Chapter 32

67 20 10
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
--------------------------------------------------------------

"Kau bisa mendengarku?" ujar suara di telinga Hayley.

"Owen, kau di mana?" cetus gadis itu tanpa sengaja.

"Sudah kubilang, jangan bicara."

"Okay, sorry."

"Kau bicara lagi."

Hayley hendak terkekeh tapi ditahannya.

"Sekarang berjalanlah dengan tenang, bersikaplah seperti tak ada apa-apa. Aku mengawasimu."

Hayley melangkah tenang meninggalkan mall menuju apartemen. Langit sore mulai terlihat di sebelah barat. Jalanan mulai lengang. Namun beberapa orang masih terlihat di depan toko mereka, masih berusaha menghias jendela toko sesempurna mungkin.

Gadis itu mendesah lega saat tiba kembali di apartemennya.

"This is it, Hayley," Dom terdengar bicara lagi. "Tetap jangan bicara, mungkin apartemenmu disadap."

Sontak Hayley melihat berkeliling, mencari apapun yang menurutnya asing.

"Hei, tenanglah," ujar Dom seperti bisa melihat gerakan Hayley. "Mainkan saja pemutar CD-mu keras-keras, supaya mereka tak tahu yang kau lakukan."

Hayley menurut lagi. Setengah berlari ia mencapai rak pemutar CD yang ia letakkan dekat TV dan memainkannya keras-keras. Suara musik klasik pun terdengar memenuhi ruangan dan membuat kaca-kaca jendela di apartemennya bergetar. Ia hanya berharap, tetangganya tak ada yang keberatan dengan musik yang ia putar keras-keras itu.

"Aku tak mengira musik seperti itu yang kau putar."

Memangnya kau berharap aku akan memutar musik apa?

"Stop kontak itu ada di belakang TV. Kau tahu harus bagaimana."

Sambil menahan pekak karena berdiri di dekat pengeras suara, gadis itu menggeser TV-nya sedikit supaya bisa menjangkau stop kontak di belakangnya. Dengan obeng yang ia simpan dalam saku mantel, diputarnya keempat sekrupnya satu-satu dengan gugup.

"Hei, kau terlihat gugup. Tak usah terburu-buru."

Bagaimana aku tak gugup terlibat kejahatan denganmu?

Keempat sekrup itu sudah terlepas dari tempatnya. Dengan hati-hati Hayley melepas tutup stop kontak. Terlihat olehnya benda silinder berwarna hitam seperti yang dideskripsikan Dom di mall tadi. Hayley menariknya perlahan, berjaga-jaga agar tak meledak bila ia tak sengaja menjatuhkannya.

"Santailah, Hayley. Itu hanya flash disk, bukan peledak," cetus Dom diiringi suara tawa yang membuat gadis itu mendengus sebal.

"Baik. Sekarang masukkan benda itu dalam tasmu, juga beberapa keperluanmu untuk menginap semalam."

Menginap semalam?

"Jangan khawatir, di sini kau akan aman. Tak akan ada yang mengikutimu lagi."

Aman? Bersama kriminal sepertimu?

Namun Hayley bergerak juga ke kamarnya, memasukkan flash disk itu dan juga dompetnya dalam tas.

"Oh ya, bawa juga kartu kreditmu."

Gadis itu tak mengerti untuk apa ia diminta untuk membawa kartu kredit. Tapi ia memeriksa dompetnya juga untuk memastikan kartu kreditnya ada di sana.

"Sekarang pergilah ke jendela yang menghadap gang di samping apartemenmu. Dan tunggu di sana."

Hayley bergerak ke sana lalu menunggu perintah selanjutnya di depan jendela yang terbuka.

"Hei, sebentar lagi truk sampah akan datang dan petugasnya akan lewat di bawahmu sambil membawa tong sampah. Sebisa mungkin jatuhkan pelacak itu tepat di tong sampah. Kita buat penguntitmu mengira kau melarikan diri."

Tanpa sadar, Hayley terkekeh.

"Sudah kubilang, jangan bersuara. Apartemenmu disadap."

Dari kejauhan, Hayley mendengar suara truk mendekat. Ia bersiap dengan melongokkan kepalanya ke arah ujung gang.

Itu dia.

Truk kontainer bercat hijau itu berhenti tepat menutup gang hingga Hayley bisa melihat saat petugasnya yang berdiri di bagian belakang truk melompat turun dan bergegas melintas di gang untuk mengambil tong sampah dari tempat terjauh.

"Tunggu aba-abaku," ujar Dom.

Saat petugas itu melintas di bawah Hayley menuju pintu belakang apartemen sebelah, Dom belum juga memberi tanda. Namun setelah ia berbalik dengan memanggul tong sampah di pundak,

"Bersiap."

Hayley menggenggam pelacak itu erat-erat, tak ingin menjatuhkannya sebelum waktunya.

"Sekarang!"

Genggaman tangan Hayley terbuka, pelacak itu pun terjun bebas menuju tempat barunya dan jatuh tepat di tong sampah.

"Gotcha!"

Hayley pun tersenyum.

"Sekarang dengar baik-baik. Persiapkan tasmu. Aku akan mengawasi polisi-polisi itu. Setelah mereka pergi, kau juga harus pergi. Akan ada taksi yang menunggumu di pintu depan. Naiklah. Sopirnya adalah temanku. Dia tahu yang harus dilakukan."

Gadis itu kembali ke kamar dan menyambar tasnya lalu menunggu di depan pintu. Supaya saat Dom memberi tanda, ia bisa langsung bergegas.

"Okay. Mereka sudah pergi."

Perlahan tapi gesit, Hayley membuka pintunya dan melesat ke luar. Sementara pemutar CD-nya dibiarkan menyala, untuk mengecoh para penguping yang entah berada di mana.

Langit sudah gelap saat ia keluar dari apartemennya. Sebuah taksi berwarna putih dan oranye merayap mendekat. Kacanya begitu gelap, matanya tak bisa menembusnya untuk mengenali sang sopir.

Sejenak ia merasa ragu. Tapi Dom memerintahkannya untuk naik. Ia pun membuka pintu penumpang dan beringsut di joknya.

Untuk beberapa saat si sopir belum menjalankan kendaraannya. Ia mengenakan kupluk merah pudar dan jaket army yang krahnya menutupi seluruh bagian tengkuk. Hayley menatap punggung pria itu bingung.

"Maaf. Kau teman Owen? Dia menyuruhmu melakukan apa?" tanya gadis itu gugup.

Perlahan, sopir itu memutar kepalanya ke arah jok belakang, membuat Hayley terkesiap dan memekik,

"Owen!"

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now