Chapter 9

40.5K 1.3K 8
                                    

Tepat satu minggu setelah Nara menginap di rumah sakit, pagi ini Nara sudah di perbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit, dan itu membuat Nara senang karena terbebas dari kekangan Brian.

"Sampai di rumah kamu harus langsung istirahat." Ujar Brian.

Nara menghembuskan nafasnya kesal, baiklah mungkin ini demi kebaikan bayi yang ada di kandungan, dan juga demi kebaikan nya sendiri, mau tidak mau Nara harus mengikuti perintah Brian, jika tidak Brian akan marah-marah seperti biasanya lagi.

"Kenapa hanya diam? Apa mau lebih lama tinggal di sini?" Tanya Brian.

"Tidak! Aku mau pulang." Seru Nara.

Brian langsung menggandeng tangan Nara, supaya Nara tidak jalan terburu-buru dan Brian juga bisa menjaga Nara, sedangkan Nara tidak keberatan atas perlakuan Brian, justru Nara sangat senang.

"Hukhh!...." Nara membekap mulutnya saat rasa mual menyerangnya.

"Kenapa?" Panik Brian.

Nara tidak bisa menahan rasa mual yang terus bertambah itu, sampai Nara memuntahkan semua isi perutnya di koridor rumah sakit, semua orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit itu menatap Nara dengan tatapan jijik. Sedangkan Nara langsung menyembunyikan wajahnya di bahu Brian sambil menangis, Nara tahu ini kesalahan nya, tapi Nara sungguh tidak bisa menahan sesuatu yang ingin keluar dari perutnya tadi, dan Nara takut kalau Brian akan marah padanya, karena Nara sudah membuat Brian malu dengan perbuatannya itu.

"Udah gak papa, itu wajar kalo kamu masih suka mual, saya bersihin muntahan dulu ya, kamu duduk di sini oke?"

Nara hanya mengangguk dan duduk di kursi tunggu yang ada di belakangnya, Nara semakin merasa bersalah saat melihat Brian membawa alat pel dan membersihkan bekas muntahan Nara tadi, Nara sangat yakin Brian mampu membayar cleaning servis untuk membersihkan semua itu, tapi kenapa Brian yang melakukannya.

Dengan hati-hati Nara melangkah mendekati Brian lalu memeluknya terharu.

"Maaf Bri, aku bikin kamu malu." Lirih Nara.

"Tidak sama sekali, ayo kita pulang, saya sudah selesai membersihkannya." Ujar Brian dan kembali menggandeng tangan Nara menuju tempat dimana mobilnya terparkir.

Brian langsung menuju rumahnya bersama Nara, karena tidak ingin membuat Nara kelamaan duduk di dalam mobil, karena itu akan membuat pinggang Nara sakit.

"Istirahat saja." Titah Brian setelah sampai di rumahnya.

Brian memperhatikan Nara yang baru saja tertidur di ranjangnya, dengan tubuh yang tidak bisa diam mencari kenyamanan.

Mau tidak mau Brian ikut membaringkan tubuhnya di samping Nara, dan memeluknya dari belakang, Brian sangat suka posisi seperti ini, karena Brian dapat mencium harum tubuh Nara yang sangat Brian sukai.

Nara yang sadar atas perlakuan Brian itu tersenyum senang, dan memejamkan matanya karena mendapat kenyamanan dari pelukan suaminya itu.

"Selamat istirahat istriku."

***

Nara duduk di bangku taman, yang terletak di belakang teras rumahnya dan Brian, suasana sore yang menenangkan ini membuat Nara terus memikirkan sikap Brian selama ini padanya.

Kadang Nara bingung dengan sikap Brian yang tiba-tiba dingin, dan tiba-tiba juga perhatian, sebenarnya apa motif di balik semua itu.

Ingin rasanya Nara tidak memikirkan hal itu, tapi entah kenapa sesuatu yang berhubungan dengan Brian amat sangat penting bagi Nara, sampai Nara merasa bodoh dengan dirinya, yang hanya memikirkan orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri.

"Sudah makan?"

Nara kaget dengan suara Brian yang tiba-tiba muncul dari belakangnya, dan Nara langsung menghadap ke arah Brian.

"Udah, kamu udah makan?" Tanya Nara.

"Belum, temani saya makan." Ucap Brian dan setelahnya pergi begitu saja menuju meja makan, dengan diikuti oleh Nara.

Seperti biasanya Nara selalu mengambilkan makan untuk Brian, dan duduk memperhatikan Brian makan sampai selesai.

Entah kenapa melihat Brian yang makan dengan lahap membuat perut Nara kembali lapar, tapi Nara tidak mau makan. Brian menyodorkan sendok tepat di depan mulut Nara, dan tanpa membuang waktu, Nara langsung melahap makanan itu dengan senang.

"Kalo mau bilang, jangan diam saja." Ujar Brian.

"I-iya."

Mereka makan dengan semangat, bahkan Brian sampai menambah beberapa kali, dan itu membuat Nara terus tersenyum sepanjang Brian menyuapinya.

Setelah selesai makan Nara langsung pergi menuju kamarnya tanpa diikuti Brian, entahlah rasanya tubuh Nara terasa sangat pegal, padahal Nara tidak melakukan hal yang berat-berat, atau mungkin Nara terlalu banyak makan?

"Kenapa?" Tanya Brian yang baru saja masuk.

"Pegel," ucap Nara sambil mengurut kakinya dengan kesusahan, karena terhalang oleh perutnya yang sudah menonjol, Brian yang melihatnya sampai meringis melihat perut Nara yang terlihat terjepit itu.

"Biar saya bantu," Brian memposisikan dirinya di samping kaki Nara, dan mengangkat kaki istrinya di atas pahanya.

"T-tapi..."

"Jangan banyak bicara," cetus Brian.

Nara cemberut karena Brian melarangnya bicara, padahal Nara ingin menolak penawaran Brian untuk memijit kakinya, karena Nara merasa tidak sopan pada suaminya, tapi lama kelamaan Nara mulai merasa kantuk menjemputnya, sampai akhirnya tertidur.

"Dasar kebo," kekeh Brian begitu melihat istrinya tidur dengan sedikit mendengkur, belum lagi badannya yang mulai menggemukkan kerena efek dari kehamilannya.

Dengan perlahan Brian membaringkan tubuh Nara, yang tadi tertidur dengan keadaan duduk, setelahnya Brian keluar dari kamarnya dan menuju ruang kerjanya. Masih banyak kerjaan yang harus segera diselesaikan, belum lagi Brian harus selalu memantau Nara, supaya tidak terjadi sesuatu pada istrinya yang keras kepala itu.

Drt.. drt.. drt..

Ponsel Brian bergetar menandakan adanya panggilan masuk.

"Selamat siang tuan,"

"Hm,"

"Thomas dan anak buahnya sudah merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan perusahaan anda,"

"Naikkan upah para karyawan, dan tetap waspada,"

"Baik tuan, saya sarankan anda terus berada di samping istri anda, karena Thomas sedang mengincar istri tuan,"

"Tanpa kau beri tahu, saya akan selalu dekat dengan istri saya."

Tut!

Brian memutus sambungan begitu saja, karena kesal dengan Dion yang berani-beraninya membicarakan tentang Nara, Brian sangat tidak suka jika ada yang menyebut nama istrinya selain dirinya.

Dengan malas Brian mengerjakan berkas-berkas yang sudah menumpuk di atas meja kerjanya, seharusnya hari ini Brian pergi ke kantornya, untuk menyelesaikan semuanya, tapi apa boleh buat, Brian tidak ingin meninggalkan Nara sendiri.

Ting!

"Ck," Brian berdecak kesal, apakah orang-orang tidak memiliki urusan, sehingga terus-menerus mengganggu Brian yang sedang banyak urusan.

(Unknown number)
Siapkan dirimu, karena sebentar lagi kau akan kehilangan istri tercinta mu itu.

"Sial!" Sentak Brian, lagi-lagi orang tua tidak tau diri itu selalu membuat Brian murka.

"Aaaaaaakh!!"

Bukan, itu bukan teriakan Brian, melainkan teriakan dari arah kamarnya, dan seketika Brian sadar itu suara Nara. Dengan kecepatannya Brian langsung berlari menuju kamarnya.

***

Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang