Chapter 44

39K 838 5
                                    

Pagi ini Nara menyiapkan pakaian kerja untuk Brian dan pakaian sekolah untuk Leon, Leon sudah mulai bersekolah di salah satu taman kanak-kanak yang ada di kotanya, Brian dan Leon akan berangkat bersama karena arah kantor Brian dan sekolah Leon satu arah.

Nara melangkahkan kakinya menuju dapur berniat membuatkan bekal untuk Brian dan Leon.

"Ma Leon mau di antar mama sekolahnya!" Seru Leon dari kamarnya.

Tak lama anak itu turun dan mendatangi Nara yang ada di dapur, Nara yang sudah selesai menyiapkan bekal itu, melihat ke arah anaknya yang sudah berseragam rapi.

"Kan Leon udah berangkat sama papa." Kata Nara.

"Tapi hari ini Leon mau sama mama."

"Mama gak bisa sayang, perut mama sudah sering sakit sejak semalam. Jadi Leon berangkat bareng papa aja ya," ucap Nara sehalus mungkin.

"Kalo mama gak mau nganterin Leon, mending Leon nggak usah sekolah sekalian!"

"Gak boleh gitu dong sayang, ya udah iya mama antar sekolahnya." Ujar Nara yang akhirnya mau mengantar Leon sekolah.

Leon bersorak gembira, Lalu Leon berlari ke atas kembali ke kamarnya untuk mengambil tas sekolahnya. Saat Leon turun ternyata bocah itu tidak sendirian, melainkan dengan Brian yang sudah terlihat tampan mengenakan pakaian kantornya.

"Pagi sayang," sapa Brian.

"Pagi."

Nara memasukkan bekal pada jinjingan kecil untuk di bawa Brian ke kantor, dan memasukkan bekal satunya lagi ke dalam tas Leon.

Brian hanya memperhatikan istrinya yang kelihatan sangat susah dengan perut besarnya, sesekali istrinya meringis lalu mengelus perutnya. Dan itu sudah terjadi sejak semalam.

"Kamu tidak usah mengantar Leon ya, aku khawatir sama kamu." Ujar Brian yang tidak tega melihat Nara yang sering kesakitan.

"Gak papa, lagian kan berangkatnya bareng kamu."

"Iya, tapikan aku harus berangkat ke kantor setelah mengantar Leon."

"Aku bisa naik taksi sendiri kok pulangnya." Ujar Nara.

"Tidak usah, biar aku yang mengantar kamu pulang setelah mengantar Leon."

"Oke." Ujar Nara.

Nara memakaikan tas ransel pada Leon dan memakaikan jas pada Brian, setelah itu mereka berangkat menuju sekolah Leon terlebih dahulu.

Sepanjang perjalanan, Nara merasakan perutnya yang semakin sakit. Nara mencoba menahannya sampai Leon turun dari mobil, karena sudah sampai di depan sekolahnya.

"Terimakasih mama papa, Leon masuk ya daaah." Ujar Leon memasuki sekolahnya sambil melambaikan tangan nya.

"Daah sayang," ucap Nara.

Brian kembali memutar mobilnya untuk mengantarkan Nara pulang, tapi Nara lebih dulu memegang lengan Brian, dan menyuruh suaminya segera menuju rumah sakit.

"Brian kita langsung ke rumah sakit saja, aku sudah tidak tahan. Perut aku sakit sekali." Ujar Nara sambil meringis memegangi perutnya yang katanya sudah sangat sakit.

Brian langsung panik saat Nara mengatakan kalau perutnya sudah sakit, itu artinya anak Brian akan keluar sebentar lagi.

"Kita ke rumah sakit yang mana sayang?" Tanya Brian panik.

"Yang biasa Brian! Pake nanya lagi." Kesal Nara.

"Ya maklum sayang, aku kan lagi panik."

Nara tidak lagi menanggapi ucapan Brian, karena saat ini Nara sedang berusaha mengatur napasnya agar sakit di perutnya sedikit berkurang.
"Astaga sakit sekali Brian!" Ujar Nara ingin menangis.

"Tahan sayang sebentar lagi kita sampai, kamu jangan nangis dong," ucap Brian tidak tega melihat Nara yang kesakitan.

"Sakit hiks."

Nara tidak bisa menahan tangisnya lagi, rasanya benar-benar sakit. Dan ini adalah kali pertama Nara merasakan sakitnya orang yang ingin melahirkan, mengingat dulu saat Nara melahirkan Leon dalam keadaan tidak sadar.

Mobil Brian berhenti tepat di depan pintu masuk rumah sakit tersebut, Brian langsung menggendong Nara dan segera membawanya ke ruang bersalin.

Dokter Nayla yang akan langsung menangani persalinan Nara, mengatakan kalau Nara akan melahirkan beberapa menit lagi, dan Brian tidak terima dengan ucapan dokter Nayla melihat Nara yang sudah sangat kesakitan.

"Beberapa menit lagi pak, anda harus sabar dan jangan buat istri anda semakin tegang." Ujar dokter Nayla.

Mau tidak mau Brian harus menunggu beberapa menit lagi untuk kelahiran anak keduanya.

"Ssssh, Brian ini sakit sekali!"

"Sabar ya sayang."

Brian mencoba memberikan Nara kekuatan dengan menggenggam tangan istrinya, dan memberikan kecupan-kecupan kecil di dahi Nara yang sudah di penuhi keringat.

Semakin lama, rasa sakit yang Nara rasakan semakin kuat. Dan akhirnya dokter Nayla datang dengan para perawat yang akan membantu Nara melahirkan.

"Ibu Nara siap?" Tanya dokter Nayla.

"Siap dok," saut Nara dengan suara kecilnya.

"Tolong pak Brian terus menyemangati istrinya, jangan membiarkan mata ibu Nara terpejam ya pak."

"Iya dok."

Dokter mulai memberi instruksi pada Nara agar mengikuti arahannya, sudah beberapa kali Nara mengejan tapi belum ada kemajuan juga. Dokter Nayla pun berusaha semaksimal mungkin agar bayi Nara cepat keluar.

"Bri aku capek," ujar Nara.

"Kamu harus semangat sayang, sebentar lagi anak kita lahir. Kamu pasti bisa." Ujar Brian menyemangati Nara.

"Satu kali lagi ya Bu," ucap dokter Nayla.

Mendengar ucapan dokter membuat Nara bersiap-siap untuk mengejan, dan kali ini Nara mengejan dengan sekuat tenaga sampai...

Oek.. oek.. oek..

Bayi perempuan yang sangat cantik telah lahir ke dunia, Nara dan Brian berucap syukur saat suara bayi menggema di seluruh ruangan itu.
Dokter menyuruh Brian keluar, karena mereka harus membersihkan Nara dan bayinya.

***

Nara memandang wajah putri cantiknya yang ada di dalam dekapannya, wajah anak keduanya kali ini mirip dengannya walaupun ada sedikit bagian wajah Brian.

"Cantik ya," ujar brain yang berdiri tepat di samping brankar Nara.

"Iya, semoga dia menjadi anak yang bisa berguna bagi semua orang nantinya."

"Pasti ya sayang," ujar Brian yang mengambil putrinya dari dekapan Nara, dan menciumi pipi anaknya dengan gemas.

"Mama papa!" Seru Leon yang masuk ke dalam ruangan Nara bersama Dion.

Leon langsung naik ke atas brankar dan duduk di samping Nara yang sedang berbaring, mata anak laki-laki itu langsung tertuju pada bayi perempuan yang ada di gendongan Brian.

"Pa itu siapa?" Tanya Leon penasaran.
Brian membawa bayi perempuan itu mendekat ke arah Leon, saat Leon melihat wajah bayi itu matanya langsung berbinar.

"Mukanya mirip mama!" Seru Leon histeris.

"Itu adik kamu sayang," ujar Nara yang tersenyum melihat ekspresi wajah Leon.

"Asiiik! Adik bayinya udah lahir!" Seru Leon dengan wajah yang terlihat sangat senang, Leon mendekati wajah adiknya dan membisikkan sesuatu entah apa itu, yang pasti Brian dan Nara tidak mengerti dengan tingkah laku anak sulungnya itu.

"Leon bisikin apa ke adiknya?" Tanya Nara.

"Rahasia dong ma, ini antara abang dan adik," ujar Leon yang mengundang gelak tawa kedua orang tuanya.

"Ada-ada saja anak kamu itu sayang," cetus Brian.

"Anak kamu juga loh sayang, oh iya kamu mau kasih nama siapa buat dia?" Tanya Nara, mengingat anak perempuannya belum di beri nama.

"Zeena Leonardo."

***

Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang