Chapter 41

63 23 18
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

Pukul 09.48

Sean terlihat berbisik-bisik dengan si plontos di dekat pintu masuk sebelum sosoknya menghilang di balik pintu. Si plontos pun, tanpa melirik pada tawanannya, menghempaskan tubuh kurusnya di salah satu kursi makan dan mulai membaca majalah sambil mengunyah kacang.

Dia sendirian. Saatnya beraksi.

"Mmmmmhhhh." Dom mencoba bersuara melalui mulutnya yang terbungkam. Cukup keras dan cukup memancing perhatian si plontos dan Hayley.

"Mmmmmhhhh." Kali ini Dom meronta.

Si plontos itu semakin penasaran. Ia berdiri dan melangkah mendekat.

"Hei," hardiknya, "diam!"

"Mmmmmhhhh." Dom tak menggubris dan terus meronta. Sementara Hayley hanya menatapnya bingung.

Tepat seperti yang diinginkan Dom, pria kurus itu berlutut di depannya. "What?" sentaknya.

"Mmmmmhhhh."

Tak mengerti yang diinginkan Dom, si plontos menyentakkan kain yang membungkam mulut Dom. "Apa maumu?"

"Aku perlu morfin," desis Dom.

"Apa?" Si plontos itu meringis.

"Aku pernah kecelakaan dan sakit kepalaku tak bisa sembuh. Aku perlu morfin."

Pria di hadapan Dom itu masih terlihat ragu.

"Kau punya alat suntik?"

"Ya, aku punya."

"Cepatlah. Aku sudah tak tahan lagi."

Si plontos berdiri dan bergegas kembali ke meja. Dari gerakan tangannya yang menggeratak di atas meja demi sebuah alat suntik dan sebotol morfin, ia terlihat gugup.

Hayley memicingkan matanya penuh tanya pada Dom. Dan Dom membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Meskipun begitu, Hayley tetap tak mengerti rencana laki-laki itu.

"Lima puluh miligram, please," pinta Dom pada penyanderanya.

"Lima puluh?" ulang si plontos.

"Itu bisa membuatku tenang."

Beberapa meter di depan mereka si plontos menyedot cairan dari dalam botol morfin hingga alat suntik itu terisi 50 miligram, sesuai permintaan Dom. Setelahnya ia kembali pada sanderanya.

Dom menegakkan duduknya, bersiap menerima suntikan itu.

Kembali di samping Dom, si plontos meletakkan alat suntiknya di lantai dan berlutut untuk melepaskan ikatan tawanannya.

"Jangan macam-macam denganku," ancamnya.

"I wouldn't dare," gumam Dom. Namun begitu tangan kanannya terlepas dari belenggu, dengan cepat ia menyambar alat suntik itu dari lantai dan bagai kilat menancapkan jarumnya di leher si plontos.

Pria kurus itu meringis seraya menekan lehernya yang berdenyut. Rautnya seketika berubah beringas. Dengan tangan yang masih bebas ia mengarah leher Dom. Tapi sekali lagi ia kalah sigap saat Dom berhasil mencabut pisau dari pinggangnya dan menendang perutnya, membuatnya terjengkang serta memberi Dom kesempatan untuk memutus sisa tali yang masih membelenggu tangan kirinya.

Setelah benar-benar terbebas, Dom melompat bangkit dengan lincah, bersiap menerima serangan si plontos lagi. Tapi kelihatannya pria bertubuh kurus itu sudah tak sanggup berdiri. Kali berikutnya ia memaksa bangkit, ia malah sempoyongan sebelum akhirnya jatuh tersungkur tak bergerak.

Tergesa, Dom memungut pisau di lantai dan segera membebaskan Hayley.

"Kau membunuhnya?" tanya gadis itu setelah tangannya terbebas dan kain yang menyumpal mulutnya dicampakkan.

"Tidak. Lima puluh miligram hanya bisa membuatnya tidur beberapa jam," sahut Dom.

"Bagaimana kau tahu ia punya morfin?" Hayley bertanya lagi.

"Lehernya penuh ruam. Ciri-ciri pecandu morfin. Orang-orang seperti itu tak akan bisa berpisah terlalu lama dengan morfin."

"Apa ini juga termasuk rencanamu?" Lagi-lagi gadis itu bertanya.

"Of course not," sungut Dom.

Kemudian pria itu berlari mendahului menuju meja makan, memungut novel Hayley dan flash disk itu serta memasukkannya dalam tas punggung. Ia sempat termangu sejenak saat melihat ponsel yang dikenalnya sebagai milik si bos tergeletak di meja. Namun sesaat kemudian ia mengingatkan diri, ia bukan pencuri kelas teri yang tugasnya mencuri ponsel.

Tetap memimpin di depan, Dom berjingkat menuju pintu besi dan menempelkan telinganya di situ, mencoba mendengarkan situasi di luar. Sementara Hayley merapat di belakangnya.

Sunyi.

Perlahan, digesernya pintu itu hingga membuat celah kecil, namun cukup untuk mengawasi lingkungannya.

Aman.

Dom membuka pintu itu lebih lebar lalu melangkah ke luar sambil terus berjingkat. Beberapa meter di depannya, terparkir Jeep hitam dan sebuah motor cepat. Pikirnya, salah satu kendaraan itu akan membawanya pergi bersama Hayley.

Kepada gadis itu ia memberi isyarat dengan menunjuk kedua kendaraan di jalan masuk. Dan gadis itu mengangguk. Mereka berjingkat mendekati kendaraan-kendaraan itu sambil merapat di dinding. Sementara dari balik dinding terdengar suara-suara orang bicara yang sesekali diselingi tawa.

Di ujung dinding, suara-suara itu terdengar semakin jelas. Dom melongok sekilas ke baliknya. Si bos beserta dua anak buahnya tampak berbincang santai sambil mengisap rokok.

Dengan merunduk, Dom menghela lengan Hayley dan membawanya ke arah motor cepat itu diparkir. Dihempasnya tas punggung yang dibawanya ke arah Hayley sebelum menunggangi motor itu. Sementara Hayley menyusul kemudian setelah memanggul tas itu di punggung.

Saat mesin motor menyala, terdengar suara beberapa orang berseru panik di belakang, menyuruh mereka berhenti. Tapi Dom telanjur meremas tangkai gas dengan erat, membawa motor itu melaju kencang.

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Место, где живут истории. Откройте их для себя