Chapter 38

62 21 9
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
--------------------------------------------------------------

Pukul 08.19

"Hei, Morgan!"

Julian mendongak dari mejanya. Emmett Davis dari Divisi Penculikan bergegas ke arahnya seraya melambai-lambaikan selembar kertas.

"Seorang pegawai swalayan di Ulrich menelepon," mulai pria berkacamata itu sejak beberapa langkah sebelum mencapai meja Julian, "untuk melaporkan penculikan. Ciri-cirinya mirip dengan gadis yang kau cari."

"Shit!" Julian mendesis. Ia bangkit seraya menyambar jasnya dari kursi. Alisha yang juga mendengar berita itu ikut berdiri. Bertiga, mereka bergegas ke arah tangga.

"Walton!" Detektif senior itu menyempatkan diri berseru memanggil sang agen interpol sebelum menginjak anak tangga untuk menuju lantai bawah.

Casey bergegas menyusul ketiga rekannya yang sudah lebih dulu menuruni tangga.

"Apa ia sendirian atau bersama seseorang?" Julian bertanya dengan napas terengah.

"Ya, dia bersama seorang laki-laki. Dari ciri-ciri yang disebutkan kelihatannya ia si pencuri replika itu."

"Apa saksimu mencatat nomor kendaraan pelakunya?"

Emmett menjawabnya dengan menyentakkan kertas yang sedari tadi dibawanya di dada Julian dan Julian membacanya sekilas. Lalu diopernya kertas itu pada Alisha.

"Hubungi Toby," suruhnya.

Pukul 08.34

Dom mencoba membuka matanya perlahan. Semua masih tampak kabur. Dan kepalanya terasa berdenyut. Rasanya ia nyaris pingsan lagi. Sementara telinganya masih bisa menangkap suara beberapa orang bicara dan tertawa seperti iblis.

Ayo. Bangunlah.

Pria itu mencoba lagi. Penglihatannya masih kabur. Namun dipaksanya kelopak matanya agar membuka. Ditahannya pula denyut yang meradang di kepalanya. Suara-suara di sekitarnya pun terdengar semakin jelas.

Sedikit lagi.

Bentuk-bentuk buram itu akhirnya mewujud. Ia kini bisa melihat ruangan luas, tinggi dan terang. Beberapa tiang tampak menyangga langit-langit ruangan itu. Di satu sudut tampak satu peralatan dengan meja panel penuh tombol dan layar monitor yang terasa asing bagi Dom. Sementara di sudut lainnya terdapat satu set meja makan. Ketiga kursinya diduduki oleh dua pria berbadan tegap dan besar serta si plontos yang kurus. Dan kelihatannya mereka sedang bermain kartu. Di meja itu pula tergolek sebuah tas punggung berwarna army yang ia kenali sebagai miliknya.

Dom mencoba bergerak. Tapi ia baru menyadari, tangannya terikat di belakang, menyatu dengan tiang kayu yang kokoh tempatnya didudukkan. Mulutnya pun disumpal kain putih kumal.

Lalu di mana Hayley?

Mata lelaki itu bergerak menyisir dari sisi ke sisi hingga ia menemukan gadis itu duduk sejajar sejauh tiga meter darinya. Keadaannya pun tak berbeda darinya. Duduk dengan tangan terikat di belakang dan mulut tersumpal. Hanya saja gadis itu tampak belum siuman.

Dom berusaha menggesekkan kedua tangannya, mencoba memperkirakan seberapa kuat ikatan yang membelenggunya. Saat itu ia harus mengakui, Hayley benar, seharusnya ia membawa senjata.

Saat ponsel salah satu penyekapnya berdering, Dom menghentikan gerakannya. Pria yang bertubuh paling besar menjawabnya,

"Halo?... Baik, sebentar." Pembicaraan itu berhenti. Si besar itu bangkit dari kursinya dan melangkah ke arah pintu besi bercat abu-abu muda yang berada di sudut, dekat dengan tempat ketiga pria itu duduk.

Ketika pintu terbuka, muncul seorang pria lainnya. Namun tak seperti ketiga orang itu, pria ini tampak lebih kecil dan berpenampilan rapi. Bisa dibilang, ia adalah pria tertampan di antara mereka. Dan mungkin juga, terpelajar.

Keduanya tampak bicara serius di ambang pintu. Lebih tepatnya berbisik, karena Dom tak bisa mendengar ucapan mereka dengan jelas.

Setelah beberapa kali anggukan, si tampan itu terlihat mendekati Dom dengan diiringi si besar. Semakin dekat, semakin Dom bisa memperhatikan wajahnya.

Dia terlihat tak lebih tua dari Dom, mungkin sebaya dengannya. Dan sayangnya, ia terlalu tampan untuk seorang penculik atau anggota Anti West.

Pria muda itu berhenti satu langkah saja dari Dom. Ia lalu berjongkok, hingga mereka bisa bertatapan.

"Selamat pagi, Tn. Sawyer. Aku Sean Mackay. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu," seringainya.

Dari suaranya, Dom menyadari, dialah orang yang menghubunginya lewat telepon. Si pemilik suara bariton.

Sang Titan

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Where stories live. Discover now