Chapter 36

28.8K 852 11
                                    

Pagi hari ini Darius berniat menjenguk Tania, dan mengeluarkannya dari penjara, mau bagaimanapun Tania tetaplah adik kandungnya. Walaupun sikap dan kelakuannya jauh dari kata baik.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Darius pada adiknya.

"Baik." Jawab Tania sekenanya.

"Hari ini aku akan mengeluarkan mu dari sini, dan kamu harus tinggal bersama ku. Setelahnya kita akan membalas dendam kepada Brian!" Bisik Darius.

"Jika itu tujuanmu, lebih baik aku membusuk di penjara. Biarkan Brian bahagia dengan keluarganya kak, aku sudah tidak ingin bersama Brian lagi. Aku hanya ingin menjalani hidup dengan tenang, bersama orang yang aku cintai dan tentunya mencintai ku juga." Ujar Tania menolak tawaran Darius.

"Kau harus mau Tania!"

"Jangan memaksa aku untuk melakukan kesalahan yang lebih besar dari ini kak, aku baik-baik saja dan kakak tidak perlu membalas dendam pada Brian dan keluarganya," ucap Tania sedikit memohon.

"Baiklah."

"Kakak janji jangan membalas dendam padanya ya," pinta Tania.

"Iya, asal kamu mau kakak bebaskan dari sini dan kita memulai hidup baru."

"Tidak bisa kak, aku harus bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan. Jadi sekarang inilah hukuman yang harus aku jalani," ujar Tania.

"Terserah kau saja, kalau gitu aku pulang."

Darius pergi meninggalkan Tania begitu saja, sedangkan Tania merasa memilih pilihan yang tepat, untuk tidak membalas dendam kepada Brian dan keluarganya. Seperti apa yang Darius rencanakan, dan Tania harap Darius menepati janjinya untuk tidak balas dendam kepada Brian.

Lain dengan janjinya kepada Tania, saat pulang setelah menjenguk adiknya, Darius langsung mengatur strategi untuk menghancurkan perusahaan Brian yang tergolong sukses.

"Terus selidiki kelemahan perusahaan milik Brian, saya tunggu besok kabar selanjutnya." Ujar Darius pada orang kepercayaannya.

"Baik pak."

Setelah orang itu keluar dari ruangannya, Darius kembali ke kamarnya untuk melihat istrinya yang sedang tidur.

"Sayang," panggil istri Darius yang ternyata sudah bangun dari tidurnya.

"Sudah bangun?" Tanya Darius.

"Sudah, Darius aku mau makan makanan yang pedas," rengek istri Darius dengan manja.

"Jangan seperti anak kecil Sinta, aku tidak ingin anak kita kenapa-kenapa nantinya." Ujar Darius tidak suka.

"Aku hanya ingin," ucap Sinta dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Baiklah," ujar Darius mengalah.

Mau tidak mau Darius harus menuruti permintaan istrinya yang sedang dalam masa ngidam, karena jika Darius melarangnya, istrinya akan terus bersedih, dan Darius tidak ingin melihat wanita yang di cintainya bersedih.

"Terimakasih sayang," ucap Sinta.

"Sama-sama."

Masih ingat Sinta? Wanita yang pernah menjadi pelayan di rumah Brian dan Nara, dia adalah istri Darius yang memang menyamar menjadi seorang pelayan, untuk menghancurkan pernikahan Brian dan juga Nara. Tentunya Sinta tidak sendiri dalam penyamaran ini, karena Darius sebagai suaminya yang menyuruh Sinta untuk melakukannya. Dendam Darius bukan hanya soal adiknya saja, melainkan sejak mereka duduk di bangku SMA yang sama dulu.

Saat ini Sinta sedang mengandung, dan tentunya anak yang dia kandung adalah anak dari Darius bukan anak dari Brian.

"Kamu masih ingin balas dendam dengan Brian?" Tanya Sinta, yang sekarang dengan memakan ayam kecap pedas.

"Tentu," ucap Darius.

"Tidak usah menghancurkan perusahaannya, kamu bisa membunuh kelemahan dalam hidup Brian, yaitu istri yang paling Brian cintai."

"Kamu betul juga sayang, pasti cepat atau lambat Brian akan hancur dengan sendirinya." Ujar Brian senang.

***

Sore hari ini Brian akan berkunjung ke rumah Nara, untuk bertemu dengan jagoan kecilnya yang sudah semakin pintar.

"Selamat datang tuan," sapa pelayan di rumah Nara, dan kali ini Brian sengaja mencarikan pelayan yang sudah cukup umur atau tua seperti bi Nani ini.

"Nara ada bi?" Tanya Brian.

"Ada tuan, nyonya sedang bermain dengan den Leon di kamarnya," ujar bi Nani.

"Kalau gitu saya ke atas dulu bi."

"Iya tuan."

Brian menaiki anak tangga satu persatu untuk bisa sampai ke kamar Nara, saat sampai Brian langsung membuka pintu kamar Nara tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Brian sempat tertegun melihat Nara yang sedang bercanda dengan Leon begitu lepas.

"Hallo Leon, papa datang," sapa Brian pada anaknya.

"Pa pa pa pap," celoteh Leon senang saat melihat papanya datang berkunjung.

Brian langsung menggendong Leon dengan perasaan senang, baru beberapa hari Brian tidak melihat Leon, karena banyak urusan di kantornya saja sudah membuat Brian sangat rindu dengan anaknya.

"Anak papa sudah besar, dan bertambah pintar ya sayang," ujar Brian menciumi seluruh wajah anaknya dengan gemas.

"Papap pap pap."

"Iya sayang papa di sini sama Leon." Ujar Brian.

"Kamu masih sibuk di kantornya?" Tanya Nara.

"Tidak, hari ini terakhir."

"Syukurlah, Leon akhir-akhir ini sedikit rewel, mungkin karena kamu jarang ada waktu buat dia," ujar Nara.

Brian memandang wajah anaknya, rasanya Brian tidak sadar kalau selama ini dia sering mengabaikan Leon. Bahkan Brian tidak sadar kalau Leon sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang pintar, dan usia Leon sekarang sudah memasuki hampir dua bulan.

"Tapi Leon tidak sakit kan selama aku tidak mengunjunginya?"

"Tidak, hanya saja dia sering terbangun pada malam hari," ucap Nara.

Brian memutuskan untuk mengajak Leon bermain di atas ranjang, sedangkan Nara keluar dari kamarnya untuk membuatkan Brian minuman.

Brian bercerita banyak kepada Leon, termasuk dirinya yang masih sangat mencintai Nara. Meskipun Leon belum mengerti apa yang Brian ucapkan, tapi Brian ingin Leon menjadi anak yang kaya akan pengetahuan seperti dirinya.

Cukup lama Nara meninggalkan kamar, dan kembali dengan membawa secangkir teh untuk Brian.

"Silahkan di minum."

"Terima kasih," ucap Brian.

"Kamu sudah makan Bri?" Tanya Nara.

"Belum, tapi nanti aku akan makan di luar."

Nara hanya mengangguk saja, tapi Nara melihat Brian yang lebih kurus dari yang terakhir dia lihat. Nara melihat Brian seperti tidak mengurus penampilan dan pola makannya, Nara berpikir apakah Brian seperti ini karena perceraian yang terjadi di antara mereka?

"Dia samakin tampan kan Bri? Leon sangat mirip sekali dengan kamu." Ucap Nara saat melihat Brian yang sedang menatap anaknya dengan serius.

"Iya, aku bangga dan bahagia bisa mempunyai nya dalam hidupku."

Nara sangat bahagia mendengar Brian yang juga bahagia mempunyai Leon dalam hidupnya, orang tua mana yang tidak bahagia, saat melihat buah hatinya tumbuh dengan baik, dan pintar seperti Leon sekarang.

Brian dan Nara akan berusaha semampu mereka untuk bisa membahagiakan Leon, walaupun keduanya sudah tidak akan bersama lagi dalam hitungan minggu ini.

"Nara, beberapa minggu lagi adalah sidang perceraian kita yang terakhir. Aku mau kamu yang datang, karena aku akan berangkat ke luar kota untuk urusan bisnis," ujar Brian.

"Baiklah."

***









Hidden Marriage (SELESAI)Where stories live. Discover now