Chapter 14

32.9K 1.1K 2
                                    

"Cepat geledah semua ruangan, cari Nara sampai ketemu!" Seru Brian.

Atas bantuan Nicholas, seorang detektif dengan kejeniusan yang tinggi, Brian dapat menemukan tempat dimana Nara diculik, dan dugaannya benar, tentang siapa orang yang menculik istrinya, siapa lagi kalau bukan Thomas Eduardo terkutuk itu.

Brian datang bersama Dion, Nicholas, Jack, dan Marko. Sahabat Brian yang selalu membantunya dalam kesulitan.

"Brian kau cek di lantai atas," titah Nicholas.

Brian berjalan cepat ke lantai atas, melewati tangga yang sedikit usang, saat melewati satu ruangan Brian mencium bau alkohol yang sangat menyengat, entah dorongan dari mana Brian memasuki ruangan itu, ruangan yang cukup gelap, tapi Brian masih bisa melihat apa saja yang ada di dalamnya.

"Nara?!"

Brian bisa melihat tubuh istrinya yang tergeletak disana, dengan cepat brain merengkuh tubuh Nara.

"Aku datang sayang," lirih Brian, Brian menyingkirkan rambut Nara yang menghalangi wajah wanita itu, dan saat melihat wajah istrinya Brian tidak bisa menahan emosinya.

Ada beberapa lebam di wajah Nara, dan sudut bibir yang terdapat darah kering, hati Brian merasa diremas-remas melihat kondisi istrinya yang menyedihkan ini.

"Bertahan sayang, bertahanlah," ujar Brian, Lalu Brian keluar dari ruangan itu untuk segera membawa Nara kerumah sakit.

"Astaga, luka Nara sangat parah sekali!" Seru Marko yang melihat Brian berlari membawa Nara menuju mobilnya.

"Kalian pulanglah, saya akan membawa Nara ke rumah sakit," titah Brian.

Dengan pikiran yang tidak karuan, Brian mencoba mengemudikan mobilnya dengan tenang, karena Brian tidak ingin mengambil resiko, sepanjang perjalanan Brian selalu melihat ke arah Nara.

Saat sudah sampai rumah sakit, Brian langsung memanggil semua dokter dan perawat untuk segera menangani Nara, setelah Nara masuk ke ruang ICU Brian hanya bisa terduduk pasrah di lantai dekat kursi tunggu.

"Jika terjadi sesuatu dengan keduanya, saya akan membalas kalian semua!!" Seru Brian.

Tanpa Brian sadari air mata mengalir dari sudut matanya, Brian sungguh tidak tahu harus berbuat apa saat ini, Brian kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga Nara dengan baik.

"Sialan!!" Maki Brian.

Saat pintu ruang ICU terbuka, Brian langsung mendekati dokter yang keluar dari sana.

"Bagaimana keadaan istri dan anak saya dok?!" Tanya Brian tidak sabaran.

"Anda suami pasien?"

"Iya dok saya suaminya! Kalau bukan ngapain saya disini!" Sentak Brian.

"Mari ikut keruangan saya pak."

Astaga kenapa dokter ini sangat bertele-tele_rutuk Brian dalam hati, mau tidak mau Brian mengikuti dokter itu.

"Begini pak, sekarang keadaan istri anda sedang kritis, dokter dan para perawat sedang memberikan penanganan terbaiknya untuk pasien, tapi bayi yang ada di dalam kandungannya harus segera dikeluarkan pak, karena bayinya sudah tidak bernyawa alias sudah meninggal. Jadi tolong bapak tandatangani surat persetujuan operasi ini, dan segera bapak bayar uang administrasinya." Ucap dokter itu menjelaskan kondisi Nara saat ini.

Sedangkan Brian tidak bisa mencerna dengan baik, apa yang dimaksud dokter bahwa bayinya sudah meninggal, Brian tidak bisa menerima ini, Brian tidak ikhlas jika calon anaknya menjadi korban atas kejadian ini.

"Meninggal dok?! Calon anak saya kuat dok, dia tidak mungkin meninggal! Anda jangan asal bicara dok, saya bisa menjebloskan anda ke penjara!" Ucap Brian dengan emosi.

"Saya tidak mengada-ada pak, silahkan anda tanya pada dokter lain yang menangani istri anda saat ini." Ucap dokter itu dengan sabar.

Tanpa permisi Brian keluar dari ruangan dokter itu, tapi saat mengingat sesuatu Brian kembali masuk ke dalam ruangan dokter tadi.

"Dokter saya akan tanda tangani persetujuan operasi ini, tapi tolong selamatkan istri saya dok." Ucap Brian lemah.

"Baik pak, kami akan berikan yang terbaik untuk pasien."

"Terimakasih."

Brian meninggalkan ruangan itu, dan kembali menunggu di depan ruang ICU, selama Nara sedang menjalankan operasi, Brian hanya termenung memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya, bahkan yang ditakutkan Brian terjadi sebelum anaknya lahir ke dunia.

"Jika begini caramu menghancurkan saya, kau berhasil, saya sangat hancur saat ini, tapi lihat nanti bagaimana saya menghancurkanmu lebih dari ini." Lirih Brian.

Berjam-jam Brian menunggu proses operasi Nara, ada rasa tidak terima saat darah dagingnya pergi dan meninggalkannya. Brian tidak tahu apa reaksi Nara saat mengetahui anak yang paling diinginkannya pergi untuk selama-lamanya.

Dokter keluar dari ruangan itu, dan memberitahukan pada Brian kalau operasinya sudah selesai dan berjalan dengan lancar, Brian menghembuskan napasnya lega, tapi setelahnya setetes bening mengalir dari sudut matanya.

Sebelum melihat Nara yang akan dipindahkan keruang rawat inap, Brian terlebih dahulu melihat jasad anaknya.

Di sana Brian bisa melihat anaknya yang sudah dikeluarkan dari rahim Nara, perlahan Brian mendekati brankar yang menopang tubuh kecil anaknya.

Brian menatap bentuk tubuh anaknya yang sudah sempurna, walaupun kulitnya masih sangat merah, Brian bisa melihat jenis kelamin anaknya yang ternyata seorang laki-laki, astaga! Brian tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar.

Semua bentuk wajahnya sama persis seperti Brian, hanya saja bibir bayi itu menurun pada Nara, Brian menyentuh kulit bayinya yang sangat lembut dan rapuh.

"Maafin papa sayang, seharusnya kamu masih tinggal di perut mama sekarang." Isak Brian.

"Tuhan lebih sayang sama kamu nak."

Dengan berat hati Brian meninggalkan anaknya untuk melihat keadaan Nara saat ini, sepanjang koridor rumah sakit tak henti-hentinya air mata Brian mengalir.

Brian berjalan lemas ke ruang rawat Nara, membuka pintu dengan perlahan, melangkah mendekati brankar istrinya.

Bekas lebam yang masih ada di wajah Nara belum juga hilang, Brian menggenggam tangan Nara yang bebas dari jarum infus.

"Maafin aku sayang, seharusnya aku tidak meninggalkan kamu saat itu." Lirih Brian.

"Cepat sembuh, kita balas orang-orang itu, kita musnahkan mereka yang sudah membunuh anak kita," Isak Brian.

Brian mengecup kening Nara, lalu pergi meninggalkan ruangan itu untuk memastikan sesuatu.

***

"Cepat sialan!" Seru Thomas pada anak buahnya.

Thomas kesal dengan anak buahnya yang membawa kemudi dengan sangat lambat sekali, jika sudah aman mungkin Thomas akan biasa-biasa saja, tapi saat ini Nicholas dan anak buahnya sedang mengejarnya.

Thomas tahu siapa Nicholas, detektif yang tidak bisa dianggap remeh, karena kejeniusannya yang melewati batas.

"Kau kenapa sayang?" Tanya Tania pada Thomas.

"Nicholas dan anak buahnya sedang mengejar kita." Ujar Thomas.

"Apa? Bagaimana bisa, bukannya kita tidak meninggalkan jejak?"

Thomas kesal mendengar pertanyaan dari Tania yang mengganggu, belum lagi sejak tadi Tania sibuk bermain game di ponselnya saja.

"Tidak usah banyak bicara Tania!!" Sentak Thomas.

"Biasa aja dong," sewot Tania.

Thomas memerintahkan anak buahnya untuk menambah kecepatan kendaraannya, karena bisa jadi Nicholas akan menjebaknya.

***


Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now