunggu beberapa detik,

"Ini tiketmu, Nona. Keretamu berangkat pukul 19.35. Ini nomor gerbangnya, nomor kereta dan nomor kursimu," tunjuk si petugas pada angka-angka yang ada pada tiket itu.

"Terima kasih," jawab Hayley sebelum bergegas menuju ke bagian stasiun yang lebih dalam.

*

Kali ini Julian membiarkan rekannya yang memegang kemudi, sementara ia harus membuat panggilan telepon.

"Wendell, tolong periksa, apa beberapa menit yang lalu ada transaksi di Trinity Central dengan kartu kredit atas nama Hayley Collins?"

"Tunggu sebentar," sahut Wendell.

Selama menunggu, Julian membiarkan ponselnya tetap menempel di telinga. Ia bahkan bisa mendengar lawan bicaranya mengetik dengan cepat di komputernya. Tak lama kemudian,

"Ya, ada. Pukul 19.20. Hayley Collins. Tujuan Greenbay. Satu tiket sekali jalan," ujar Wendell.

"Tolong sekalian periksa, kapan keretanya berangkat," suruh Julian lagi. Dan tak membutuhkan waktu lama, ahli forensik digital itu menjawab,

"Pukul 19.35."

"Baik. Terima kasih." Julian mematikan teleponnya. Lalu kepada Alisha ia berkata,

"Dia ke Greenbay sendirian. Tiketnya sekali jalan. Dia akan menemui Sawyer di sana." Dan sebelum mengalihkan tatapannya ke arah lain, ia sempat melirik jam di bawah dasbor. Pukul 19.25.

"Kita masih punya sepuluh menit," lanjutnya. "We're gonna make it."

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now