31. Rumit

3.7K 209 22
                                    

Kejadian kemarin masih membekas di hati kirana. Pagi ini saja ia tak menengur Alif. Ia tahu jika yang ia lakukan pasti dosa. Ia hanya ingin Alif menyadari kesalahan yang di perbuatnya. Tapi nyatanya Alif bahkan mengikuti permainan yang kirana lakukan. Padahal kirana ingin mendengar kata maaf dari mulut Alif. Hanya itu, tak ada yang lain.

"Keluarkan kirana dari kampus ini!!"

Suara riuh dan saling sorak menyorak itu membuat kirana terkejut. Ia yang baru saja datang melihat lapangan didepan kampusnya penuh dengan para Mahasiswa dan Mahasiswi membawa sepanduk dan sebuah toak.

"Kirana." panggil Nayla.

"Nay, ini ada apa ya?" tanya kirana bingung.

"Kayaknya mereka demo ki." jawab Dimas yang baru saja berada di samping Kirana.

"Demo apa? Terus kenapa nama aku disebut-sebut?" Ucap kirana yang penuh tanda tanya.

Kedua temannya itu menggeleng. Apa yang sebenarnya terjadi, mereka tak tahu semua itu.

Dari kejauhan nampak seseorang melihat kirana, Nayla dan Dimas. Dia geram melihat itu. Dimas, laki-laki yang ia sukai itu masih berteman baik dengan Kirana walau ia sudah tahu kalau kirana sedang mengandung anak dari hasil zina.

"Itu orangnya!!!" serunya menggunakan toak dan menunjuk kearah kirana.

Semua mata menatap kearah yang ditunjukkan. Dia yang memegang toak itu adalah Alda. Pemimpin dari Demo ini. Ia mendekat dimana Kirana berdiri.

"Kirana. Lo tu harusnya nyadar. Lo itu udah mencoreng nama baik kampus ini. Iya enggak temen-temen?"

"Betul!!" seru semuanya saling bersahut-sahutan.

"Harusnya lo itu keluar dari kampus ini. Harusnya lo itu di D.O sama kampus. Betul enggak temen-temen." serunya sekali lagi.

"Betul."

"Kenapa aku harus keluar, aku enggak salah apa-apa. " Ucap Kirana.

"Enggak salah apa-apa. Liat tu perut, karena itu lo harus keluar dari kampus ini."

"Eh ... Ini ada apa?" tanya seorang dosen yang tiba-tiba saja berada di area mereka berdemo.

"Kenapa pada kumpul disini dan ada sepanduk pula?" tanya Dosen itu.

"Usir kirana. Keluarkan dia dari kampus. Kirana si pezina?" dosen itu membaca satu persatu spanduk yang ada di sana.

Suatu kalimat menohok bagi kirana. Sudah cukup semua ini.

"Kalian ini kaum terpelajar, berpendidikan. Kenapa bahasa yang kalian gunakan sangatlah buruk." Ucap Dosen itu.

"Kita enggak suka pak kalau kirana ini masih kuliah disini. Dia udah mencoreng nama baik kampus ini!" seru Alda.

"Jangan beransumsi begitu. Kalian harus tahu beritanya itu jelas atau tidak. Fakta atau cuma Hoax. Kita berada dinegara hukum, kalau ucapan kalian itu salah. Kalian bisa kena pasal pencorengan nama baik." jelas Dosen tersebut. Ia tahu akar masalah ini datang dari berita tempo hari.

"Kita tidak asal bicara pak. Lihat perut wanita itu, perutnya membuncit." suara dari barisan pendemo itu terdengar.

"Iya pak betul, bukti apa lagi. Dia wanita yang berhijab, pakaian yang ia kenakan saja sangat tertutup. Tapi, kelakuannya begitu. Untuk apa dipertahankan mahasiswi seperti dia." Ucap salah satu pendemo lagi.

"Haduh kalian ini. Sekarang saya tanya, siapa yang buat demo ini?" tanya Dosen itu menegaskan.

Semua pendemo diam. Mereka saling melihat satu sama lain. Tak mungkin jika mereka bilang kalau pemimpin Demo ini adalah Alda.

H.A.L.A.LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang