Chapter 35

46.9K 1.1K 6
                                    

Mendengar pertanyaan Nara membuat Brian tersenyum, dan Brian yakin ini adalah kesempatannya untuk bisa kembali bersama Nara.

"Iya, aku sangat mengharapkan kita bisa kembali bersama," ujar Brian.

"Aku juga inginnya seperti itu, tapi rasanya itu sangat tidak mungkin Brian. Entah harus berapa kali aku memikirkan soal perceraian ini, aku sudah muak hidup bersamamu tapi hati ini menginginkan tetap tinggal bersamamu. Urus perceraian kita lebih cepat, agar aku tidak perlu lagi membingungkan mu."

Perkataan Nara benar-benar membuat Brian sakit hati, Nara seakan-akan memberikan harapan palsu kepada Brian, yang jelas-jelas mengharapkan perceraian ini tidak terjadi.

"Jika tidak ingin kembali, untuk apa kau bertanya seperti itu. Cukup diam dan surat cerai akan datang besok pagi, kau tinggal menandatangani surat itu dan menjalani beberapa sidang lalu semuanya selesai." Ujar Brian.

"Baiklah," ucap Nara, lalu kembali membereskan berkas-berkas Brian, yang akan di pindahkan ke apartemennya.

***

Pagi ini Nara dan Brian sedang duduk di ruang keluarga yang ada di rumah Nara, ya sekarang sudah menjadi rumah Nara karena, Brian baru saja pindah ke apartemennya.

"Aku sudah tanda tangan di situ, sekarang giliran kamu yang menandatanganinya." Ujar Brian menyodorkan surat yang selama ini Nara inginkan.

Tanpa ragu Nara menandatangani surat cerai itu, dan Brian tidak ingin melihatnya karena itu cukup membuat hati Brian sakit.

"Berapa kali kita harus menjalani sidangnya?" Tanya Nara.

"Dua sampai tiga kali persidangan, kamu tidak usah datang jika ingin perceraian ini berjalan dengan cepat." Ucap Brian.

"Baiklah."

Baru saja Brian ingin beranjak dari sana, Nara menahannya.

"Kamu tidak ingin bertemu Leon?" Tanya Nara.

"Tidak, lain waktu saja, lagi pula aku ada pekerjaan kantor yang tidak bisa di tunda pagi ini." Ujar Brian, lalu pergi begitu saja.

Nara yang mendengar Brian menolak bertemu dengan Leon, membuat hatinya sedikit sakit, Brian lebih memilih pekerjaannya dari pada Leon anaknya sendiri.

Setelah Brian pergi Nara kembali masuk ke dalam kamarnya, untuk menemani Leon yang sedang tidur, saat memasuki kamar Nara melihat Leon yang sudah membuka matanya .

"Anak mama udah bangun ya sayang, aduh sini mama gendong nak," ujar Nara sambil menggendong buah hatinya.

"Leon kenapa bangun? Kan baru sebentar tidurnya, Leon denger suara papa jadi kebangun ya nak."

"Maaf ya, papa Brian belum bisa ajak Leon main, karena papa lagi sibuk sayang." Ucap Nara memberi pengertian untuk anaknya.

Nara melihat bibir Leon yang sudah di tekuk ke bawah, dan itu artinya sebentar lagi Leon akan menangis.

"Uusst sayangnya mama gak boleh nangis sayang, kan Leon bisa main sama mama."

Dan benar saja, bayi itu menangis sedih seakan-akan di tinggal oleh orang tuanya. Nara berusaha menenangkan Leon dengan cara terus menimangnya, beginilah jika Leon terlalu dekat dengan Brian, susah untuk di tinggal.

Sedangkan di lain tempat, Brian sedang mengendarai mobilnya menuju kantor. Brian tidak benar-benar mempunyai urusan yang penting, Brian hanya belum siap melihat Leon, yang sebentar lagi akan mempunyai keluarga yang tidak utuh.

"Maafin papa sayang," lirih Brian.

Beberapa menit kemudian Brian sampai di kantornya, seperti biasa Dion selalu membantu Brian dalam mengerjakan urusan kantor. Mengingat akhir-akhir ini Brian tidak terlalu fokus dalam pekerjaan, karena memikirkan tentang penceraian nya dengan Nara.

Dan sekarang Brian sudah tidak memiliki harapan untuk bisa kembali bersama Nara lagi, semuanya sudah berakhir saat Brian dan Nara sama-sama menandatangani surat perceraian itu.

"Selamat pagi tuan," sapa Dion.

"Pagi Dion, apa saja agenda saya hari ini?" Tanya Brian.

"Hari ini anda ada meeting bersama pak Darius tuan."

"Darius?"

"Betul tuan."

Setelah memberitahu agenda Brian hari ini, Dion pergi dari ruangan Brian. Sedangkan Brian merasa malas jika harus bertemu dengan laki-laki bernama Darius itu.

Tapi mau tidak mau Brian harus bersikap profesional dalam hal pekerjaan seperti ini, Brian akan langsung menuju ruang meeting setelah Dion membereskan berkas-berkas penting yang akan di bawa untuk meeting.

Saat sudah sampai ruangan meeting, Brian melihat Darius sudah ada di sana.

"Selamat datang tuan Brian yang terhormat," sapa Darius.

"Selamat datang juga pak Darius."

"Tujuan saya ke sini bukan melancarkan kerjasama kita yang sudah berjalan beberapa bulan lalu, tapi saya ke sini ingin menyudahi kerjasama kita. Saya tidak sudi bekerjasama dengan orang seperti anda tuan Brian." Ujar Darius menyampaikan maksudnya.

"Syukurlah kalau kau sendiri yang menyudahi kerjasama ini, kau yang meminta dan kau juga yang mengakhirinya. Saya sama sekali tidak rugi dengan keputusan anda, jadi saya terima pemutusan kerja sama ini. Dan silahkan angkat kaki dari kantor saya." Ujar Brian mengusir Darius.

"Sebentar, saya belum selesai berbicara tuan Brian. Ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan, kau sudah memenjarakan adik saya dan saya akan membalasnya. Ingat itu." Ancam Darius.

Darius pergi meninggalkan ruangan meeting, sedangkan Brian menggeram marah mendengar ancaman Darius. Brian sama sekali tidak takut dengannya, hanya saja Brian tidak suka dengan cara Darius yang mengancamnya seperti ini.

"Sialan! Memangnya dia saja yang bisa mengancam seperti ini!" Seru Brian.

Dengan wajah yang terlihat masih menahan emosi, Brian meninggalkan kantornya menuju salah satu kantor polisi tempat Tania di tahan di sana.

Dengan kecepatan kilat Brian sudah sampi di kantor polisi tersebut, tanpa menunggu lama lagi Brian segera masuk ke dalamnya.

Brian meminta izin kepada polisi yang menjaga sel untuk bertemu dengan Tania, dengan alasan ingin menjenguk perempuan itu.

Sekarang Brin dan Tania sudah duduk saling berhadapan, di sebuah kursi yang biasa di jadikan tempat orang menjenguk tahanan, Brian menatap Tania dengan tatapan tajamnya.

"Brian maafkan aku, aku benar-benar menyesal telah melakukan itu pada istrimu. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan ku lagi," ujar Tania dengan tulus.

"Kamu memang tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi, tapi Darius yang akan melakukan itu. Ingat Tania! Jika terjadi sesuatu dengan keluarga ku, apalagi dengan istri dan anakku. Aku tidak akan segan-segan membunuh mu saat itu juga."

Tania tertegun mendengar ucapan Brian, Tania memang sudah tidak ingin bersama Brian lagi, dan sudah menyesali kesalahan yang ia lakukan dulu. Jika Darius benar-benar melakukan sesuatu pada keluarga Brian, Tania tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah.

"Jangan lakukan itu Brian, aku masih ingin hidup dengan tenang tanpa menggangu kamu dan keluarga mu," ucap Tania memohon.

"Hidup dan mati mu ada di tangan Darius!"

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now