Chapter 23

33.2K 1K 13
                                    

Hari demi hari Nara lewati dengan lapang dada, sudah dua bulan Nara terkurung di dalam rumah besar ini. Kandungan Nara sudah memasuki usia empat bulan, dan Nara sudah bisa merasakan gerakan kecil, dari janin yang ada di dalam kandungannya.

Beberapa minggu ini Nara sedikit tenang, karena Tania dan Thomas sedang pergi berlibur ke luar negeri, jadi Nara tidak akan mendapat siksaan untuk beberapa minggu kedepan. Terbesit dipikiran Nara untuk kabur, tapi tidak ada celah sedikitpun. Bahkan di setiap sudut rumah besar ini, dijaga dengan begitu ketat oleh orang-orang bertubuh kekar, membuat Nara tidak punya pilihan lain selain tetap bersabar untuk keluar dari rumah ini.

"Kamu laper ya sayang? Sebentar lagi kita makan ya," ucap Nara seraya mengelus perutnya yang sudah sedikit menonjol.

Benar ucapan Nara, karena tidak lama dari itu seorang pelayan datang dengan membawa makanan untuknya. Nara tersenyum pada pelayan itu, tapi sang pelayan hanya memandang Nara dengan wajah datarnya, Nara paham dengan keadaan yang seperti ini. Pelayan ini bekerja untuk Thomas, dan Thomas melarang semua pelayannya berinteraksi dengan Nara, setelah meletakkan makanan itu di atas nakas, pelayan itu langsung keluar dan tidak lupa mengunci pintunya kembali.

"Kita makan nak," bisik Nara senang.

Hanya nasi putih dan air putih yang tersaji di sana, dan itu adalah makanan yang setiap hari Nara makan. Ingin rasanya Nara egois untuk tidak makan makanan itu, tapi ia harus memikirkan kesehatan anaknya, karena dia juga butuh asupan nutrisi.

"Maafin mama sayang," lirih Nara kecewa pada dirinya sendiri.

Suap demi suap Nara memakan nasi itu dengan air mata yang ikut mengalir, bahkan Nara tidak mampu untuk memberikan makanan yang layak untuk anaknya. Nara juga tidak tahu keadaan anaknya saat ini, apakah anaknya sehat dan berkembang baik atau justru sebaliknya.

Dengan cepat Nara menghabiskan makanannya, dan setelahnya Nara berbaring di ranjang yang lumayan layak untuk ia gunakan.

Nara berpikir kenapa Brian tidak mencarinya, apakah Brian memang benar-benar sudah tidak peduli padanya. Atau Brian saat ini sudah bahagia dengan wanita yang tidak sudi Nara sebut namanya itu, Nara takut jika Brian sudah melupakannya. Nara tidak peduli Brian sudah melukai hatinya dengan sangat dalam, yang jelas saat ini Nara masih sangat mencintai pria brengsek itu.

"Apa tidak ada rasa cinta sedikitpun untuk aku selama kita bersama? Kamu jahat Brian, kamu jahat." Ujar Nara kembali terisak.

Di lain tempat Thomas dan Tania sedang tertawa bahagia, mereka berdua sedang berkeliling di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta. Tania dan Thomas sengaja membohongi Nara dengan alasan berlibur keluar negeri, karena mereka bosan berada di dalam rumah yang sangat besar, tapi berada di tengah hutan.

"Cepat selesaikan agenda belanja mu, agar kita bisa kembali ke rumah itu, tidak baik meninggalkan wanita hamil itu sendiri. Karena bisa saja wanita itu kabur dari dana," ujar Thomas pada Tania.

"Sabarlah sedikit Thomas, aku masih ingin menghabiskan waktu di kota. Lagi pula aku bosan hidup di tengah hutan," ucap Tania kesal.

Sebenarnya alasan utama Tania menetap lebih lama di Jakarta adalah, untuk menguntit Brian secara diam-diam, tapi setiap Tania menguntit Brian, dia heran melihat penampilan laki-laki itu yang tidak setampan dulu. Bahkan  penampilan Brian sekarang terkesan berantakan, dan Tania pikir mungkin Brian sedang frustasi atas perginya Nara.

