XL... Blood Moon

3.7K 322 20
                                    

🔞 Harap bijak dalam membaca 🔞


Seperti yang dikatakan Azzura. Setelah menikah mereka pergi ke Hutan Elfin. Orlan menggendong tas ransel berisi bajunya dan Lucia.

Setelah perang kedua, Hutan Elfin menjadi hutan angker. Tidak ada makhluk manapun terutama manusia yang ke hutan itu. Darah yang mengering dan tulang belulang menyambut siapapun yang mengunjungi hutan tersebut.

Bahkan, binatang burung tidak ada yang berani untuk sekadar singgah di ranting pohon yang ada di hutan itu. Kawanan singa, kijang, monyet, babi hutan, dan binatang lainnya yang dahulu tinggal di hutan itu, telah bermigrasi ke hutan lainnya. Hanya ular, cacing, katak, dan para serangga saja yang masih betah tinggal di Hutan Elfin.

Tumbuhan liar dan pepohonan yang hidup di hutan itu tumbuh dengan subur. Meskipun Hutan Elfin diselubungi oleh kabut tak kasatmata, tetapi sinar matahari dan air hujan tetap menyapa hutan itu.

Mereka berdiri di depan pohon oak yang terdapat di taman yang berada di belakang ruang kerja Orlan.

Azzura menajamkan matanya, netra berwarna ungunya menyala terang. Ia sedang mencari sesuatu di dalam pohon oak yang hanya ada satu di taman ini.

"Bisa melalui ini." Azzura mengangguk-anggukkan kepala. Orlan dan Lucia hanya diam, mereka tidak tahu apa yang Azzura lakukan dan maksud dari perkataannya.

"Kalian sudah siap?" tanya Azzura memastikan. Orlan, Lucia, dan Jane mengangguk. Azzura mendekatkan dirinya pada pohon oak itu dan meletakkan tangannya pada batang pohon. Sedetik kemudian, muncul sinar putih berbentuk bulat melingkar. Di dalam lingkaran itu berwarna hitam dan di kelilingi asap-asap.

"Kita lewat ini?" tanya Lucia. Azzura mengangguk. Lucia sedikit terkejut, ternyata berbeda dengan Darren yang melakukan portal dengan cara masuk ke dalam sebuah ember besar.

Setelah Jane, Azzura mempersilakan Orlan dan Lucia untuk masuk ke dalam lingkaran portal sihir itu.

Orlan menggenggam erat tangan Lucia. Ia tidak ingin berpisah dengan Lucia barang sedetikpun, apalagi mereka baru resmi menjadi sepasang suami istri tiga jam yang lalu. Keduanya melangkah masuk secara bersamaan.

"Sudah sampai."

Orlan dan Lucia bengong, hanya melangkah satu kali dan tidak ada hitungan detik sudah sampai di Hutan Elfin. Keduanya langsung mengobservasi sekeliling. Gelap dan sunyi. Terdengar suara katak dan jangkring yang bersahutan.

"Cepat sekali, ya? Aku kira saat teleportasi melewati sebuah portal, kau akan melayang-layang seperti di film-film." Jay mengerutkan kening. Bingung luar biasa.

"Mungkin ada berbagai cara dan mantra untuk teleportasi?" ujar Orlan. Penyihir dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan, yang terpenting mengetahui dan hafal mantranya.

Lucia mendesah frustrasi, tidak ada yang bisa dilihat. Gelap gulita. Ia menggunakan iris mata vampire-nya yang berwarna merah, karena selama tiga bulan mengenal Orlan, ia selalu menggunakan kekuatannya untuk mengubah warna matanya menjadi cokelat. Ia terkejut melihat tumpukan tulang belulang yang ada di mana-mana. Hutan ini ditutupi oleh kabut yang sangat pekat.

"Ini di mana?" Lucia memandangi pohon yang batangnya meliuk-liuk tidak tentu arah yang ada di depannya.

Orlan mencium aroma-aroma tidak sedap, penciumannya sangat sensitif terutama soal bau tulang. Apa karena ia setengah serigala?

Azzura menoleh ke belakang, ia tersenyum. "Apa kalian tidak pernah mendengar, di mana para penyihir tinggal?"

Lucia mengerutkan keningnya dalam, ia berpikir keras. Menoleh pada Orlan, suaminya itu juga terlihat sedang berpikir.

My Mate is a Vampire Princess (TAMAT)Where stories live. Discover now