Chapter 3

60K 2.3K 21
                                    

Pagi yang cerah ini menjadi pagi yang berat bagi Nara, yang harus mengalami morning sickness terus-menerus, Nara yang belum terbiasa dengan mual di pagi hari ini membuat tubuhnya menjadi lemas tak berdaya.

"Nyonya apa sebaiknya saya memanggil dokter Jeremy saja?"

"Tidak usah."

"Anda harus sembuh nyonya, karena sebentar lagi tuan akan datang ,dan tuan pasti marah besar jika tahu nyonya sedang sakit."

"Aku yang akan memberi tahu kalau aku baik-baik saja, sekarang kau boleh keluar."

"Baik nyonya."

Nara membaringkan tubuhnya di atas ranjang dengan nyaman, dia memikirkan apakah harus memberi kabar tentang kehamilannya pada Brian atau tidak. Nara tidak mau terus menutupi kehamilannya dari Brian, tapi Nara takut jika Brian tidak mau mengakui bayi yang ada dikandungnya.

"Maafkan mama sayang."

Nara mengelus perutnya dengan lembut karena tidak ingin menyakiti bayinya, lama kelamaan mata Nara mulai tertutup, dan masuk kedalam mimpinya.

Sedangkan di luar rumah sudah ada Brian yang baru saja sampai, "Selamat datang tuan." Sambut Esme yang melihat Brian baru saja sampai di pintu utama.

"Dimana Nara?"

"Di kamarnya tuan."

Brian menaiki satu persatu tangga dengan berlari, karena tidak sabar untuk melihat wajah cantik yang sudah lama ia rindukan itu, senyum Brian mengembang saat melihat bidadari nya yang tertidur di bawah gulungan selimut tebal.

"I miss you babe.." Brian mengecup bibir Nara dengan lembut dan singkat.

Brian baru menyadari wajah Nara yang pucat, setelah beberapa lama memandang wajah istrinya itu, bagaimana bisa para pelayannya itu membiarkan Nara sakit tanpa memanggil dokter, dan tanpa memberitahukan nya.

"Egh... Eh kamu udah pulang." Ucap Nara yang baru saja bangun dari tidur lima menit nya itu.

"Hmm, kalau sakit periksakan diri mu, aku tidak mau penghuni rumah ini ada yang penyakitan." Ucap Brian dengan dingin, dan tentunya membuat hati Nara sedikit sakit, apa lagi keadaan Nara yang sedang hamil membuatnya semakin sensitif.

"I-iya." Jawab Nara.

Nara sadar Brian tidak mungkin bisa menerima dirinya menjadi istri sungguhan, dan Nara sangat ingin sekali lepas dari hidup Brian, tapi Nara tidak bisa karena Nara sudah terlanjur mencintai Brian.

"Besok kita ke Bali." Ucap Brian.

"Kita?"

"Kamu dan saya."

Nara hanya mengangguk, setelah Brian pergi ke kamar mandi Nara cepat-cepat membereskan penampilannya yang baru saja bangun tidur, sebenarnya kepala Nara sedikit pusing gara-gara tidurnya hanya sebentar.

Nara berpegangan pada dinding kamar, saat ingin menyiapkan pakaian ganti untuk Brian yang masih ada di dalam kamar mandi, dengan tangan gemetar Nara berjongkok demi meredam pusing pada kepalanya.

"Sedang apa?" Tanya Brian saat keluar dari kamar mandi, dan mendapati Nara yang sedang berjongkok sambil menekan kepalanya.

"Maaf Bri, aku belum menyiapkan baju." Ujar Nara tidak menatap ke arah Brian.

"Saya bertanya kau sedang apa?!"
Brian mendekati Nara saat tidak ada respon darinya, Brian khawatir melihat Nara yang memejamkan matanya dan membukanya kembali.

"Ma-maaf." Dengan sedikit kekuatan Nara bangkit dari jongkok nya, dengan tangan yang masih setia memegang kepalanya, baru satu langkah Nara berjalan dan hampir saja terjatuh, jika tidak ada Brian yang menangkap tubuh mungil Nara.

"Terimakasih." Ujar Nara.

Brian tidak melepaskan Nara begitu saja, melainkan membawa Nara untuk duduk kembali di atas ranjang, walau bagaimanapun Brian tidak mungkin membiarkan Nara sakit, karena itu sama saja membuat dirinya ikut sakit.

"Brian!" Panggilan Nara.

"Hmm."

"Boleh aku minta sesuatu?" Tanya Nara.

"Apa?"

"Tolong hari ini saja kamu jangan membentak aku, aku kurang enak badan."

"Baiklah."

Nara menghembuskan nafasnya dengan lega, setidaknya anak yang ada dalam kandungannya tidak tertekan untuk hari ini, karena tidak akan mendengar bentakan kasar dari Brian.

***

Hoek.. Hoek..

Nara terus memuntahkan isi perutnya ke dalam plastik yang baru saja Nara dapat dari Brian, sekarang Nara dan Brian sedang berada di perjalanan menuju hotel milik Brian, yang berada di Bali untuk menginap beberapa hari.

Brian tidak tega melihat Nara yang tidak berdaya di sampingnya, Brian menyangka Nara mabuk perjalanan karena sempat menaiki pesawat tadi.

Nara menyesal dengan keputusannya yang mengikuti Brian ke sini, seharusnya ia tolak, karena menaiki pesawat dengan keadaan kehamilannya yang masih rentan sungguh membahayakan janin yang ada dalam kandungannya.

Tanpa sadar Nara memegang lengan Brian dan meremasnya, karena menahan sakit pada perutnya, Brian yang sadar apa yang di lakukan Nara langsung melihat kondisi wajah Nara yang dari tadi menunduk.

Di situ Brian bisa melihat mata sayu Nara yang memandangnya, dan bibir pucat Nara yang sedikit bergetar.

"Kamu kenapa?" Tanya Brian.

Nara tidak menjawabnya karena kepalanya sudah mulai berputar, dan pandangannya mulai mengabur.

"Heyy!" Brian menepuk wajah Nara, yang sebentar lagi akan menutup matanya.

"Sakit." Lirih Nara.

"Di mana yang sakit?" Brian tidak bisa tinggal diam melihat Nara yang terus kesakitan.

Nara menunjuk perutnya agar Brian mengerti, tapi rupanya Brian tidak mengerti jika Nara menunjuk perutnya yang sakit.

"Pak bisa lebih cepat tidak?!!" Sentak Brian.

Nara sudah tidak kuat lagi dengan sakit di perutnya sampai meneteskan air matanya, Nara takut terjadi sesuatu pada janin yang ada di dalam kandungannya.

Dengan sekuat tenaga Nara menahan sakit itu sampai tiba di hotel, dan Brian langsung memanggil dokter untuk segera menangani Nara yang sudah tidak berdaya.

Setelah meminum obat dari dokter tadi, Nara sudah mulai membaik, dan bersyukur karena tidak terjadi sesuatu pada janinnya, sebelum dokter wanita tadi yang memeriksanya keluar, Nara berpesan untuk tidak memberitahukan Brian tentang kehamilannya, dengan alasan ingin menjadikan kehamilannya ini sebuah hadiah, dan dokter tersebut percaya.

"Masih sakit?" Tanya Brian saat memasuki kamar hotel yang di tempati nya dengan Nara.

"Lebih baik." Ujar Nara.

"Maaf."

Mendengar ucapan Brian yang meminta maaf padanya membuat Nara bingung, Brian tidak mempunyai salah apapun pada Nara, dan jika pun ada Nara pasti sudah memaafkannya.

"Untuk?"  Tanya Nara.

"Untuk semuanya, sikap saya yang selalu kasar dan selalu membentak kamu, sikap saya yang membuat kamu sakit hati dan...."

"Aku sudah memaafkannya."

"Terimakasih." Brian memeluk Nara dengan perasaan cintanya yang tidak di ketahui oleh Nara.

"Sama-sama." Nara membalas pelukan Brian dengan antusias, Nara berharap ini adalah awal yang baik untuk rumah tangganya ke depan, karena Nara sangat mengharapkan Brian menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidupnya.

Senyum terbit dari bibir Brian yang begitu manis, sama seperti Nara. Brian pun menginginkan keluarga yang bahagia, dan ia akan membuatnya bersama Nara untuk yang pertama dan terakhir.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now