Chapter 23

63 21 6
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

------------------------------------------------------------

Perhatian Dom dan Hayley teralihkan saat seorang pengunjung kafe tiba-tiba berseru entah dari sudut mana.

"Hei, keraskan suaranya!"

Jonah, dari belakang konter kopinya, menjulurkan remote control ke arah TV yang digantung di sudut langit-langit di belakang konter. Volume TV itu pun terdengar lebih keras dari sebelumnya. Membuat perhatian semua pengunjung kafe terarah ke sana.

Di layar TV model tabung itu, tampak Presiden Jeffries sedang memberi pernyataan dengan berdiri di depan podium di depan istananya di hadapan para wartawan. Di bagian bawah layar tertulis Breaking News: Replika Kapal Perang Liberty Dicuri.

"...Dengan sangat menyesal kami harus mengabarkan bahwa penasihat kami, Connor Abbott, memutuskan untuk tidak lagi bergabung bersama kami. Dan kami sudah mendapat konfirmasi dari Museum Marina dan Presiden Edwards di Trinity, East Liberty, bahwa memang benar Liberty telah dicuri," beber Presiden Jeffries sambil sesekali menunduk memeriksa catatannya. "Kabar baiknya, pelakunya sudah diketahui dan aparat sudah dikerahkan untuk menangkapnya."

"Pak, bisa dijelaskan alasan mundurnya Tn. Abbott? Apa benar ia terlibat dengan Anti West?" tanya salah seorang wartawan.

Presiden Jeffries tampak tersenyum tipis namun tak menjawab. Ia kemudian menunjuk wartawan lainnya dari bagian pinggir.

"Apa benar pelakunya Anti West?"

"Untuk saat ini kami belum bisa menjawab karena penyelidikan masih berlangsung," sahut sang Presiden.

"Pak, apa pameran akan tetap berlangsung?" tanya salah satu wartawan wanita dari barisan depan.

"Ya. Dengan atau tanpa Liberty, pameran akan tetap berlangsung."

"Apa dengan hilangnya Liberty, penyatuan kedua negara akan tetap terjadi?" Kali ini seorang wartawan pria terdengar bertanya dari bagian tengah barisan.

Presiden Jeffries tampak tak langsung menjawab, hingga seseorang bersetelan lengkap yang berdiri di sampingnya mendekat dan membisikkan sesuatu di telinganya. Saat kembali ke podium, pemimpin West Liberty itu berkata,

"Hal itu akan kami sampaikan pada konferensi pers hari Senin mendatang pukul dua belas siang."

"Batalkan saja!" seru seorang pengunjung kafe. Kelihatannya ia yang tadi minta agar volume TV dikeraskan.

Dom dan Haley serta merta menoleh ke arahnya dengan tatapan penasaran, pada seorang pengunjung berumur, terlihat dari jenggot panjangnya yang memutih. Mungkin ia salah satu korban dari pemimpin diktator puluhan tahun yang lalu yang tak menghendaki adanya penyatuan.

Dom mencondongkan tubuhnya ke arah Hayley. "Dia Anti West," desisnya, memaksa gadis itu untuk terkekeh. "Sebaiknya kita pergi sebelum ia tahu kau datang dari West."

Hayley tak menolak bukan karena takut tapi karena memang sudah saatnya ia beranjak dari kafe itu.

*

Dengan sepasang mata tetap terpaku pada layar TV yang tergantung di salah satu dinding ruangan, lidah Julian berdecak. Sementara rekan kerjanya yang lain hanya menonton konferensi pers Presiden Jeffries tanpa bersuara. Sesekali terdengar suara jari mengetuk papan tik, mesin cetak meretih dan dering telepon bergantian.

"Dia tak tahu apa yang ia lakukan," gumam Julian tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar TV.

"Huh?" Alisha yang berdiri di sampingnya menoleh.

"Perbuatannya hanya akan membuat target kita kabur dan bersembunyi. Aku yakin sekarang bukan hanya kita yang mencarinya tapi agen lainnya juga."

"Kau benar, Detektif." Suara dari arah belakang kedua detektif itu membuat mereka berbalik.

Keduanya sedang menghadapi seorang kulit hitam bersetelan lengkap warna kuning muda. Ia terlihat sebaya dengan Julian namun tingginya tak sampai melebihi tingginya hingga detektif senior itu harus agak menunduk saat bicara padanya.

"Siapa kau?"

Bukannya memberikan tangannya untuk dijabat, pria itu malah menunjukkan lencananya. Lencana interpol.

"Aku Casey Walton. Aku mendapat perintah langsung dari Presiden Jeffries untuk menangani kasus ini," paparnya.

"Yeah, right," dengus Julian. "Pencurian itu terjadi di negara ini. Ini wewenang kami."

"Ini surat tugasku." Tak menghiraukan penolakan Julian, Casey mengulurkan selembar kertas yang dilipat tiga ke arah si detektif.

Masih dengan raut kesal, Julian menerima juga kertas itu dan membacanya sekilas. Sementara Alisha mengintip dari sampingnya. Dan raut sang detektif terlihat semakin kesal saat baris akhir dari surat itu dibacanya.

"Kita tak punya pilihan, Morgan," Alisha berkata.

Julian menyorongkan surat itu kembali pada pemiliknya dengan kasar. "Baik. Tapi tetap aku yang memimpin," ujarnya, masih tak rela agen lain ikut campur dalam penyelidikannya.

"Be my guest," balas Casey seraya memasukkan surat tugas itu kembali ke bagian dalam jasnya.

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now