Chapter 39

68 23 8
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
--------------------------------------------------------------

Pukul 08.51

"Pemilik bernama Leo Blackwell. 127 Blooming Street. Pekerjaan wiraswasta. Dan ini catatan pelanggarannya. Berkendara sambil mabuk, ngebut..." Alisha membaca pesan dari Toby di layar ponselnya dengan tubuh terguncang oleh laju mobil Julian serta di tengah iring-iringan mobil polisi dan dengingan sirine.

"Hubungi Wendell," suruh Julian.

Alisha mengetuk nomor ahli forensik digital itu dari daftar panggilan cepatnya dan juga tombol pengeras suara. Lalu saat tersambung,

"Wendell, periksa di catatan kepolisian. Leo Blackwell. Aku mau semua riwayat kejahatannya termasuk organisasi dan asosiasinya," perintah Julian tanpa melambatkan laju kendaraannya.

"Got it, Boss," sahut Wendell.

"Kalau ia punya catatan pelanggaran lalu lintas, kemungkinan dia punya riwayat kejahatan," ujar Julian pada Alisha. "Dan kalau ini berhubungan dengan pencurian replika itu, kemungkinan ia adalah Anti West."

"Here it is," suara Wendell mengudara lagi. "Leo Blackwell. Lahir di Trinity..."

"Wendell, langsung ke riwayat kejahatannya," pintas Julian tak sabar.

"Oh, sorry. Pengedar narkoba, perampokan bersenjata, pemerkosaan... Creepy." Suara Wendell terdengar agak bergidik. "Provokator dalam demo Anti West..."

"Sebutkan siapa saja yang ditangkap bersamanya saat itu," potong Julian lagi.

"Wow. Ada ratusan. Dan ada nama Sean Mackay di sini."

"Siapa dia?"

"Aktivis kemanusiaan, putra Andreas Mackay, seorang pemimpin ekstremis yang tewas dalam pemberontakan terhadap Ridgeway."

"Berikan alamatnya."

"822 High Street, Clifford."

"Thanks."

Alisha mematikan ponselnya.

"Beri tahu mereka, kita beralih tujuan. Ke Clifford," suruh Julian kemudian.

Alisha mencabut mikrofon yang tergantung pada radio di bawah dasbor mobil. "Kepada semua armada, target pencarian berada di 822 High Street, Clifford. Diulangi, 822 High Street, Clifford."

Iring-iringan mobil polisi itu pun memutar membentuk huruf U di ruas jalan, membuat pengendara lainnya hanya bisa berdecak kesal.

Pukul 09.04

Meski dalam keadaan terikat dan terbungkam, Dom tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat melihat Hayley menggeliat bangun. Sama sepertinya, awalnya gadis itu terlihat bingung. Lalu ia melihat berkeliling untuk mencoba mengenali lingkungan barunya yang asing. Dan saat ia menemukan Dom, laki-laki itu mengangguk, memberinya isyarat untuk tetap tenang.

"Ah, kau pun sudah sadar, Nona..." si tampan bernama Sean Mackay itu mendekati Hayley dengan senyum iblisnya, lalu berjongkok di hadapannya.

"Hayley Collins, Bos," ujar si plontos dari balik punggung majikannya.

Sean, Hayley dan Dom menatap ke arahnya bersamaan. Si plontos pun melambaikan novel Hayley di depan dada diiringi seringainya.

Dalam pencahayaan yang cukup, kini Dom bisa melihat sosok yang malam itu menerima hasil curian darinya. Wajahnya tak hanya menyeramkan tapi juga dipenuhi ruam merah di lehernya.

Si tampan itu bangkit mendekati sang anak buah untuk melihat buku yang dibawanya.

"Ternyata kau seorang penulis, Nona Collins," ujar Sean lagi. Ia kemudian membuka halaman-halaman buku itu dari belakang, dari halaman biografi singkat Hayley. "Dan berasal dari West Liberty." Seringainya merekah lagi. Di belakangnya, si plontos ikut menyeringai.

Hayley memutar pelan kepalanya ke arah Dom yang berjarak beberapa meter darinya. Matanya menyorot marah, menyalahkannya karena telah membawa novelnya.

"Kita apakan dia, Bos?" tanya si plontos, menguak bagian depan jaketnya hingga tampak sekelebat di pinggangnya sebilah pisau tersisip di sarungnya.

"Sebaiknya kutelepon bos besar. Mungkin ia lebih tahu," jawab sang bos seraya merogoh saku celana untuk mencari ponsel.

Bos besar? Kening Dom berkerut. Jadi orang ini hanya suruhan? Siapa sebenarnya Sang Titan?

"Halo, Bos. Kami sudah menangkapnya," ujar Sean di mikrofon ponselnya. "Ya, Dominic Sawyer. Dan dia bersama seorang gadis yang berasal dari West Liberty. Sebaiknya kita apakan dia, Bos?... Baik, kalau begitu."

Pria itu terlihat kecewa saat mematikan ponselnya.

"Bagaimana, Bos?" tanya si plontos, seolah tak sabar ingin melakukan sesuatu pada Hayley.

"Kita sama sekali tak boleh menyentuhnya. Kita hanya boleh menahan mereka sampai video itu disiarkan pukul dua belas nanti," kata Sean.

Si plontos pun terlihat sama kecewanya.

"Sudah kau temukan benda itu?"

"Ya." Sang anak buah mengulurkan flash disk warna hitam yang diambilnya dari tas punggung Dom pada si bos.

"Bagus. Sekarang kita ikuti saja kemauan bos besar." Si tampan itu berlalu ke arah meja dan meletakkan ponsel dan flash disk itu di sana.

Dia punya pisau. Tinggal menunggu waktu yang tepat.

--------------------------------------------------------------

Mau nyapa siders (silent readers) dulu ah.

Hai kamu! Yakin gak mau ninggalin jejak? Gak mau dikenal? Benefitnya banyak loh kalo dikenal. Dpt followers krn mereka juga pengen karyanya dibaca sama kamu. Dan, kalau kamu punya karya, karyamu juga bakal dibaca. Caranya juga gampang. Tinggal vote & komen sebanyak-banyaknya.

Selain itu dengan vote berarti kamu juga menghargai karya penulis yang kamu baca ini. Kenapa? Kamu akan ngerasain sendiri kalau kamu juga punya karya. Gimana susahnya cari ide yang gak pasaran, bikin alur supaya masuk akal, menyusun kalimat yg gampang dicerna pembaca, ngetik sampai pegel, & sakit punggung. Lagian saya kan bukan mantan kamu yang chat-nya cuma kamu read doang. Boleh dong kalau saya minta vote & komennya? Boleh ya, ya, ya...

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now