Chapter 29

36.4K 1.1K 8
                                    

Brian merasakan panas yang luar biasa, di bagian lengannya yang tertembak oleh Thomas, tapi Brian tidak menghiraukan rasa sakit itu, karena Brian harus secepatnya membawa Nara ke rumah sakit.

Sedangkan Thomas tergeletak dengan luka tembakan yang bersarang di dadanya, setelah Thomas menembak Nara yang meleset tepat di lengan Brian tadi, Willy datang dan langsung melumpuhkan Thomas.

Brian menggendong tubuh Nara, dengan satu lengan yang terasa sakit, tapi Brian berusaha mencoba menahannya.

"Terimakasih om," ucap brain saat melewati Willy yang sedang mengurus Thomas.

Saat melewati lantai dua Brian bisa melihat Tania yang sudah di tangkap oleh Marko, hanya saja Brian tidak ingin meladeninya dulu. Karena yang terpenting sekarang adalah nyawa Nara dan juga bayinya, dengan cepat Brian memasukkan Nara ke dalam mobil dan segera membawanya menuju rumah sakit. Butuh waktu sedikit lama untuk sampai rumah sakit, mengingat rumah Thomas yang berada di tengah hutan.

"Sebentar lagi kita sampai sayang, aku mohon untuk bertahan."

Brian tidak pernah berhenti untuk mendoakan istri dan anaknya, jika sampai terjadi sesuatu yang buruk dengan mereka berdua. Brian tidak akan tinggal diam, Brian akan menjebloskan Tania dan Thomas ke dalam penjara.

Setelah sampai di rumah sakit yang cukup besar, Brian langsung membawa Nara ke dalam untuk segera mendapatkan pertolongan.

"Dokter tolong selamatkan istri dan anak saya!" Seru Brian saat dirinya tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan bersama Nara.

Brian hanya bisa terduduk di depan ruangan itu sambil menangis dalam diam, Brian memang laki-laki bajingan yang tidak bisa menjaga istrinya. Bahkan Brian sudah terlalu banyak menyakiti hati Nara.

Tidak berapa lama dari itu, anak buah Willy membawa Thomas juga ke rumah sakit yang sama, dengan diikuti oleh ketiga sahabatnya.

"Je sama Jack mending lo berdua obati luka kalin dulu deh, gue berterima kasih banyak sama lo berdua karena udah mau berkorban buat gue. Thanks juga buat lo Mark, gue gak tahu kalo gak ada kalian semua." Ujar Brian.

"Santai Bri, kita semua selalu mendukung satu sama lain. Gue berharap lo gak bakal ngelakuin kesalahan yang sama lagi nantinya," ucap Jeremy.

Brian harap dirinya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi kedepannya, Jack dan Jeremy memutuskan untuk mengobati lukanya masing-masing. Sedangkan Marko tetap bersama Brian, Marko sangat khawatir melihat keadaan lengan Brian yang terus mengeluarkan darah.

"Lo harus obati luka lo juga Bri, gue yakin kalo Nara tahu dia juga pasti gak tega liat lo kayak gini," ucap Marko.

"Ini hanya sedikit sakit, gue bisa menahannya."

"Tidak usah sok kuat Bri, obati sekarang supaya saat Nara sadar nanti dia gak liat lo yang terluka."

Brian akhirnya mengalah dan mengobati lukanya, yang lumayan membuat Brian panas dingin, Brian berusaha mengobati lukanya dengan cepat. Karena Brian tidak ingin meninggalkan Nara lebih lama lagi, Brian harus tetap menunggu Nara di depan ruangan itu. Agar Brian menjadi orang pertama yang mengetahui keadaan Nara.

"Dok bisa tolong lebih cepat?" Ujar Brian kepada dokter yang mengobati lengannya.

"Seharusnya anda melakukan operasi, untuk mengeluarkan peluru yang masih tertancap di dalamnya pak, jika di biarkan seperti ini akan bahaya pak," ucap dokter tersebut.

"Jika operasi tidak memakan waktu yang lama saya sudah melakukannya dok, yang saat ini saya butuhkan hanya obat pereda nyeri saja!"

"Baiklah pak, tapi saya sarankan bapak segera melakukan operasi."

Brian tidak menanggapi ucapan dokter tersebut, menurut Brian dokter ini terlalu ikut campur dengan urusannya. Padahal Brian hanya menyuruh dokter itu untuk memberikan obat pereda sakit saja pada lukanya, dan setelahnya Brian akan pergi dari ruangan ini.

"Sudah selesai pak, sekali lagi saya ingatkan untuk bapak segera melakukan operasi pada tangan anda pak," ucap sang dokter yang terus mengulang kata-kata menyebalkan.

Tanpa permisi Brian langsung keluar ruangan dokter yang membuat Brian kesal itu, Brian tahu kalau membiarkan peluru itu lebih lama bersarang di lengannya akan menimbulkan bahaya. Tapi Brian tidak sebodoh itu untuk membiarkan peluru itu terus berada di lengannya.

Saat Brian kembali ke ruangan Nara, Brian masih melihat Marko yang menunggu di sana.

"Marko, lebih baik sekarang lo pulang." Ucap Brian yang kasihan melihat Marko, jam sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi,

Brian mengingat istri Marko yang tinggal di rumah sendirian dalam keadaan hamil besar, walaupun ada banyak pelayan dan satpam yang menjaga. Pasti yang di tunggu oleh Reta adalah Marko, suaminya.

"Gue bisa pulang pagi," ujar Marko.

"Gue gak ngizinin, istri lo pasti nungguin lo di rumah Mark. Pulang sana lo!" Seru Brian mengusir Marko.

"Okelah, lagian gue capek banget. Gue cabut ya."

"Sip, thanks Mark."

Setelah Marko pergi, Brian kembali duduk di depan ruangan Nara. Entah kenapa Brian merasa sangat khawatir dengan Nara dan anaknya, dan yang membuat Brian lebih khawatir, sampai sekarang dokter yang menangani Nara belum juga keluar.

"Keluarga dari pasien?" Tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan Nara.

"Saya suaminya dok." Ujar Brian.

"Saya harus segera menyampaikan berita ini pak, istri anda saat ini sedang dalam keadaan kritis, dan itu artinya istri anda tidak bisa melahirkan dengan normal. Mau tidak mau kita harus melakukan jalan operasi, untuk mengeluarkan bayinya, apakah bapak menyetujuinya?"

"Lakukan yang terbaik dok, selamatkan keduanya!!"

"Kalau begitu silahkan bapak menandatangani ini, dan segera melunasi biaya administrasi," ucap dokter menyerahkan selembar kertas.

Tanpa menunggu lama Brian langsung menandatangani kertas tersebut, Brian tidak mungkin membiarkan anaknya dalam bahaya. Apalagi saat dokter mengatakan bahwa keadaan istrinya saat ini sedang dalam keadaan kritis.

***

Brian menatap bahagia bayi laki-laki yang tertidur di dalam sebuah inkubator, dia tidak menyangka kalau sudah menjadi seorang ayah saat ini.

Anak Brian dan Nara lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun, hanya saja ukuran bayi tersebut lebih kecil dari bayi pada umumnya. Sehingga mengharuskan bayi laki-laki itu di taruh di dalam inkubator untuk sementara waktu, sedangkan Brian masih belum lega mengingat Nara yang masih dalam keadaan kritis. Brian tidak tahu kalau sepanjang jalan saat ia membawa Nara menuju rumah sakit tadi, Nara sedang mengalami pendarahan hebat. Karena yang Brian tahu itu hanyalah darah biasa yang keluar saat perempuan ingin melahirkan.

"Cepat sehat sayang, dan doakan semoga mama cepat sadar supaya kita bisa berkumpul bersama," bisik Brian tepat di samping telinga bayi itu yang terhalang inkubator, dan Brian bisa melihat bibir anaknya yang sedikit terangkat, menandakan bayi itu sedang tersenyum.

"Papa sangat mencintaimu nak."

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now