II... Speechless

12.3K 854 18
                                    

"Terima kasih, telah datang ke Cafe kami."

Suara lembut itu mengalun bagaikan melodi, bagi siapa saja yang mendengarnya. Tidak lupa dengan senyum ramah yang selalu terpasang diwajah cantiknya, dikala menyapa para pengunjung cafe.

"Siapa manusia yang menjadi targetmu hari ini?" Seorang wanita dengan rambut kucir kuda, duduk di sampingnya. Mata birunya berkilat jenaka.

Wanita itu memutar bola matanya. "Memangnya aku psikopat. Ucapan kamu itu akan membuat orang yang mendengarnya salah paham." Ia sibuk menghitung uang koin yang ada di dalam laci kasir, hanya untuk sekadar membunuh rasa bosannya.

Wanita yang ada di sampingnya terkekeh. "Iya, maaf. Kamu marah?"

"Engga, cuma kesal."

Wanita di sampingnya kembali tertawa.

"Arva! Berisik tahu."

Wanita yang bernama Arva itu terdiam. Memanyunkan bibirnya. "Iya. Tidak usah melotot. Serem tahu!"

Noura memutar bola matanya malas. Arva ini memang berisik. Jika ia punya kekuatan untuk membuat orang lain diam atau coba saja ia bisa menulikan pendengarannya untuk sementara, agar tidak mendengarkan hal yang berisik. Semenjak ia tidak lagi meminum darah manusia, memang kemampuan indera pendengarannya mengalami penurunan yang cukup drastis. Ia tidak lagi bisa mendengar suara dengan jelas. Tapi tetap saja, kalau ada yang berbicara cukup kencang dan berteriak tepat di sampingnya, ia cukup terganggu.

Katakanlah, ia tidak bersyukur, karena masih bisa mendengar. Coba saja efek dari tidak meminum darah manusia membuat ia benar-benar tidak bisa mendengar, entah apa yang akan ia lakukan. Mungkin, terpaksa ia meminum darah manusia. Ingat, terpaksa!

Arva pergi menuju ke luar, manusia serigala itu mengambil makanan yang ia pesanan melalui aplikasi ojek online. Padahal di cafe ini, terdapat banyak sekali varian makanan. Tapi Arva sering membeli makanan di cafe atau di restoran lain. Mungkin, karena ia merupakan chef --yang juga merangkap sebagai kasir--, ia mencari inspirasi untuk membuat makanan dengan cara makan makanan dari karya orang lain. Mungkin saja.

"Kak, terima kasih sudah mentraktirku."

Suara itu membuat Noura mendongakkan kepalanya mencari arah sumber suara tersebut. Tepat di pojok, ia melihat dua orang wanita manusia sedang bercengkrama. Terlihat sangat akrab dan penuh kehangatan. Noura tercenung, saat melihat pemandangan seperti itu. Ia menjadi teringat kebersamaannya dengan saudari kembarnya yang telah tiada. Tatapannya terpaku pada kedua wanita manusia yang wajahnya terlihat mirip, mungkin kakak beradik?

"Lucia, ayo latihan menggunakan pedang. Ingat, kau ini Tuan Putri. Kemari, biar aku ajari."

Noura terdiam. Saat kenangan bersama saudari kembarnya terlintas diingatan. Saat itu, merupakan hari terakhir ia bersama dengan kembarannya. Untung saja, ia menerima tawaran saudari kembarnya untuk berlatih pedang. Jika tidak, mungkin ia akan menyesal seumur hidup. Tanpa sadar, senyum terbit diwajahnya.

Iria mata merah yang tersembunyi dibalik softlens berwarna cokelat, bergerak menuju ke arah lain. Tepat di depan kedua wanita manusia itu, terdapat seorang ibu dengan anaknya, mereka berbicara sembari sesekali tertawa. Entah apa yang sedang mereka bicarakan sampai tertawa seperti itu. Ia tidak peduli, ia hanya menatap lekat manik mata milik ibu tersebut, yang terlihat sangat menyayangi anaknya.

My Mate is a Vampire Princess (TAMAT)Where stories live. Discover now