-27 : Penjelasan-

1.7K 237 38
                                    

Kamu tak perlu melupakan masa lalu, kamu hanya perlu menerimanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kamu tak perlu melupakan masa lalu, kamu hanya perlu menerimanya. Masa lalu akan tetap ada, kamu tak perlu terlalu lama terjebak di dalamnya.

____

Di bawah langit yang berwarna biru tua yang di hiasi bintang-bintang, di antara dinginnya hembusan khas angin malam, seusai dirinya yang sempat mengamuk tadi, kini Arsyi duduk di sebuah bangku taman yang terletak di tengah-tengah komplek bersama wanita yang menjadi alasan dia menunjukkan sisi terapuh dalam hidupnya.

Arsyi menatap lurus kedepan. Tatapannya terlihat kosong tapi tidak untuk pikirannya yang malah berkecamuk.

Ibu perlahan mengangkat tangan--dengan ragu dan memberanikan diri untuk mengelus surai sang anak.

Dengan segenap hati ia berusaha memberi penjelasan ke Arsyi tanpa ada lagi yang di tutupi dan berharap Arsyi akan memahaminya.

Memandang bola mata yang nampak sayu dan sembab, hidung mungil tetapi mancung sama sepertinya, dan dari bibir, pipi juga dagu yang persis seperti sang Ayah, ibu mulai membuka suara, "Maaf karena ibu nggak menceritakan semua ini ke kamu. Sebenarnya, ibu berencana minggu depan akan menemui kamu untuk menjelaskan dan menceritakan semua yang terjadi dengan kehidupan ibu. Tapi," ibu menghela nafas sebentar sambil menatap langit yang nampak tak secerah malam sebelumnya, "mungkin Allah ingin memberi tahu lebih dulu dari waktu yang ibu rencanakan."

Ibu kembali menatap anak gadisnya. Sedangkan Arsyi masih sama enggan menatap ibunya. Tapi diam-diam ia mendengarkan dengan baik apa saja tutur kata yang ibu keluarkan dari mulutnya sebagai penjelasan.

"Kamu mungkin menganggap ibu nggak pernah ingin menemui kamu, tapi sebenarnya, ibu selalu melihat kamu dan diam-diam memperhatikan kamu meski itu dari kejauhan, dan mungkin kamu nggak sadar akan hal itu. Ibu selalu ingin menemui kamu tapi selalu saja hati ibu belum siap dan belum berani menatap mata kamu secara langsung, ibu memang sudah terlalu merasa bersalah sama kamu."

Ibu menarik nafas perlahan dan menatap lurus kedepan. Pikirannya menerawang kembali memutar memori beberapa tahun lalu. "Saat itu ... Kamu masih berusia empat tahun, keluarga kita sedang berada di titik paling rendah, sampai-sampai mau makan sekali untuk sehari itu nggak mudah. Hari itu ibu pemilik sewa rumah kita menagih uang yang belum di bayar tiga bulan, berbarengan hari itu juga ayah kamu baru di berhentikan bekerja tanpa di kasih uang pesangon. Jangankan membeli mainan untuk kamu seperti anak tetangga lainnya, kami bahkan nggak bisa membelikan susu untuk pertumbuhan kamu, nak ..."

"Ibu sedih, ibu sakit hati melihat kondisi kita. Ibu juga kesal dengan ayah kamu yang bisa-bisanya di pecat oleh bos di saat kondisi kita yang nyaris tidak bisa melanjutkan hidup lagi. Sampai akhirnya ibu tidak tahan dan akhirnya meluapkan semua emosi ibu yang sudah terlalu muak hidup serba kekurangan. Hingga emosi itu berada di puncak akhir, ibu meminta pisah dengan ayah kamu."

"... Malam itu juga ibu langung pergi meninggalkan kamu dan juga ayah kamu. Rasanya ibu seperti tak sabar ingin pergi dari dunia yang tidak berpihak ke ibu. Ibu berdiri di pembatas jembatan yang di bawahnya air sungai sangat deras. Ibu sangat frustasi, ibu berteriak, memaki dan membentak entah kepada siapa yang jelas hanya ada angin malam yang menusuk tulang-tulang ibu. Dan dengan entah bisikan dari mana, ibu berniat ingin menyudahi penderitaan dan segala beban berat yang ibu rasakan dengan mengakhiri hidup. Saat kaki ibu sudah terangkat untuk bersiap terjun dari atas jembatan, ada seorang pria yang menghalangi niat dangkal ibu ..."

S W E E T G U A R DWhere stories live. Discover now