Chapter 20

37.2K 1.1K 38
                                    

Hari demi hari rumah tangga Nara dan Brian semakin dingin, bahkan setelah mereka makan malam di luar beberapa bulan yang lalu tidak merubah apapun. Nara belum mendengar Brian meminta maaf padanya, soal perkataan Brian yang menyakiti hati Nara sewaktu di kantor, di tambah lagi minggu-minggu ini Brian sering meninggalkan Nara ke luar kota, bahkan luar negeri karena alasan pekerjaan.

Nara tidak bisa mencegah Brian untuk pergi, karena itu sudah menjadi kewajiban Brian sebagai seorang direktur di perusahaannya.

Belakangan ini Nara menjadi sering menangis karena merindukan Brian, dan yang membuat Nara bahagia hari ini adalah, nanti malam kepulangan Brian dari Bogor.

"Nyonya, kapan tuan Brian akan pulang?" Tanya Sinta.

"Nanti malam."

"Wah kalau gitu, nyonya tidak akan sedih lagi setelah tuan pulang."

Nara hanya tersenyum mendengar ucapan Sinta, ucapan Sinta benar. Nara tidak mungkin sedih kalau Brian selalu ada disampingnya.

Nara sangat mencintai Brian, dan begitupun sebaliknya. Tapi Nara merasa jika ada penghalang ditengah-tengah mereka, dan menjadikan rumah tangga Nara dan Brian tidak sehangat dulu.

Dengan langkah gontai, Nara pergi ke taman yang ada di belakang rumahnya. Nara duduk di kursi taman, yang akhir-akhir ini menjadi kegiatan favoritnya.

"Udaranya sejuk sekali," ujar Nara.

Nara menghirup udara segar di pagi hari, memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali.

"Permisi nyonya, hari ini saya mau izin keluar untuk bertemu dengan teman saya," ujar Sinta yang tiba-tiba datang.

Nara melihat ke arah Sinta yang berbicara di belakangnya, Nara memicingkan matanya menatap Sinta. Nara curiga dengan Sinta yang akhir-akhir ini sering sekali meminta izin keluar, dan alasannya untuk bertemu teman.

"Apakah teman yang sama?" Tanya Nara.

"I–iya nyonya."

"Baiklah, jangan terlalu lama," ucap Nara.

Setelah Sinta pergi, Nara juga beranjak dari taman menuju kamarnya untuk bersiap pergi ke rumah sakit. Untuk memeriksa keadaan tubuhnya yang belakangan ini kurang baik, dan Nara akan pergi dengan menggunakan taksi.

Nara sangat beruntung karena ada taksi yang lewat saat dirinya baru saja keluar dari gerbang rumahnya, Nara menikmati perjalanan menuju rumah sakit. Dan entah kenapa Nara merasa sangat bahagia saat ini.

"Sudah sampai Bu," ujar sang sopir taksi.

"Terimakasih pak," ucap Nara.

Nara turun dari taksi tepat didepan rumah sakit, tanpa menunggu lagi Nara langsung memasuki rumah sakit tersebut dan mencari salah satu dokter. Karena sebelum datang Nara sudah membuat janji dengannya,

"Maaf, bisa tolong beritahu saya dimana ruangan dokter Dina?" Tanya Nara pada salah satu perawat.

"Mari ikut saya Bu," ujar sang perawat.

Nara mengikuti perawat itu, sampai akhirnya ia sampai disalah satu ruangan dokter yang bernama Dina.

"Terimakasih," kata Nara.

"Sama-sama, saya permisi Bu," pamit perawat itu.

Nara langsung masuk ke dalam ruangan dokter Dina, dan rupanya dokter Dina sudah menunggunya sejak tadi.

"Maaf dok saya baru datang jam segini," ujar Nara sedikit terkekeh karena keterlambatannya.

"Tidak masalah Bu, kita langsung cek aja ya."

"Iya dok."

Nara mengikuti dokter masuk kedalam ruang pemeriksaan, dan dokter menyuruh Nara untuk berbaring di atas brankar yang ada di ruangan itu.

Nara merasa sangat tegang saat dokter mengoleskan sesuatu di atas perutnya, meskipun ini bukan pertama kalinya bagi Nara. Tapi tetap saja ada rasa takut yang terselip didalam dirinya.

Setelah selesai, Nara duduk kembali di kursi dokter Dina yang terdapat di luar ruang pemeriksaan tadi. Dengan sedikit gemetar Nara menunggu hasil pemeriksaannya.

"Tidak usah tegang Bu," ujar dokter Dina dengan sedikit candaan.

"Saya hanya sedikit gemetar dok."

"Baiklah, saya rasa ibu tidak memiliki penyakit yang serius. Dan gejala yang ibu rasakan belakang ini juga bukan karena ibu sakit, melainkan ibu sedang mengandung."

Nara terkejut mendengar penjelasan dari dokter Dina, Nara juga tidak berpikir kesana kalau dirinya hamil. Nara menangis terharu saat mendapati dirinya hamil lagi, dan ini sungguh anugerah yang sangat Nara sayangi.

"Saya hamil dok?" Tanya Nara tidak percaya.

"Iya, dan usia kandungannya sudah memasuki dua bulan. Sekali lagi selamat ya Bu."

Nara mengucapkan banyak terimakasih pada dokter Dina, setelah menebus obat dan vitamin Nara buru-buru pulang ke rumah. Brian pasti akan sangat bahagia mendengar kabar baik ini, Nara berharap kejadian dulu tidak terulang lagi untuk yang kedua kalinya.

"Selamat datang nyonya," sapa Sinta.

Nara tidak menggubris Sinta, tapi bibir Nara selalu tersenyum. Dan itu membuat Sinta ikut tersenyum.

"Tolong bersihkan rumah sekarang ya, jangan sampai ada debu yang masih menempel. Saya tidak mau ada kuman yang berkeliaran." Ujar Nara.

"Baik nyonya."

Nara sengaja menyuruh Sinta untuk membersihkan rumah, agar lingkungan rumahnya menjadi bersih dan sehat. Nara melakukannya juga untuk bayi yang ada di dalam kandungannya saat ini.

***

Nara memakan makan malamnya tidak berselera, Nara tidak sabar menunggu Brian pulang.

"Nyonya baik-baik saja?" Tanya Sinta.

"Hanya sedikit pusing."

"Lebih baik nyonya istirahat, lagipula tuan mungkin akan pulang larut malam."

Nara membenarkan ucapan Sinta, mungkin Nara harus cepat istirahat. Dan besok saat Nara membuka matanya, Brian sudah berada didepan matanya.

Nara memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan beristirahat, Nara membaringkan tubuhnya dengan perlahan.

"Selamat datang di rahim mama sayang, mama harap kamu akan menemani mama dan papa sampai maut memisahkan."

"Sekarang kita tidur ya, nanti besok kita ketemu sama papa." Ucap Nara mengajak bayi yang ada dalam kandungannya berbicara, dan setelahnya Nara tertidur pulas.

Entah sudah berapa jam Nara tertidur, tapi saat jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari Nara terbangun karena merasa haus. Nara melihat nakas yang kosong, biasanya Sinta menaruh air putih di situ tapi sekarang tidak ada.

Dengan terpaksa Nara turun menuju dapur untuk mengambil minum, Nara melihat pintu kamar Sinta yang terbuka. Nara bertanya-tanya apa Sinta belum tidur jam segini?

Nara melihat ke dalam kamar Sinta, tapi tidak ada yang punya kamar di dalamnya. Nara memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan kembali tidur, tapi saat melihat lantai tiga. Nara melihat lampu ruang kerja Brian menyala, Nara tersenyum senang melihatnya karena pasti suaminya itu sudah pulang.

Dengan perlahan Nara menaiki tangga yang langsung menuju lantai tiga, berhubung tangga yang menuju lantai tiga ini sangat tinggi, jadi Nara sering berhenti di tengah anak tangga itu. Dan setelahnya baru Nara melanjutkan langkahnya.

Dengan semangat Nara melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang kerja Brian, yang kebetulan pintunya terbuka, namun seketika senyum Nara hilang, digantikan dengan air mata yang langsung mengalir dari mata indahnya.

"Brian! Sinta! Apa yang kalian lakukan?!" Teriak Nara histeris.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now