Tentunya Tania melakukan semua itu tanpa sepengetahuan Thomas. Karena jika Thomas tahu, kalau selama ini Tania hanya memanfaatkan hartanya saja, dan berkhianat padanya, mungkin Tania akan mati di tangan pria tua itu.

"Ada sesuatu yang ingin kau beli lagi?" Tanya Thomas.

"Tidak, lebih baik kita kembali ke hotel saja," ujar Tania.

"Baiklah.

Keduanya kembali ke hotel, yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka berdua, dan Tania sengaja memilih hotel yang berdekatan dengan kantor Brian. Supaya Tania bisa memantau pergerakan pria yang masih sangat ia cintai itu.

***

"Sampai kapan kau mau seperti ini Brian?" Tanya Marko pada sahabat gilanya.

"Sampai Nara kembali." Lirih Brian.

"Kapan Nara akan kembali kalau kau saja tidak mencarinya? Kau memang pria bodoh, kau hanya bisa menyakitinya saja selama ini. Di mana otak cerdas mu itu Brian?!" Seru Jack ikut memojokkan Brian.

Brian hanya bisa diam saat Jack dan Marko menyalahkannya, karena memang ini semua salahnya. Tidak seharusnya Brian menyerahkan semuanya pada Nicholas, karena Brian juga harus ikut adil dalam pencarian ini.

"Jangan limpahkan semuanya pada Nicholas, Nicholas juga punya anak dan istri yang harus dia perhatikan. Jadi jangan menjadi pria bajingan yang tidak bertanggung jawab," cetus Jack.

"Lalu saya harus berbuat apa?!" Seru Brian dengan bahasa formalnya.

"Cari Nara sampai ketemu, jangan sampai ada kata menyesal untuk yang kesekian kalinya." Ujar Marko dengan dingin, lalu setelahnya Marko pergi meninggalkan Brian dengan Jack.

Saat Marko meninggalkannya, Brian langsung meneteskan air matanya di depan Jack. Karena Brian hanya berani meneteskan air matanya di depan Jack saja,  Jack yang sudah tahu kelemahan Brian pun langsung menenangkan sahabatnya.

"Sudah terbukti bukan? Kalau penyesalan akan datang diakhir, gue gak akan narik kata-kata gue tadi. Lo emang bajingan, lo brengsek Bri. Lo gak pernah mikirin gimana perasaan Nara," ucap Jack.

Jack bukan ingin membuat Brian semakin terpuruk, justru Jack ingin Brian bangkit dan sadar akan perlakuannya pada Nara selama ini. Jika Jack yang ada di posisi Nara, mungkin Jack sudah mati bunuh diri, tapi nyatanya Nara adalah Nara. Wanita yang sangat mencintai Brian dengan tulus.

"Gue bodoh Jack, istri gue lagi hamil, gue takut terjadi sesuatu." Ujar Brian.

"Sekarang lo siap-siap, ayok kita cari Nara sama-sama. Lo gak boleh nyerah gitu aja bangsat!" Seru Jack emosi.

Brian berusaha menyemangati dirinya, dia harus bangkit. Ada anak dan istri yang harus ia perjuangkan.

Brian segera mandi setelah beberapa minggu tidak mandi, setelahnya Brian menggunakan pakaian yang pernah Nara belikan untuknya. Menyisir rambutnya dengan gaya seperti biasanya, lalu menemui Jack yang menunggunya di ruang tamu.

"Gila, lo ganteng banget bro. Gak kayak kemaren-kemaren, udah mirip orang gila." Ucap Jack dengan sedikit candaan.

Tapi Brian tidak menanggapinya, Brian fokus dengan ponselnya yang baru saja ia aktifkan. Banyak sekali pesan dan email yang masuk, dan tidak ada satupun yang berkaitan dengan Nara.

"Kapan kita akan mencari Nara, kalau kau sibuk dengan ponsel saja," kesal Jack.

Tanpa mendengarkan ocehan Jack, Brian langsung menarik tangan Jack untuk segera mencari istrinya.

***





Hidden Marriage (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang