Chapter 1

335 45 24
                                    

WARNING
Read doang ❌
Vote doang ❌
Read + vote ✅
Read + vote + comment ✅✅
Read + vote + comment + follow ✅✅✅
-

-------------------------------------------------------------

Hari Ke-1, 8 Hari Sebelumnya

Trinity, ibu kota East Liberty

Menunggu. Ia sangat benci menunggu. Duduk sendiri di halte bus Ashmore di depan kantor pos sambil berpura-pura membaca koran yang sudah kedua kalinya dibaca. Sekali-sekali ditengoknya jam tangan bergelang kulit yang melingkar elegan di pergelangan tangan kirinya. Semestinya, si klien sudah tiba 45 menit yang lalu dengan tas punggung yang sama seperti miliknya, yang ia letakkan di dekat kakinya.

Saat kliennya datang nanti dengan menumpang bus dari arah Clifford, ia akan berdiri, berbaris bersama calon penumpang lainnya, ikut mengantri masuk bus. Sementara tas itu akan ia tinggalkan di lantai halte. Lalu si klien akan mengoper tasnya padanya dan mengambil tas yang ia tinggalkan. Pertukaran yang sempurna.

Ia sendiri tak pernah tahu apa isi tas yang dibawanya. Kliennya tak pernah menyebutnya dalam pembicaraan-pembicaraan sebelumnya yang hanya dilakukan lewat sambungan telepon. Ia bahkan tak pernah tahu nama bahkan rupa si klien. Setelah klien itu membayar uang muka, ia akan melakukan tugas seperti yang sudah diperintahkan. Dan sisa pembayarannya akan ia terima setelah pekerjaannya selesai.

Pria di ambang 30-an itu menurunkan korannya dan melipatnya. Tak ada gunanya meneruskan membaca. Para pejalan kaki yang melintasinya pasti tahu ia hanya berpura-pura.

Posisi matahari sudah semakin tinggi. Sinarnya mulai menghangati separuh wajahnya yang persegi ditumbuhi rambut-rambut halus di sekeliling pipi dan bibirnya yang tipis. Dan ia sangat benci kepanasan. Karena itu ia lebih memilih jam kerjanya dimulai saat matahari sudah terbenam.

Ia melongok lagi ke arah perempatan jalan, memastikan bus jurusan Clifford – Ulrich muncul di tikungan. Tapi sekali lagi ia harus kecewa. Entah apa yang membuat kliennya sangat terlambat. Karena ulahnya sendiri kah? Karena macet kah?

Trinity, ibu kota East Liberty, hanyalah kota kecil. Tak banyak penduduk yang memutuskan untuk membeli kendaraan pribadi, membuat jalanan selalu lengang karenanya.

Ia bisa saja meninggalkan tempat itu dan membawa kembali tasnya. Ia bahkan berhak menjual tas itu dan seisinya pada klien lain yang berniat membelinya dengan harga yang lebih tinggi. Namun disiplin dan dedikasinya tak membiarkannya beranjak dari tempat itu. Karena ia seorang profesional. Seorang profesional selalu menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas.

Pria itu mengembuskan napas dan menyandarkan punggungnya di dinding halte yang terbuat dari fiber. Tak lagi ingin membaca koran, ia mulai memperhatikan sekelilingnya. Sementara sesama penumpang bus ke Ulrich mulai menumpuk di dekatnya, hendak ke tempat kerja. Suara pintu jeruji yang digeser mulai terdengar berlomba dari berbagai penjuru, tanda tempat-tempat bisnis mulai beroperasi.

Namun sebuah kafe mungil di seberang jalan, tampaknya sudah mulai beroperasi sejak beberapa jam yang lalu. Dari jendelanya yang berhias tulisan Next Door Café, terlihat kesibukan di dalamnya. Pengunjung datang dan pergi. Para pelayan berjalan mondar mandir mengantarkan pesanan atau membersihkan meja yang ditinggalkan pengunjung yang pergi.

Mata kelabu pria itu lalu bergerak ke arah barat di seberang jalan. Seorang gadis yang kira-kira seumuran dengannya berjalan dengan kepala tertunduk. Wajahnya dibiarkan polos tanpa riasan dan rambut pirangnya yang bergelombang hanya diekor kuda. Sweater rajutnya tampak terlalu longgar untuknya dan terlalu tebal untuk dikenakan di akhir musim semi. Di pundak kanannya tersampir tas kecil berwarna coklat tua sementara tangan kirinya menjinjing sebuah tas pipih persegi. Apa lagi isinya kalau bukan laptop?

✔The Ghost (A Story Behind Conspiracy)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin