Chapter 12

36.4K 1.1K 5
                                    

"Pagi sayang." Sapa Brian pada Nara.

"Pagi." Ketus Nara.

Nara segera beranjak dari tempat tidurnya untuk segera mandi, dan menyiapkan sarapan untuk Brian, sejujurnya Nara masih marah dengan Brian karena Brian belum menceritakan tentang suara desahan itu.

Setelah menyelesaikan acara mandinya, Nara langsung menuju ke dapur tanpa mempedulikan Brian yang terus memperhatikannya ke sana-kemari, hari ini mood Nara sedang tidak baik untuk diajak mengobrol.

Saat sedang memasak, Nara dikagetkan oleh tangan Brian yang melingkar di perut buncitnya, ingin Nara lepaskan tapi pelukan Brian terlalu erat.

"Kau bisa menyakitinya Brian." Desis Nara.

"Kamu kenapa sih?"

"Lepaskan pelukannya! Kalau tidak akan aku celupkan tanganmu kedalam minyak panas!" Ancam Nara.

"Astaga tega sekali istri cantikku ini." Goda Brian.

"Ish." Nara tidak suka jika Brian menggodanya, apalagi sekarang Nara sedang tidak ingin berbasa-basi.

Nara segera menyajikan sarapan yang sudah beresnya ke meja makan, menyodorkan sepiring nasi goreng pada Brian, dan setelahnya Nara memakan sarapannya dengan diam.

Brian juga memakan sarapannya dengan diam, karena percuma saja jika terus menanyai Nara pasti tidak akan dijawab, mungkin istrinya itu sedang dalam mood tidak baik, jadi Brian memberi Nara waktu untuk tenang dulu.

Setelah selesai sarapan, Brian meninggalkan Nara sendiri yang masih memakan sarapannya, karena hari ini Brian harus menemui rekan bisnisnya yang datang dari luar kota.
Tadinya Brian ingin meminta bantuan pada Jack, untuk menemui tamu itu tapi rupanya Jack sedang sibuk juga, jadilah pagi ini Brian berangkat ke kantor.

Setelah selesai mandi, Brian sudah memakai pakaian kantornya dengan rapi, saat sudah ingin berangkat Brian melihat Nara yang sedang menangis di meja makan.

"Kenapa?" Tanya Brian menghampiri Nara

Bukannya menjawab Nara malah berlari masuk kedalam kamar, Brian tidak bisa mengejar Nara karena sebentar lagi dia akan terlambat masuk kantor, ya walaupun Brian pemilik perusahaan itu tapi Brian tidak mau jika disebut tidak disiplin oleh karyawannya.

Dengan berat hati Brian meninggalkan Nara, yang sedang menangis di kamarnya, tapi sebelum benar-benar berangkat ke kantor, Brian menitipkan Nara pada Esme dan mewanti-wanti Esme untuk menenangkan Nara.

"Jahat! Brian gak peduli sama aku hiks, katanya cinta huaaa!" Nara menangis kencang gara-gara Brian tidak mengejarnya.

Nara tidak suka sikap Brian yang seperti itu, Nara ingin Brian menanyakan apa masalahnya pada Nara, ya walaupun pasti tidak akan dijawab oleh Nara, tapi Nara ingin Brian terus bertanya padanya, tidak seperti tadi yang meninggal Nara begitu saja.

Nara memberhentikan tangisnya saat mendengar suara ribut-ribut di bawah, Nara langsung mengecek keluar, dan melihat Esme yang tidak sadarkan diri dengan luka sayatan dilehernya. Nara tidak percaya melihat semua ini.

"Waah ternyata cucuku sudah akan lahir ke dunia ya haha."

Nara membalikkan badannya, dan melihat pria paruh baya dan beberapa anak buah di belakangnya, saat mata pria itu mengarah pada perut buncitnya, Nara langsung memeluk perutnya.

"S-siapa kalian!" Seru Nara.

"Apa kalian yang membuat Esme seperti ini?!" Teriak Nara.

"Tidak usah banyak bicara, tangkap perempuan itu." Titah pria itu pada anak buahnya.

Nara berlari sekencang mungkin untuk menghadiri anak buat pria itu, tapi sialnya kaki Nara tersandung sudut meja ruang tamu, jadi mau tidak mau Nara terjatuh, dan dengan mudahnya para anak buah pria itu menangkap Nara.

"Lepaskan aku brengsek! Lepaskan!" Nara memberontak untuk dilepaskan, tapi tenaga pria yang menangkapnya ini sangat kuat.

Saat orang itu membawanya Nara tidak mampu berbuat apa-apa, Nara tidak mau mengambil resiko kalau terjadi sesuatu yang buruk pada kandungannya. Bisa saja orang-orang yang membawanya menyakiti calon anaknya jika Nara terus memberontak.

Nara pasrah, saat salah satu anak buah pria paruh baya itu mengikatnya di ruangan tanpa pentilasi, Nara ditinggal sendirian di ruangan itu dengan dada yang mulai sesak, Nara menangis sedih saat merasakan bayi dalam kandungannya menendang tak karuan.

***

Brian sedang menjalani meeting penting, bersama rekan kerjanya dari luar kota, tapi entah kenapa perasaan Brian tidak tenang sejak meninggalkan rumah tadi.

"Terimakasih pak Brian, presentasi anda sangat bagus dan memuaskan. Senang bisa bekerjasama dengan anda." Ucap rekan bisnisnya.

"Sama-sama pak, terimakasih juga sudah jauh-jauh datang kesini untuk kepentingan kerjasama ini." Ujar Brian.

"Kalau gitu saya langsung pamit, karena masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan," pamit orang itu.

Saat rekan kerjanya sudah keluar dari ruangan, Brian memutuskan untuk kembali ke ruangannya juga, dengan malas Brian membanting tubuhnya di sofa yang ada di ruangannya. Brian mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dan mencoba menghubungi Esme untuk menanyakan apakah Nara sudah baik-baik saja, atau masih menangis seperti terakhir Brian lihat.

Brian mengerenyitkan dahinya heran, tumben sekali Esme tidak bisa dihubunginya, biasanya Esme selalu sigap jika Brian menghubunginya.

"Apa Esme masih menenangkan Nara?" Tanya Brian pada dirinya sendiri.

Brian akhirnya kembali mengerjakan pekerjaannya yang masih lumayan menumpuk, mungkin beberapa menit lagi Brian bisa menghubungi Esme, dan semoga Nara sudah baik-baik saja, dan saat Brian pulang nanti Nara sudah mau berbicara dengannya.

Pintu ruangan Brian diketuk dari luar, saat Brian menyuruh orang itu masuk, ternyata Tania lah yang mendatangi ruangannya.

"Ada perlu apa kau datang kesini?!" Sentak Brian.

"Baru saja aku datang, kamu sudah tidak sabar mengetahui alasan aku kesini, tentu saja aku ingin menemui calon suamiku ini," dengan tidak tahu malunya Tania memeluk Brian begitu saja, dan dengan kasar Brian menghempaskan tubuh Tania.

"Sudah saya katakan untuk tidak menggangu hidup saya lagi! Tidak usah bersandiwara di depan saya hanya untuk mendapatkan harta, wanita jalang sepertimu bisa saja menjual diri, pasti kau akan cepat mendapatkan harta." Ucap Brian dengan tega.

"Kamu memang pandai menyakiti hati orang lain Brian, bahkan istri tercintamu saja sering menangis karena sikap bajinganmu itu. Aku berharap saat kau pulang ke rumah, istrimu masih ada dan baik-baik saja." Ujar Tania disertai senyum liciknya.

"Istriku akan baik-baik saja, pergi dari sini sebelum saya memanggil petugas keamanan untuk mengusir kamu dari sini."

Brian terus menatap Tania sampai wanita itu keluar dari ruangannya, entah kenapa Brian sangat benci saat melihat Tania, belum lagi Brian akan mengingat pria tua bajingan yang sampai sekarang Brian benci.

Brian menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, mungkin sekarang Brian bisa menghubungi Esme untuk menanyakan Nara. Lagi dan lagi Brian mengernyitkan dahinya bingung kenapa Esme susah sekali dihubunginya.

Brian meninggalkan pekerjaannya untuk segera pulang ke rumah, dan mengetahui langsung keadaan Nara.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang