Chapter 35

68 20 7
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅

--------------------------------------------------------------

Semakin jarum pendek itu bergulir mendekati angka 8, semakin Julian terlihat senewen. Jari-jarinya diketuk di dekat pesawat telepon, menantinya berdering. Sementara Alisha terlihat tenang, duduk bersandar di kursinya sambil memeriksa ponselnya. Sesekali ia tampak tersenyum. Mungkin itulah pertama kalinya Julian melihat Alisha bisa tersenyum sejak menangani kasus ini.

Dan saat telepon di meja detektif itu berdering, ia berharap ia akan mengakhiri malam ini dengan satu berita bagus. Alisha pun mengalihkan perhatiannya pada sang rekan.

"Morgan," mulai Julian. "Kau yakin?... Ya, terima kasih," desahnya seraya menaruh gagang telepon itu kembali di tempatnya.

"Bagaimana?" Alisha mendorong tubuhnya dan menelekan sikunya di meja. Harapannya pun sama besarnya dengan Julian.

Pria itu mengembuskan napas sebelum menjawab, "Kita terkecoh lagi. Kelihatannya ia tak pernah naik kereta itu." Suaranya begitu lemah dan pasrah. Kelihatannya ia sudah kehabisan tenaga untuk mengumpat.

*

Hayley tak tahu sudah berapa lama mereka berkendara. Saat ia terbangun, ia menemukan dirinya seperti berada di pedalaman. Gelap dan sunyi. Di sebelah kanannya tumbuh pohon-pohon kelapa. Di sebelah kirinya adalah rumah-rumah penduduk yang sederhana. Sementara dari kejauhan, sayup-sayup ia mendengar debur ombak yang berlomba.

"Kita sudah sampai," bisik Dom.

Hayley menurunkan mantelnya yang ia gunakan sebagai selimut.

"Di mana kita?" tanyanya dengan suara mengantuk.

"Twinheads."

"Twinheads?" ulang gadis itu dengan dahi bekernyit. Seumur hidup, baru kali ini nama itu didengarnya. Namun tak urung ia ikut turun dari mobil, mengikuti Dom ke arah sebuah bangunan sederhana tak berpenerangan di seberang jalan.

Saat berada di teras rumah itu, Hayley baru menyadari, rumah itu bukannya tak berpenerangan. Tapi Dom memang sengaja mematikan aliran listriknya.

Sebelum membuka pintu, laki-laki itu membuka kotak besi mungil di dekat pintu masuk yang berisi saklar. Dengan sekali pijit, semua lampu yang ada di rumah itu pun menyala.

Dom beralih ke pintu dan memutar kuncinya. Hayley mengira, ia bisa segera masuk. Tapi ternyata, di balik pintu itu ada pintu lain yang terbuat dari besi. Dan setelah pintu besi itu terbuka,

"Welcome to the safe house," ujarnya dengan senyum dikulum.

Rumah itu tampak begitu sederhana. Tak banyak perlengkapan rumah tangga dan dekorasi yang bisa ditemukan, selain sofa, meja, TV layar datar, dapur mini, kulkas, dan meja makan.

Hayley bergerak beberapa langkah menjauhi pintu, sementara Dom masih mengunci pintu besi itu dengan tiga kunci. Dengan pengamanan seperti itu, Hayley mulai percaya, di sini ia akan aman.

Pria itu melintas di dekatnya menuju dapur mini, tapi tak menyuruh tamunya duduk. Di dapur, Dom mengarah lemari gantung dan membuka pintunya. Hayley mengira ia akan membuat makan malam, karena sejak bebas dari kantor polisi tadi, sama sekali belum ada makanan yang masuk dalam perutnya. Namun keterkejutannya mengemuka saat pintu lemari itu terkuak.

Bukan bahan makanan yang ada di sana tapi berbagai jenis senjata. Senjata laras panjang, laras pendek, senjata tajam dengan bermacam bentuk, berbagai macam granat, dan beberapa masker. Gadis itu pun bergerak mundur tanpa sadar mendekati jendela.

Dom berbalik seraya mengecek magasin dalam pistol yang dibawanya. "Okay. Sekarang mana barangnya?"

Hayley bergeming.

Laki-laki itu mendongak dan tampak bingung saat melihat Hayley mematung di dekat jendela. "Hei, menjauhlah dari jendela."

"Pistolmu terisi?"

"Kubilang, menjauh dari jendela. Kalau mereka melihatmu, kau bisa ditembak."

"Pistolmu terisi?" ulang Hayley lebih keras. "Aku tak mau mendekat kalau pistolmu terisi."

Dom berdecak. "Fine," desisnya. Ia menarik magasin pistolnya ke luar lalu meletakkannya dan juga pistolnya di meja. "Puas?"

"Tidak," tegas Hayley. Ia melangkah mendekat, menarik kursi di meja makan dan duduk di situ. "Kau berutang penjelasan padaku dan aku lapar."

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now