Chapter 15

36.4K 1.2K 0
                                    

Siang ini Brian, Marko, Jack, Jeremy, dan Nicholas sedang berada di suatu ruangan milik Nicholas, Nicholas sudah mengetahui persembunyian Thomas dengan para anak buahnya.

Jeremy yang sibuk sekali pun, menyempatkan diri untuk bisa membantu sahabatnya.

Brian tidak terlalu fokus, dengan apa yang direncanakan Nicholas untuk menjebak Thomas.

Sejak tadi siang setelah pemakaman anaknya, Brian masih sangat lemas dan sekarang Brian harus ikut adil dalam rencana ini, dan sejujurnya Brian tidak tenang meninggalkan Nara sendirian di rumah sakit, walaupun sudah meminta perawat untuk menjaganya.

"Brian?!"

Brian terlonjak kaget, saat Marko memanggil namanya dengan nada tinggi

"Kenapa?" Tanya Brian.

"Lo yang kenapa, ngelamun terus." Ujar Jack.

"Gue lagi mikirin Nara," ucap Brian.

"Kalo lo kayak gini terus mending lo pulang ke rumah sakit aja, percuma lo disini," kata Nicholas.

"Iya, bikin ruangan ini makin sempit aja," sambar Jeremy.

"Gue pergi!" Seru Brian.

Brian pergi dari rumah Nicholas dan langsung menuju rumah sakit, selama perjalanan menuju rumah sakit, Brian memikirkan bagaimana caranya memberitahu Nara, kalau bayinya sudah tidak ada.

"Thomas brengsek!" Seru Brian sambil memukul setir kemudinya.

Rasanya Brian ingin membunuh Thomas secepatnya, astaga Brian tidak sanggup mengatakan hal itu pada Nara. Setelah lama berdiam diri Brian kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit.

Sedangkan di ruangannya, Nara mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan yang ditempatinya, tubuh Nara masih kaku dan sulit digerakkan.

Nara hanya diam tanpa memanggil perawat, karena Nara sedang memikirkan kenapa dirinya bisa ada di rumah sakit, seingatnya Nara sedang di rumah dan sedang marah dengan Brian, gara-gara suara desahan yang berasal dari ponsel Brian.

Dan astaga! Nara ingat dirinya diculik oleh seseorang dan di sekap disebuah ruangan, perlahan tangan Nara meraba perutnya, dan Nara menyadari bahwa perutnya sudah tidak buncit lagi.

"B-brian," lirih Nara berusaha mencari sosok suaminya.

Setetes bening lolos dari sudut mata indah Nara, Nara menggelengkan kepalanya! Tidak mungkin jika bayinya sudah lahir, mengingat usia kandungan Nara masih lima bulan.

Tidak berapa lama Brian datang dan belum menyadari Nara yang sudah sadar, tapi saat Nara terisak Brian langsung menyadarinya dan tergesa mendekati Nara.

"Kamu sudah bangun sayang?"

"B-brian hiks," isak Nara.

"Hey kenapa menangis? Ada yang sakit? Dimana?"

Bukannya berhenti, Nara malah semakin histeris, saat mengingat dirinya yang dipaksa meminum minuman keras oleh orang-orang jahat itu, Brian yang takut terjadi sesuatu dengan Nara pun langsung memanggil dokter.

Setelah dokter menyuntikkan cairan ke dalam infus Nara barulah Nara bisa tenang, Brian dapat melihat Nara yang terus mengeluarkan air mata, walaupun tatapannya kosong.

"Jangan seperti ini, aku mohon," ucap Brian.

Tidak ada pergerakan dari Nara, tidak ada suara isakan dari Nara, yang ada hanyalah Nara yang terdiam dengan pandangan kosongnya.

Brain membiarkan Nara sendiri untuk menenangkan dirinya, sedangkan Brian melangkah menuju sofa yang terdapat di sudut ruangan.

Jika sudah seperti ini lalu Brian harus bagaimana? Tidak mungkin Brian mempertahankan bayinya di dalam rahim Nara, sedangkan bayi itu sudah tidak bernyawa, ada rasa sesak di dada Brian saat melihat Nara yang menangis seperti tadi, dan Brian tidak mampu berbuat apa-apa.

Sekali lagi Brian menatap Nara yang terbaring di ranjang rumah sakit, tidak ada perubahan dari istrinya itu, selain matanya berubah menjadi sendu.

***

Brian mencoba membujuk Nara untuk makan, karena sejak tadi pagi Nara belum memakan sesuatu, setidaknya keadaan Nara saat ini lebih baik walaupun masih saja sering melamun.

"Kenapa masih sering melamun?" Tanya Brian.

"Apa salah aku Brian, sampai-sampai mereka tega berbuat seperti ini, mereka tidak merasakan apa yang saat ini aku rasakan. Rasanya sangat sakit Brian hiks..."

Brian merengkuh tubuh istrinya yang sangat lemah itu, jika tidak di depan Nara, mungkin Brian juga akan menangis sama seperti Nara saat ini.

"Mereka akan menerima balasan yang setimpal sayang," bisik Brian.

"Anak kita tidak akan kembali Brian hiks, mereka telah membunuhnya." Lagi dan lagi Nara selalu menangis jika teringat tentang anaknya.

Brian membaringkan tubuh Nara di ranjang rumah sakit, karena saat ini Nara masih dirawat di rumah sakit, dengan perlahan Brian menidurkan Nara agar bisa lebih tenang dan bisa beristirahat.

"Maafin aku yang tidak bisa menjaga kamu saat itu," lirih Brian.

Brian kembali duduk di sofa yang ada di ruang rawat Nara, dan membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang, dokter sudah memberitahu Brian kalau besok pagi Nara sudah diperbolehkan pulang.

Brian harap Nara masih tetap tegar untuk melewati rintangan kedepannya, karena mungkin keseharian Nara kedepannya tidak akan ada Esme yang menemaninya.

Mengenai tentang Esme, Brian memang sempat melihat Esme terluka waktu itu, dan saat itu Brian sedang panik mencari Nara, jadi Brian tidak sempat menolongnya, sampai Esme tidak bisa diselamatkan karena kehabisan banyak darah.

"Brian."

Brian dikagetkan dengan suara Nara yang tiba-tiba memanggilnya, Brian melangkah mendekati Nara.

"Ada apa?" Tanya Brian.

"Laper," ujar Nara, Brian tersenyum akhirnya Nara meminta makan sendiri tanpa dipaksa seperti tadi.

"Mau makan apa?"

"Bakso."

"Oke, kamu tunggu sebentar aku beli baksonya dulu di luar," ucap Brian.

Nara mengangguk dan Brian pergi keluar untuk membeli bakso, Nara kembali meraba perutnya dan meringis saat merasakan perih bekas operasi diperutnya.

Ingin rasanya Nara kembali menangis, tapi Nara tidak mau membuat Brian khawatir dan ikut menangis. Egois jika Nara terus memikirkan kesedihannya sendiri, karena sebagai calon orang tua, mungkin Brian juga merasakan sangat kehilangan sama seperti Nara.

"Kamu terlalu cepat pergi nak, mama tidak siap jika kamu pergi secepat ini. Mama masih sangat bahagia saat mendengar kamu tumbuh di rahim mama saat itu, dan sekarang kebahagiaan mama hilang pergi bersama kamu," lirih Nara.

Tidak lama dari itu Brian masuk kedalam dengan membawa satu bungkus bakso, Brian menyiapkan bakso kedalam mangkuk dan bersiap menyuapi sang istri.

"Kamu gak makan?" Tanya Nara.

"Aku sudah, sekarang kamu makan yang banyak aku suapin ya."

Nara mengangguk semangat, dengan senang hati Brian menyuapi Nara, dan kalau satu sendok bakso masuk kedalam mulut Nara, maka Brian akan hadiahi satu kecupan di dahi Nara.

"Makan yang banyak biar cepet kenyang," ucap Brian.

"Biasanya kamu sering bilang 'makan yang banyak, supaya dedek bayinya cepet besar' tapi sekarang beda ya," ucap Nara dengan nada sendunya.

"Bisa tidak kalau kita tidak usah membahas tentang itu!" Sentak Brian.

"Maaf," lirih Nara.

Nara menolak suapan Brian selanjutnya, dan lebih memilih kembali berbaring di ranjang rawatnya. Ya Brian benar, seharusnya Nara tidak membahas tentang hal itu lagi.

***



Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now