Chapter 11

36.3K 1.3K 2
                                    

"Terimakasih Esme," ucap Nara saat Esme mengantarkan sarapan untuknya.

"Nyonya harus menghabiskan semuanya, supaya nyonya tidak lemas."

Setelah itu Esme keluar dari kamar Nara untuk mengerjakan pekerjaan yang lain, sedangkan Nara tidak memakan sarapannya karena tidak berselera. Nara masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi semalam, dan bahkan pagi ini Brian belum pulang.

Nara memutuskan untuk kembali berbaring ditempat tidurnya karena merasa lelah, lelah dengan apa yang terjadi saat ini di dalam hidupnya. Entahlah saat ini Nara merasa tidak punya gairah untuk menjalani hidupnya.

"Tidak biasanya kau bermalas-malasan seperti ini."

Nara sedikit terkejut dengan kedatangan Brian, tapi Nara mencoba menahan diri supaya tidak berbicara dengan Brian, karena jika itu terjadi Nara pasti akan lepas kontrol.

"Kau sakit?"

Nara lebih memilih memejamkan matanya daripada harus melihat Brian, astaga Nara sudah sangat ingin menangis sekarang.

Nara mendengar suara pintu tertutup dan itu artinya Brian keluar dari kamarnya, Nara merasakan sakit yang amat sangat di hatinya saat mendengar suara Brian tadi. Suara yang pastinya menyebutkan nama wanita lain semalam.

Sedangkan di luar Brian sedang mencari sosok Esme di dapur, untuk menanyakan apa saja yang Nara lakukan selama dirinya tidak ada di rumah, "Esmeeee!" Seru Brian.

Tidak berapa lama Esme datang dengan tangan yang masih membawa alat kebersihan, "iya tuan?"

"Apa saja yang Nara kerjakan selama saya tidak ada?"

"Seperti hari-hari biasanya tuan," Bohong Esme.

"Tidak ada yang kau sembunyikan?" Curiga Brian.

"Tidak tuan."

Brian meninggalkan Esme untuk kembali ke kamarnya, Brian tidak tahu apa yang Nara sembunyikan darinya. Yang jelas saat ini Nara sedang tidak baik-baik saja.

"Nara."

Brian mencoba menyentuh punggung Nara, tapi Nara sudah lebih dahulu menepis tangan Brian.

"Ck, jangan bersikap kekanak-kanakan Nara!"

Dengan emosi yang sudah menggebu Nara membalikkan badannya, dan langsung menampar Brian dengan kencang, dadanya naik turun karena menahan emosi dan menahan tangisnya.

"Kamu yang kekanak-kanakan Brian, kamu! Kamu terlalu banyak mengkhianati aku. Bermalam dengan wanita lain, sedangkan di rumah kamu sudah punya istri yang nunggu kamu pulang apa itu tidak kekanakan?! Apa salah aku sama kamu sampe kamu terlalu sering bikin aku sakit hati! Apa salah aku Brian! Apa?!" Teriak Nara melupakan semua isi hatinya.

"Apa ini tujuan kamu menikahi aku? Hanya untuk membuat aku terus-menerus merasakan sakit hati? Kalo begitu ceraikan aku Brian ceraikan aku!" Nara terduduk lemah di atas ranjang, dengan air mata yang sudah mengalir deras.

"Lihat! Siapa yang kekanakan sekarang, Siapa?! Dengan seenaknya kamu meminta cerai, apa kamu tidak tahu kalo saya sakit hati mendengar kata itu keluar dari mulut kamu? Apa kamu tidak sadar kalo selama ini saya sangat mencintai kamu! KAMU TIDAK MENGERTI POSISI SAYA SAAT INI NARA!"

Brian terlalu emosi sampai-sampai mengungkapkan perasaannya pada Nara yang selama ini Brian simpan, menurut Brian ini terlalu cepat, tapi semuanya sudah terlanjur. Sedangkan Nara tercengang mendengar pengakuan dari Brian tadi, sampai rasanya tidak percaya, jika Brian yang selama ini selalu memperlakukannya dengan tidak baik itu mencintainya.

"Aku sangat mencintaimu Nara, sungguh," lirih Brian yang terduduk di lantai.

Selama ini Brian tidak memikirkan Nara yang pasti sakit hati atas perilakunya, tapi itu jalan satu-satunya untuk Brian agar bisa melindungi Nara.

"Maafkan aku," ujar Brian.

Melihat Nara yang sepertinya tidak akan merespon ucapannya, Brian memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Brian lebih memilih masuk ke ruang kerjanya untuk membiarkan Nara menenangkan diri.

***

Dari pagi hingga malam hari ini, Nara tidak berbicara sedikitpun pada Brian dan begitupun sebaliknya, untuk saat ini mungkin Nara ingin meyakinkan hatinya jika Brian benar-benar mencintainya. Nara tidak mau pertengkaran ini terulang lagi, dan Nara sungguh merutuki dirinya sendiri saat mengatakan kata cerai pada Brian. Sungguh pagi tadi Nara hilang kendali, sampai mengatakan kata yang tidak sama sekali ia inginkan.

"Nyonya, tuan menyuruh saya mengambil pakaiannya, karena besok pagi tuan akan berangkat ke luar kota," ucap Esme yang baru saja memasuki kamar Nara dan Brian.

"Kenapa tidak ambil sendiri?"

"Tuan tidak ingin mengganggu nyonya yang sedang beristirahat."

"Dimana Brian?"

"Diruang kerjanya, nyonya."

Dengan perut yang sudah membuncit Nara turun dari ranjang, dan menghampiri Brian yang ada di ruang kerjanya, Nara sedikit kecewa karena Brian tidak membujuknya saat sedang marah tadi.

Nara melangkah mendekati Brian, yang sedang sibuk dengan berkas-berkas yang ada di mejanya, sampai Nara masuk pun Brian tidak menyadarinya.

"Brian."

Brian yang sedang fokus itu kaget, melihat Nara yang yang berdiri di depannya.

"Kamu belum tidur?" Tanya Brian lalu mendekati Nara.

Nara tidak menjawab pertanyaan Brian dan malah menatap Brian dengan tajam, Brian yang ditatap seperti itu jadi tidak yakin jika wanita hamil di depannya ini adalah istrinya. Perlahan Brian menyentuh wajah Nara dan Brian merasa ini asli istrinya.

"Kamu Nara?"

Plakk, Nara menampar pipi Brian tapi tidak terlalu kencang.

"Kamu pikir aku hantu!" Seru Nara.

"Maaf, abisnya mata kamu begitu."

Baru saja Brian ingin kembali ke meja kerjanya tapi ditahan oleh Nara, Brian membalikkan badannya untuk menghadap Nara, dan disambut pelukan hangat dari sang istri.

"Maafin aku ya."

"Kamu tidak salah, saya yang salah disini."

Brian melepas pelukan Nara lalu mengecup bibir istrinya sekilas, tapi Nara menahan tengkuk Brian, Brian menyesal memancing Nara, karena Brian tidak akan kuat jika harus menahan hasratnya.

"Hentikan," ucap Brian dengan suara seraknya.

"Kenapa?"

"Ini sudah malam, kamu harus istirahat, tidak baik tidur terlalu larut untuk kesehatan kamu, dan calon anak kita."

Mendengar perkataan Brian membuat pipi Nara merah merona, sekarang Brian tidak hanya memperhatikan bayi yang ada di dalam kandungan Nara saja, tapi memperhatikan Nara juga, dan itu sungguh membuat Nara yakin bahwa Brian benar-benar mencintainya.

"Ayok tidur," ajak Nara.

"Kamu ngajak saya tidur? Emang udah gak ngambek lagi?" Ledek Brian.

"Ish Brian ayoook," rengek Nara.

"Baiklah, kamu yang memaksa saya hehe."

Brian menggandeng Nara menuju kamarnya, yang terletak persis disamping ruang kerja Brian, sebelum tidur Brian mengelus perut istrinya dengan lembut.

"Brian."

"Iya?"

"Semalem kamu tidur sama perempuan mana?" Tanya Nara dengan nada sendunya.

Deg

Brian kaget Nara bertanya seperti itu, Brian masih sangat ingat jika semalam dirinya tidur di rumah Jack, dan tidak tidur dengan perempuan manapun.

"Saya menginap dirumah Jack, saya tidak mungkin tidur dengan wanita lain."

"Bohong, waktu aku hubungi ponsel kamu, yang ngangkat perempuan yang lagi mendesah gitu!" Ucap Nara dengan ngegass.

"Besok akan saya jelaskan, sekarang kita tidur."

"Okey."

***

Hidden Marriage (SELESAI)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant