Chapter 18

30.9K 1K 12
                                    

"Jadi ini yang namanya urusan kantor?!" Seru Nara sambil terisak.

Brian masih tidak sadar dengan kehadiran Nara, saat Nara mendekati Brian dan memeluknya. Barulah Brian membuka matanya dan sadar akan keberadaan Nara.

"Nara?"

"Kenapa kamu bohong hiks, bilang sama aku kamu ada pekerjaan tapi malah tidur di kantor. Apa kamu gak nyaman lagi sama aku? Sampe tidur di kantor, jangan-jangan selama ini kamu bohong sama aku hiks." Isak Nara.

Brian masih bingung dengan apa yang Nara maksud, karena dia baru saja sadar alias baru bangun tidur.

"Kenapa nangis?" Tanya Brian.

Nara tetap diam, dan lebih mengeratkan pelukannya pada Brian. Membuat Brian susah bernapas.

"Kamu kenapa sih Nara?" Tanya Brian kembali saat Nara sudah melepaskan pelukannya.

"Selama ini kamu tidur di kantor?"

"Tidak."

"Jangan berbohong Brian," ujar Nara.

"Untuk apa kamu tahu? tidak penting kamu tahu aku tidur dimana, dan dengan siapa." Ucap Brian dingin.

Nara tidak menyangka dengan jawaban Brian yang terdengar dingin, kenapa suaminya jadi seperti ini? Nara tidak suka dengan nada bicara Brian. Itu sangat menyakitkan bagi Nara.

"Apa maksud kamu?"

"Seharusnya aku yang nanya sama kamu Nara! Apa maksud kamu datang ke kantor aku?! Bagaimana kalau ada orang yang tahu bahkan media tahu, kalau ada seorang perempuan masuk ke ruang kerja aku?! Kamu sengaja mau bikin aku malu? Iya?!" Sentak Brian.

Nara menggelengkan kepalanya dibarengi dengan air mata yang mengalir, Nara tidak sampai berpikir jauh kalau selama ini Brian benar-benar malu mempunyai istri seperti dirinya.

"Selama ini kamu malu punya istri kayak aku? Sudah berapa kali aku bilang, kenapa dulu kamu nikahin aku kalau memang kamu malu punya istri seperti aku?!" Seru Nara.

"Bahkan aku tertipu dengan ungkapan cinta kamu, beberapa bulan yang lalu," lirih Nara.

Nara pergi meninggalkan kantor Brian, sedangkan Brian hanya diam tanpa bertindak sesuatu. Persetan dengan Nara, Brian sangat lelah hari ini dan lagi pula Brian lelah kalau harus terus menghadapi sikap Nara yang seperti ini.

"Semoga Nara bisa mengerti," ujar Brian.

Sedangkan di sisi lain, Nara mengemudi mobilnya dengan kencang agar cepat sampai rumah. Kalau memang Brian benar-benar malu mempunyai istri seperti Nara mungkin Nara tidak akan mau dinikahi oleh laki-laki itu, Nara hanya perempuan biasa yang memimpikan pernikahan yang harmonis dan sejahtera. Tidak seperti sekarang, penuh dengan pertengkaran dan salah paham.

"Nyonya sudah pulang?" Tanya Sinta.

Nara sama sekali tidak menjawab pertanyaan Sinta, dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Nara langsung membanting tubuhnya dengan kasar diatas ranjang, dan menangis sekencang-kencangnya.

"Brian brengsek!" Isak Nara.

Ternyata Nara salah selama ini menilai Brian, Nara pikir Biran benar-benar mencintainya, tapi ternyata Brian hanya mempermainkannya saja.

"Brian bajingan!" Teriak Nara.

Nara terus menumpahkan keluh kesahnya di atas bantal tidur miliknya, sampai tidak tahu kalau Sinta masuk kamarnya membawa segelas teh untuk Nara.

"Nyonya saya bawakan teh untuk nyonya," ujar Sinta.

"Pergi! Saya tidak mau lihat kamu masuk kamar saya lagi!" Seru Nara.

"Baiklah," ucap Sinta.

Nara tidak peduli dengan suaranya yang membentak Sinta sangat keras, sudah tahu Nara sedang tidak baik-baik saja. Sinta datang dengan wajah sok polosnya yang Nara benci.

***

Setelah acara menangis tadi pagi, malam hari ini Nara kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Dan sekarang Nara sedang duduk di meja makan menikmati bubur ayam yang baru saja dibelikan oleh Sinta, ya walaupun Nara tidak suka dengan Sinta, bukan berarti Nara tidak mau menyuruhnya.

"Nyonya mau minum apa?" Tanya Sinta.

"Air putih dingin."

Nara tidak melanjutkan makannya karena sudah sangat kenyang, biasanya Nara akan menunggu Brian pulang bekerja di jam-jam sekarang. Tapi mungkin malam ini Brian tidak akan pulang, karena Nara hafal betul kebiasaan Brian kalau sedang bertengkar dengannya.

"Sinta kamu boleh masuk kamar duluan," ucap Nara saat Sinta mengantar air putih untuknya.

"Tapi nyonya, saya tidak mungkin meninggalkan anda sendirian."

"Saya bisa jaga diri saya sendiri," ujar Nara.

"Baiklah."

Setelah Sinta meninggalkannya sendirian, Nara berpikir kalau sikap Sinta sekarang lebih sopan dari yang kemarin-kemarin.

Nara menggelengkan kepalanya, untuk apa dia memikirkan Sinta yang jelas-jelas tidak penting. Nara kembali ke kamarnya, tapi tidak untuk tidur melainkan untuk melamun, melamunkan apa yang belakangan ini terjadi dalam hidupnya.

Jika dipikir-pikir, rasanya Nara tidak ingin melanjutkan rumah tangga dengan Brian. Sudah terlalu banyak Brian menyakitinya, dan Nara yakin kalau selama ini Brian malu mempunyai istri sepertinya, itu artinya Brian tidak bahagia hidup dengan Nara.

"Astaga, rumah tangga macam apa ini," lirih Nara.

Dengan malas Nara memejamkan matanya yang tidak mengantuk, untuk apa Nara memikirkan rumah tangga ini sedangkan Brian tidak? Jadi lebih baik Nara tidur dengan nyenyak malam ini.

Sedangkan ditempat lain, Brian sedang melamun di temani oleh Jack. Sahabat yang paling jauh dari kata masalah, ya malam ini Brian berencana akan menginap dikediaman Jack. Mengingat hanya Jack yang tinggal sendiri diantara tiga sahabatnya.

"Kenapa lagi sih Bri?" Tanya Jack.

"Rumah tangga gue bermasalah," ujar Brian lesu.

"Gue yakin lo yang bikin masalahnya," cetus Jack.

"Bukan gue, tapi Nara."

Jack terkekeh mendengar ucapan Brian, sahabatnya yang satu ini paling tidak suka kalau disalahkan. Padahal dia sendiri yang sering salah jika di suatu permasalahan, tapi Jack paham bagaimana sikap Brian yang bisa mengatasi masalahnya sendiri.

"Gua harus gimana Jack?" Tanya Brian frustasi.

"Kalo lo minta saran sama gue, lo harus minta maaf sama istri lo. Tapi gue yakin tanpa saran dari gue lo bisa menyesuaikan masalah lo sendiri," ujar Jack percaya.

"Masalahnya gue ragu kalau Nara gak bakal mau maafin gue."

"Itu karena ucapan lo gak bisa di jaga, lo harus tahu kalau hati perempuan itu lemah. Apalagi Nara baru aja mengalami keguguran, seharusnya lo sebagai suaminya menghibur dia, bukannya malah ngajak tawuran begini."

Brian membenarkan ucapan Jack, apakah Brian terlalu egois dalam hal ini? Dan seharusnya sekarang Brian berada di rumah menemani Nara. Bukannya malah lari ke rumah orang lain saat ada masalah.

"Sekarang lo pulang," usir Jack.

"Nanti aja lah, urusan Nara bisa diselesaikan besok." Ujar Brian.

"Kalau sikap lo terus begini, mau kapan masalah lo selesai?"

Lagi-lagi ucapan Jack mampu membuat Brian menurut. "Oke gue pulang," ujar Brian.

Tanpa berpamitan, Brian meninggalkan kediaman Jack. Seperti biasanya, Brian mengendarai mobilnya sendiri dengan kecepatan di atas rata-rata.

***

Hidden Marriage (SELESAI)рдЬрд╣рд╛рдБ рдХрд╣рд╛рдирд┐рдпрд╛рдБ рд░рд╣рддреА рд╣реИрдВред рдЕрднреА рдЦреЛрдЬреЗрдВ