Chapter 2

67.2K 2.4K 23
                                    

Hoek Hoek...

Sudah sejak subuh tadi Nara terus memuntahkan isi perutnya, sampai sekarang tubuhnya sudah tidak berdaya, Esme, seorang pembantunya itu tidak pernah berhenti memijat tengkuknya.

"Nyonya, apa saya harus menelpon tuan?"

"Tidak perlu Esme."

Saat ini Brian sedang pergi ke luar negeri, untuk menemui teman bisnisnya sekaligus menyelesaikan sedikit masalah kantor yang ada di sana, Nara tidak mungkin selalu memberi tahu keadaannya yang kurang baik kepada Brian, pria itu mempunyai banyak sekali urusan yang penting di kantornya, dan Nara sadar dirinya tidak terlalu penting bagi Brian.

"Esme, tolong minta sopir untuk menyiapkan mobil."

"Baik nyonya."

Di rumah ini Brian mengizinkan Nara untuk menggunakan fasilitas yang ada, dan Brian akan memberikan apapun yang Nara inginkan, Brian hanya tidak ingin Nara mencampuri urusan keluarganya saja, dan jika Nara mencoba mencari tahu Brian mengancam akan menceraikan Nara, dan menelantarkan Nara di jalanan mengingat Nara hanya hidup sebatang kara.

Siang ini Nara berencana pergi ke rumah sakit, dan memutuskan untuk tidak menghubungi Jeremy dokter pribadi Brian, karena jika Nara menghubungi Jeremy dan Jeremy memeriksa Nara yang sedang sakit, pasti Jeremy akan memberi tahu Brian soal masalah ini, dan Nara tidak mau itu terjadi.

Nara merasa ada yang aneh dalam dirinya, setiap pagi selalu mual seperti orang sakit, dan siang hari seperti sekarang biasa saja, bahkan Nara tidak merasa mual sama sekali.

"Saya nunggu, atau pulang nyonya?"

"Tunggu aja pak, sebentar kok."

"Baik nya."

Nara sengaja meminta supirnya agar menunggu, karena memang Nara tidak akan lama untuk memeriksa dirinya, lagi pula jika di suruh bolak balik pasti lama, dan Nara paling tidak suka kalau di suruh nunggu lama.

Nara memasuki rumah sakit itu dengan cepat, dan dia langsung menuju ke arah dokter kandungan, setelah menyadari kalau dirinya sudah telat datang bulan selama dua bulan, dengan senyuman yang merekah Nara duduk dihadapan dokter perempuan yang mungkin umurnya tidak jauh beda darinya.

"Selamat siang Bu, ada yang bisa saya bantu?" Tanya dokter tersebut dengan ramah.

"Jadi gini dok, beberapa hari ini saya sering mual setiap pagi, dan saya lupa kalo saya sudah telat menstruasi, jadi saya langsung dateng kesini siapa tau perkiraan saya benar."

"Ah kalo begitu mari ikut saya Bu."

Nara mengikuti dokter tersebut menuju ruang pemeriksaan, dan disitu Nara di persilahkan untuk berbaring, rasanya Nara tidak sabar untuk segera mengetahui apa perkiraannya benar atau salah.

"Apa ibu sudah menikah?"

"Sudah dok."

"Oh oke, sudah selesai Bu." Setelah selesai pemeriksaan, Nara dan dokter itu kembali ke meja dokter untuk membicarakan hasil pemeriksaan tadi.

"Selamat Bu, prediksi ibu benar kalau ibu sedang mengandung dan usianya masih delapan Minggu, janinnya masih sangat rentan tapi tenang saja Bu, bayinya sehat dan ibu harus sering mengonsumsi banyak vitamin dan protein, itu saja cukup."

"Terimakasih banyak dok, saya pasti melakukan apa yang dokter sarankan."

"Iya Bu, jangan lupa juga buat rajin cek up ya."

"Baik dok, saya permisi dulu terimakasih."

"Sama-sama."

Nara keluar dari ruangan itu dengan wajah yang berseri-seri, karena terlalu senang mendapati dirinya sebentar lagi akan segera menjadi seorang ibu, Nara tidak lupa dengan perkataan Brian yang tidak menginginkan anak dari rahimnya, jika nanti Brian tidak menerima bayinya, Nara rela diusir dari rumah dan di ceraikan oleh Brian, asal Nara masih bisa bersama buah hatinya.

***

"Kenapa wanita sialan itu ada di mana-mana!"

Brian meremas rambutnya dengan kasar, wanita bernama Tania itu membuatnya pusing, karena selalu mengikutinya kemanapun dia pergi, Brian sudah kesal karena masalah di kantornya belum juga selesai, ditambah masalah Tania.

Brian sudah tidak sabar ingin cepat pulang, dan menemui istrinya yang sudah Brian rindukan, ah memikirkan hal itu menambah Brian rindu saja pada Nara.

Triiiing...

Brian langsung membuka pesan yang masuk pada ponselnya.

(Unknown number)
Istrimu terlihat begitu cantik.

Setelah membaca pesan dari nomor yang tidak di kenal itu rahang Brian langsung mengeras, Brian tahu siapa pengirim pesan itu, dan Brian tidak akan membiarkan orang itu menyentuh dan melukai wanita yang dicintainya.

Dengan segera Brian menyuruh anak buahnya untuk menjaga Nara, dan tidak boleh membiarkan Nara pergi sendiri, ini yang membuat Brian tidak tenang jika jauh dari Nara.

Tok.. tok..

"Masuk."

"Maaf tuan, sekarang anda harus meeting."

"Ya."

Dengan auranya yang dingin, Brian langsung pergi mendahului sekertaris nya untuk menuju ke ruang meeting, hari ini Brian akan menyelesaikan semua masalah yang ada di sini, karena Brian sudah tidak betah ada di negara orang.

Meeting kali ini  membuat Brian muak, karena harus menghadapi seorang Darius yang notabenenya kakak dari Tania, Darius sangat baik pada Brian, tapi Brian tidak suka dengan Darius yang tidak bisa mendidik adiknya yang selalu mencampuri urusannya.

Selama meeting berjalan, Brian lebih memfokuskan diri pada apa yang sedang di bahas, karena Brian malas jika harus basa-basi dengan orang-orang yang tidak penting, beberapa kali Brian memergoki Darius yang meliriknya, tapi Brian abaikan.

"Oke meeting selesai."

Brian menyalami semua rekan kerjanya termasuk Darius, setelah mengucapkan selamat untuk proyek yang berjalan lancar itu, Brian langsung pergi menuju ruangannya lagi.

Sudah satu minggu Brian berada di New York, dan selama satu minggu ini Brian berusaha keras untuk fokus dengan masalah kantor nya, dan di hari ini Brian berhasil menyelesaikan masalah kantor nya, Brian sudah menyuruh asistennya untuk menyiapkan barang-barang miliknya, karena sore nanti Brian akan pulang lagi ke Indonesia.

"Selamat siang babe."

Brian tersentak dengan pelukan seorang wanita yang tiba-tiba, siapa lagi kalau bukan Tania yang sering mengganggu Brian.

"Apa hidup mu hanya bisa mencampuri urusan orang lain?!" Ucap Brian dengan penuh penekan.

"Ya, hidupku hanya terfokus dengan kamu sayang."

"Dasar wanita tidak waras!"

"Cih! Bukan kah dulu kamu berjanji, akan menikahi wanita tidak waras yang ada di hadapanmu ini? Lalu sekarang mana janjimu hah!"

"Sayangnya itu dulu Tania, sebelum kau mengkhianati ku dan meninggalkan aku, demi si tua bangka itu!"

Brian segera pergi meninggalkan kantor untuk segera menuju bandara, untuk menaiki pesawat yang akan membawanya sampai ke rumah, dan bertemu dengan istri tercinta nya lagi.

Brian sudah bertekad jika dia sudah tidak ingin meladeni Tania lagi, karena jika Brian masih saja membalas perbuatan Tania, maka Tania akan semakin menjadi.

Dalam hitungan jam Brian sudah bisa menatap wajah cantik Nara lagi, sungguh Brian sangat ingin memeluk dan mencium istri tercintanya itu.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now