Chapter 1

107K 3K 37
                                    

"Briiii!" Teriak Nara kesal.

"Gak usah teriak." Seorang pria masuk kedalam kamar dengan menggunakan pakaian kantornya, Nara malu melihat suaminya yang sudah rapih sedangkan dirinya masih bergelung dengan selimut tebalnya.

"Bisa gak sih kalo main gak usah dikasih tanda kayak gini?!" Sewot Nara.

"Saya berhak atas diri kamu, jadi jangan membantah." Pria yang bernama Brian itu pergi begitu saja, meninggalkan Nara yang sedang kesal kerena ulahnya.

"Saya berhak atas diri kamu." Gerutu Nara mengikuti ucapan Brian, setelah Brian keluar dari kamar Nara langsung bergegas untuk membersihkan diri.

Nara Zamora, seorang wanita yatim piatu yang beruntung bisa dipertemukan dengan Brian Jian Leonardo.
Keduanya menikah tanpa ada perasaan, Nara juga bingung kenapa seorang Brian yang sempurna bisa memilihnya untuk dijadikan istri dan yang lebih bingungnya lagi kenapa dirinya mau menikah dengan Brian, Nara dan Brian sudah menjalani pernikahan enam bulan lamanya.
Satu hal yang selalu membuat Nara sedih, yaitu pernikahannya dengan Brian yang diadakan secara sembunyi, dan Nara sama sekali tidak tahu siapa keluarga Brian yang sebenarnya.

Jika mengingat hal itu Nara selalu saja berfikir bahwa Brian malu mempunyai istri sepertinya, tapi berhubung Nara adalah wanita yang pintar menutupi kesedihannya, jadilah sampai sekarang Nara masih bisa bertahan dengan Brian.

"Untung suami sendiri." Keluh Nara, sejak tadi Nara tidak berhenti mengoceh sendiri karena kesal pada Brian. Bagaimana tidak kesal kalau ditubuhnya banyak kissmark yang dibuat oleh Brian semalam.

"Jangan ngambek, cepet tua baru tau rasa kamu." Cetus Brian saat Nara menuruni anak tangga menuju ruang televisi.

Nara tidak menanggapi ucapan suami dinginnya itu, dari awal menikah sampai sekarang suaminya itu tidak pernah berubah, selalu seperti ini kaku dan dingin.

Nara menonton televisi dan melihat bayi yang sangat lucu, Nara ingin sekali segera mempunyai anak, pasti anaknya akan tampan seperti ayahnya.

"Nyonya, tuan meminta nyonya untuk sarapan."

"Hmm."

Tanpa basa-basi Nara langsung pergi kemeja makan dan pastinya sudah ada Brian di sana, sungguh Nara malas jika harus sering berdebat dengan Brian, Karena itu sama saja membuang-buang waktu Nara.

"Makan dengan benar." Ujar Brian saat melihat Nara yang makan dengan terburu-buru.

"Brian bagaimana kalau kita memiliki seorang anak? Pasti sangat cute sekali bukan?" Ucapan Nara tiba-tiba, menghentikan aktivitas Brian yang sedang makan.

"Tidak akan ada anak di rumah ini."

Nara bisa melihat rahang Brian yang mengeras, Nara bingung apa salahnya memiliki seorang anak? Toh Nara pun tidak keberatan untuk mengandung dan melahirkany.

"Sepasang suami istri pasti menginginkan hal itu bukan? Ada apa denganmu?!" Rupanya Nara sedikit terpancing emosi, sampai-sampai meninggikan suaranya di depan Brian.

"Sudah saya bilang tidak ya tidak!!" Sentak Brian.

"Apa alasannya?"

"Karena saya tidak ingin mempunyai anak dari rahim mu!"

Perkataan Brian mampu membuat Nara meneteskan air mata, Nara langsung pergi meninggalkan meja makan menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar Nara menangis sambil menggulung dirinya dengan selimut tebal, semenjijikan itukah dirinya, sampai-sampai Brian tidak sudi memiliki anak dari rahimnya.

***

Brian bekerja dengan tidak fokus akibat memikirkan Nara, Brian pikir Nara tidak akan menangis, mengetahui sifat Nara yang selalu ceria dan tidak terlalu terbawa hati.

Tidak ada sedikit niat pun untuk Brian menyakiti hati Nara, Brian hanya tidak ingin Nara terlalu berharap, Brian tidak ingin nantinya anaknya akan mempunyai nasib yang sama sepertinya.

"Selamat siang Mr. Jian ada yang ingin bertemu." Ucap Dion, sekertaris sekaligus orang kepercayaan Brian.

"Siapa?"

"Seorang wanita."

Brian mengangguk bertanda menyuruh wanita itu masuk, saat melihat siapa wanita yang dimaksud, Brian langsung menatapnya dengan tajam, beraninya wanita itu muncul dihadapannya lagi, setelah meninggalkan Brian yang waktu itu sangat mencintainya.

"Long time no see babe." Wanita itu mendekati Brian, dan langsung memeluk tubuh Brian dengan mesra.

"Apa kau merindukanku?"

"Lepaskan tangan kotormu dari tubuhku!" Sentak Brian.

"What's wrong? Aku ini kekasihmu."

"Cih! Kekasih katamu? Jangan harap Tania, aku sudah muak dengan semua omong kosong yang sering keluar dari mulut busuk mu itu, dan ingat satu hal diantara kita sudah tidak ada lagi hubungan apa-apa, jadi jangan pernah ganggu kehidupan ku!" Brian berkata dengan tenang tetapi penuh penekanan.

Sedangkan wanita bernama Tania itu hanya diam mematung mendengar ucapan Brian, Brian sudah tidak mempercayainya, lagi bagaimana Tania bisa menjalankan rencananya?

Tiba-tiba ponsel Brian berdering menandakan adanya panggilan masuk, Brian langsung mengangkat nya setelah melihat nomor rumah yang tertera dilayar kacanya.

"Hallo tuan."

"Ada apa?"

"Nyonya Nara tidak sadarkan diri di kamarnya."

Tut.

Brian langsung memutuskan panggilan dan bergegas pulang, mendengar kabar Nara yang tidak sadarkan diri di kamarnya,  meninggalkan wanita yang bernama Tania itu sendiri, Brian tidak peduli dengan wanita itu, saat ini tujuannya ada pada istrinya yang tentu saja Brian cintai itu.

Brian yang notabenenya seorang CEO leon's itu tidak biasa bepergian dengan seorang supir, alias lebih suka mengendarai kendaraannya sendiri, dan saat ini Brian sedang fokus menyetir supaya cepat sampai di rumahnya.

"Sial!" Maki Brian.

Bagaimana bisa jalanan yang luas bisa macet seperti ini padahal ini belum jam pulang atau berangkat kerja, dengan keahliannya yang tidak biasa Brian menyelip ke kanan dan kiri untuk keluar dari area kemacetan itu, dan bisa dijamin saat ini Brian sudah sampai di depan rumah megah miliknya.

"Dimana Nara?"

"Di kamarnya tuan."

Brian langsung lari menuju kamarnya yang ada di atas, untung pelayanannya sudah memanggil dokter pribadi Brian, jadi Brian bisa lebih tenang, dan saat ini dokter Jeremy masih memeriksa keadaan Nara yang belum sadar.

"Gimana?"

"Istri lo kayaknya lagi tertekan, terus juga seharian ini belum ada makanan yang masuk ke perutnya, jadi lo harus bisa jaga istri lo yang sering sakit ini, gue permisi ya anak gue lagi sakit nih."

"Iya, thanks ya."

Jeremy Anderson adalah seorang dokter sekaligus sahabat Brian, sebenernya bukan hanya Jeremy sahabat Brian karena masih ada Jack Matteo dan Marko Wiliam yang sedang sibuk dengan bidang pekerjaannya masing-masing.

Brian menaiki ranjang dan memposisikan dirinya disamping Nara, wajah yang selalu Brian tatap secara diam-diam ini begitu pucat, dan suhu badannya sedikit menghangat, siapa sangka di balik sikap Brian yang dingin, dan tak tersentuh itu tersimpan cinta untuk istrinya yang begitu dalam.

"Maafkan saya, saya tahu kamu sakit hati atas ucapan yang saya katakan tadi pagi, bukan maksud saya menyakiti hati kamu, hanya saja saya tidak ingin anak kita mempunyai nasib yang sama seperti saya."

Brian memeluk Nara dan memejamkan matanya sebentar hanya untuk menghilangkan penat yang bersarang di pikirannya.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now