Part 2 : Bertemu

2.3K 142 0
                                    

"Layaknya fisika. Kamu itu sulit dipahami."

-Anonim-

Happy reading

Ara mengedarkan pandangannya. Mencari seseorang yang mungkin ia kenali. Tapi sayang, semua orang disini sibuk berlarian ke tengah lapang. Suara microphone yang memberitahukan bahwa upacara hari senin akan dimulai 15 menit lagi. Membuat semua siswa langsung berbondong bondong ke tanah lapang.

Ia yang tak tau arah pun hanya celingukan kesana kemari. Tak tau kemana, ia melangkahkan kakinya mengelilingi koridor. Berharap bertemu seseorang yang mungkin bisa membantunya mencari dua sahabat lamanya. Tapi nihil, tak ada satupun orang yang ada dikoridor ini, semua orang sudah berbaris rapi di lapangan.

"HEI KAMU!" Teriak seseorang dibelakang Ara. Ia pun berbalik. Disana, ada seorang lelaki yang mulai mendekat ke arahnya.

Ia menatap Ara dari atas sampai bawah, "Kamu ngapain masih jalan santai, bukannya cepet cepet ke lapangan. Ga denger, upacara sebentar lagi dimulai!" Ucap lelaki itu agak tegas. Sebenarnya, Ara tak mendengar ucapannya dengan jelas. Fokusnya hanya pada wajahnya yang begitu tampan pagi ini.

"Kamu denger ga ucapan saya? " Tanyanya. Ara yang melamun pun, seketika tersentak.

"I-iya denger," Ucap Ara gugup. Saat ini ia benar benar menatap Ara lekat. Seolah Ara baru saja melakukan kesalahan yang besar, apakah salah seorang anak baru mencari kelas? Tanya Ara dalam hati.

"Cepet sana simpen tas nya, dan baris disebelah sana," Titahnya seraya menunjuk barisan di dekat koridor. Bisa Ara tebak bahwa anak anak yang berbaris disana adalah anak anak yang terlambat, terlihat jelas dari wajah mereka yang menunduk.

"Maaf, tapi saya tidak terlambat. Kenapa saya harus baris di barisan itu? " Tanya Ara sesopan mungkin.

"Kalau bukan terlambat. Kenapa tas kamu masih ada dipunggung kamu? " Tanyanya lagi. Ara menyentuh tas dipunggungnya.

"Sebenernya saya-" Ucapan Ara terhenti ketika mendengar seseorang berteriak memanggil nama 'Rey'. Lelaki dihadapan Ara pun berbalik dan memutar bola matanya.

Orang yang memanggil lelaki itu pun mendekat dan bertanya,"Tumben disini, biasanya dibarisan belakang? " Tanya orang itu. Dan setelah itu dia menatapku, menatapku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Hayoloh! Ada hubungan apa lo sama cewe ini? " Tanya orang itu lagi, dan yang ditanya pun hanya diam. Tak peduli.

"Ckk, jawab dong Rey. Jangan buat gue malu di depan cewe ini," Bisik orang dihadapan Rey itu, seraya menyenggol lengannya.

"Udah? " Ucapnya dingin.

Ara menaikkan sebelah alisnya. Panjang lebar temannya itu bertanya, dan dia hanya mengucapkan kata 'udah?' bahkan itu tidak menjawab pertanyaan temannya sama sekali - Batin Ara.

"Lo urus cewe ini. Tugas gue masih banyak," Ucap lelaki  bernama Rey itu lalu meninggalkan Ara dan temannya.

"Maaf ya. Rey orangnya emang kaya gitu, agak sensi kalau disinggung soal cewe. Btw kenapa lo ga baris,upacara udah dimulai tuh," Kata lelaki itu.

Ara sejenak berpikir, "Sebenernya aku murid baru. Tadinya mau nyari temen aku, tapi malah ga ketemu dan berakhir muter muter gajelas gini deh," Kata Ara seraya terkekeh.

Lelaki itu mengangguk mengerti,"Ohh murid baru. Kelas berapa? " Tanyanya lagi.

"Sebelas"

"Mipa atau Ips? " Tanyanya lagi. Lelaki ini agak kepo juga ya ternyata.

"Mipa kayaknya"

Ia mengerutkan keningnya, "Kok kayaknya? " Tanyanya lagi.

Ara menghembuskan napasnya, "Kan belum tau dapet kelas mana,"

Lelaki itu terkekeh, "Hehe sorry banyak tanya. Ya udah kalau gitu lo baris aja dimana lo mau, kalau butuh apa apa lo bisa panggil gue," Ucapnya.

"Oke thanks " Ucapku sambil tersenyum.

