Part 30 : Kecewa

1.8K 79 3
                                    

"Sebelum mengambil keputusan lalu akhirnya menyesal. Lebih baik tanyakan lalu pikirkan"

Happy reading

Ara mengecek kembali lembar jawaban yang ada di tangannya. Setelah merasa yakin akan jawaban jawaban yang ia pilih, ia menyimpan kertas tersebut di meja guru yang menugaskannya. Ara baru saja menyelesaikan ulangan susulannya karena minggu lalu ia tidak masuk sekolah satu hari. Entah mengapa tubuhnya tidak fit kala itu.

Ara menggandeng tas di pundaknya. Seraya melangkah dari ruang guru, Ara membuka handphone-nya untuk memesan ojek online. Namun sebuah notifikasi berhasil menghentikan langkahnya, ralat bukan sebuah notifikasi, namun puluhan notifikasi.

Ara melihat jam yang terletak disudut ponselnya. Pukul 16.55. Ya Tuhan! Ara benar benar kalang kabut saat ini. Reynand mengirimkannya pesan pada pukul 14.10, dan memintanya untuk datang ke taman kompleknya. Itu artinya hampir 3 jam yang lalu, apakah Reynand masih menunggunya? Ara akan benar benar merasa bersalah jika itu benar

Secepat mungkin Ara berlari keluar sekolah. Dengan sekali tekan ponselnya sudah menghubungi Reynand, berharap Reynand bisa memaklumi keterlambatannya.

Ketika hendak keluar dari gerbang sekolah, Varo melihat Ara yang tampak gelisah.

"Lo kenapa? " Ara berbalik dan melihat Varo sedang menaiki motornya.

"Bisa tolong anter gue ga? please urgent!" Ara menyatukan kedua telapak tangannya, dan Varo pun langsung mengangguk.

"Gue anter kemana? " Varo yang melihat kecemasan di wajah Ara pun tak bisa berbasa basi

"Komplek Bumi Asri, lo ikutin aja arahan gue," Varo mengangguk mengerti, sementara Ara masih sibuk menelfon kekasihnya.

"Angkat dong Rey!" Lirih Ara ketika berkali kali nomornya tak diangkat.

"Lo berantem sama dia? " Varo bertanya dan sesekali menatap Ara dari balik kaca spion.

"Bisa cepetan dikit ga?" Ara tak menjawab perkataan Varo, fokusnya hanya pada Reynand saat ini.

Motor Varo melaju kencang, dan sama sekali tidak memperhatikan jalanan dan orang yang melintas di jalan tersebut.

Citttt!

Ara mengontrol nafasnya. Degup jantungnya benar benar bergemuruh saat ini. Matanya masih syok akibat rem dadakan yang dilakukan oleh Varo.

Varo memarkirkan motornya dan langsung menghampiri seorang anak kecil yang sedang terduduk seraya menutup wajahnya. Varo menghembuskan napasnya lega, tidak terdapat luka ataupun lecet di tubuh anak itu.

"Adek ngapain dipinggir jalan? Untung adek ga kenapa napa," Varo menetralkan keterkejutannya. Dan adik itu pun menoleh.

"Aku lagi ngejar bola itu ka," Anak kecil itu menunjuk bola yang tergeletak di samping motor Varo.

"Nih, main bolanya hati hati ya. Jangan main di pinggir jalan, cari tempat yang aman okey, " Varo menyerahkan bola itu seraya mengusap rambutnya dan anak kecil itu pun berdiri lalu pergi.

Varo berbalik dan mendapati Ara yang tengah merangkung lengannya, seolah ketakutan?

"Hei, lo gapapa kan? " Ara tersentak ketika tangan Varo menyentuhnya.

"Eng-engga papa ko, anak kecil itu mana?" Ara menengok ke depan motor Varo, namun anak kecil itu sudah tidak ada.

"Lo keasikan ngelamun sih, anak itu udah balik main bola lagi lah," Varo menjawab terkekeh lalu menaiki motornya dan Ara pun mengikuti pergerakan Varo.

"Tetep mau ke tempat tadi? " Ara lagi lagi tersentak, hampir saja ia melupakan tujuannya bertemu Reynand.

"Iya iya cepetan!"

Reynand memasukkan ponselnya ke saku celananya. Jam sudah menunjukan pukul 17.25, sudah berjam jam ia duduk sendirian disini dan selama itu pula tidak ada tanda tanda kedatangan seorang Ara. Bahkan pesannya pun hanya dibaca oleh, sudah cukup membuktikan bahwa ia tidak terlalu berarti bukan?

Reynand tersenyum miris, pikiran negatifnya mulai teringat akan Varo. Sosok yang akhir akhir ini membuat keretakan dalam hubungannya dengan Ara. Ia ingat, ketika Varo memasuki area sekolah ketika murid murid lain justru pergi meninggalkan sekolah.

Apa Ara sedang bersama Varo? Itulah pikiran negatif nya sedari tadi. Memikirkan banyak kemungkinan kemungkinan lain yang membuatnya semakin pusing, Reynand melangkahkan kakinya mantap meninggalkan taman yang sudah menjadi saksi bisu, mirisnya seorang Reynand hari ini.

Jika mobil Reynand sudah melenggang pergi meninggalkan area taman. Lain halnya dengan motor Varo yang baru saja tiba di taman. Ara langsung berteriak menyerukan nama Reynand tatkala matanya melihat dekorasi taman saat ini.

Air matanya menetes tanpa ia sadari. Mulutnya kini terbungkam, tak mampu untuk menyerukan nama orang yang sudah mempersiapkan ini semua untuknya.

Kini bukan lagi tetesan air mata yang turun di pipi Ara, namun isakan tangis yang terdengar jelas oleh siapapun yang melihat keadaan Ara saat ini.

"Sutss jangan nangis," Bukannya berhenti menangis, Ara justru semakin menangis sesegukan. Katakan ia cengeng, namun kenyataannya ia telah mengecewakan orang yang ia sayangi.

"Gu-gue harus apa sekarang?" Ara mencoba menghapus air matanya, tak seharusnya ia menangis di hadapan orang yang baru ia kenal, walaupun Varo bukan orang jahat, namun ia tetap saja ia baru mengenal Varo.

"Coba lo telfon dia," Ara langsung mengambil ponselnya dan langsung mendial nomor Reynand.

Air mata lagi lagi menetes. Berkali kali Ara mencoba menghubungi Reynand, namun yang ia dapat hanya nada dering dari operator di seberang sana.

"Kemana sih," Geram Ara seraya menghapus kasar air matanya.

"Mau datengin rumahnya? " Tawaran Varo membuat Ara yang masih bermata sembab pun mendongak.

"Percuma kalau kesana sekarang, Reynand pasti gaakan mau denger penjelasan gue" Ara mengucek hidungnya berkali kali.

"Terus mau nunggu hari esok gitu? Lo yakin bisa lewatin malam ini dengan tenang? " Ara hanya mampu menghembuskan nafasnya.

"Entahlah, gue bener bener bingung sekarang," Ara mendudukan tubuhnya disalah satu kursi. Hatinya kecilnya kembali tercubit setelah mencium aroma Reynand di kursi ini. Ia yakin, berjam jam lamanya Reynand duduk disini dengan gelisah menunggunya.

"Udah gelap, gue anter lo pulang ya," Ara tak bergeming. Tanpa mengucapkan apapun ia menganggukkan kepalanya lesu.

Tak ada pilihan lain selain pulang. Ia butuh menenangkan hati dan pikirannya. Semoga saja keberuntungan berpihak padanya esok.

Sama halnya dengan Ara. Reynand pun tak kalah frustasi, bahkan lebih frustasi. Ia meremas rambutnya berkali kali, memukul mukul stir mobilnya hingga tangannya memar, dan berulang kali berteriak memekikan.

"Kamu buat aku ragu Ra," Dalam sekali lempar, handphone milik Reynand telah melayang entah kemana. Sebuah snapgram adik kelasnya benar benar membuat Reynand geram. Dilayar pipihnya tadi, terpampang nyata kekasihnya sedang berboncengan dengan lelaki lain. Dan ia benci itu

To be Continue

✍️ Revisi : 11 Juli 2020

𝐑 𝐄 𝐘 𝐕 𝐀 𝐑 𝐀 | END Where stories live. Discover now