Upacara pertama yang begitu melelahkan. Dari sekian banyak amanat singkat mengapa harus memilih amanat panjang? Tidak senangkah melihat murid murid berdiri sebentar di tengah lapang?

Ara mengambil tas yang ia simpan di kursi koridor kelas. Melihat teman teman yang lain asik bercanda gurau, Ara pun melangkahkan kakinya dengan sangat malas. Benar benar merasa terasingkan batinnya. Ia pun berjalan sambil menundukkan kepala. Entah kemana ia harus melangkah, biarlah kaki jenjangnya yang menentukan. Namun tiba tiba,

Dukk

"Aww shh," Ringis Ara ketika keningnya menabrak sesuatu. Sesuatu yang keras tetapi terasa berdetak?

"Kalau jalan jangan nunduk. Mata itu digunain buat liat kedepan bukan liat ke bawah," Suara itu. Suara yang Ara dengar pertama kali di sekolah ini. Ara pun mendongakkan kepalanya seraya mengusap pelan keningnya yang terasa berdenyut nyeri.

Ara menggelengkan kepalanya, "Kenapa harus lo lagi sih? Pusing kepala gue ketemu lo terus," Ucap Ara sebal. Mood nya sedang buruk, malah dihadapkan dengan penyebab mood nya buruk.

"Harusnya lo berterima kasih sama gue. Lihat di depan lo," Ucapnya seraya menunjuk sesuatu. Pandangan Ara mengikuti arah telunjuknya.

"Ada lubang kecil yang pasti kalau lo ga hati hati lo pasti jatuh ke lubang itu," Ucapnya lagi. Elusan dikening Ara seketika berhenti.

Ara melihat ada lubang persegi panjang yang didalamnya terdapat pipa air, tidak cukup dalam memang, tapi jika tidak hati hati pasti akan jatuh cukup dalam. Tapi tunggu, dia berbicara 'lo-gue' bukannya tadi pagi dia bicaranya formal, dan sekarang dia tiba tiba berubah. Aahh sudahlah kepala Ara benar benar pusing memikirkannya.

"Oke thanks udah ngelindungin gue dari lubang itu," Ucap Ara menatap lelaki itu.

Lelaki itu memutar bola matanya, "Gue ga ngelindungin lo ya! " Jawabnya tegas. Lah terus tadi apa? Jadi polisi berdiri gitu? Benar benar tidak habis pikir dengan jalan pikirannya - Batin Ara.

"Ya terus apa? Nubruk gue? Ga kan?" Ucap Ara dengan nada agak tinggi.

Dia menatap mata Ara sepersekian detik. Dan setelah itu, dia pergi meninggalkan Ara tanpa mengucapkan kata.

"Ehh lo mau kemana!? " Teriak Ara melihat lelaki itu menjauh.

Dan yang dituju pun tak memperdulikannya. Aneh memang, ada manusia seperti itu di dunia ini.

"ARA!" Teriak dua orang memanggil nama Ara secara bersamaan. Ara mencari sumber suara itu dan ia tersenyum melihat siapa yang ia temukan. Ara berlari, mendekati kedua orang itu. Dan langsung saja, Ara memeluk keduanya erat. Cukup lama mereka berpelukan hingga tak sadar jika banyak yang memperhatikan.

"Ra apa kabar? Lo cantik banget sumpah," Ucap sahabat Ara yang bernama Kezia.

Ara tersenyum, "Lo juga makin cantik Ke. Lo juga Na, pangling banget gue sama lo,"

Gadis yang dipanggil Na pun mengelus tangan Ara, "Lo kemana aja sih Ra. Kita nyariin lo sampe muter muter nih sekolah, ehh lo nya malah ga ketemu" Ucap Navisha

Ara terkekeh, "Yang ada gue yang nyariin lo berdua, udah kaya anak hilang yang lagi nyari emaknya gue,"

"Lebay lo mah, yuk ke kelas.  Gue udah nanya ke Pa Imran kalau lo sekelas sama kita berdua," Ucap Kezia memberitahu.

Ara tersenyum sumringah, "Serius lo, kita bertiga sekelas lagi!? "

Kezia menganggukan kepalanya, "Serius lah, masa gue tega nipu sahabat gue yang baru aja balik dari luar negeri ini,"

"Bisa aja lo mah" Ara terkekeh.

Mereka bertiga pun berjalan menuju kelas. Sepertinya, beban pikiran Ara mulai berkurang satu per satu.

To be Continue

✍️ Revisi : 02 Juli 2020

𝐑 𝐄 𝐘 𝐕 𝐀 𝐑 𝐀 | END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang