-41 : Mimpi-

1.7K 270 140
                                    

Saat ini Arsyi asyik bermain petak umpet bersama El dan Gea di pekarangan rumah Jungkook, sedangkan lelaki bergigi kelinci itu hanya duduk di teras sembari memperhatikan ketiga anak adam yang menghambur tawa tanpa batas.

Kali ini giliran Arsyi yang menjaga, sedangkan dua bocah itu mencari tempat persembunyian yang aman.

"... Sembilan, sepuluh. Udah belum?" tanya Arsyi dengan menelengkupkan wajahnya di pohon jambu milik bunda.

"Udah!" teriakan itu terdengar lantang tanpa nampak wujud dari yang berseru.

Arsyi membuka matanya, membalikkan badan, mengedarkan pandang ke sekitar.

Kira-kira dimana kakak beradik itu bersembunyi?

"El? Dimana kamu El?" tanya Arsyi dengan mengeraskan suaranya.

Selang beberapa detik, Arsyi melihat ada bunga mawar yang bergerak, bukan karena angin, namun Arsyi yakin di balik pot bunga itu ada seseorang antara El dan Gea yang bersembunyi.

Arsyi pun melangkahkan kakinya dengan pelan menuju satu titik yang ia yakini ada orang di balik sana.

Namun tiba-tiba kakinya tak sengaja menginjak tanah yang licin hingga terpleset dengan pantat yang lebih dulu menyapa bumi.

Brukk!

"Aws!"

Arsyi meringis sembari memegangi bokongnya yang sedikit nyeri. Aneh sekali, padahal jalannya sudah teramat pelan, mengapa ia masih bisa tergelincir?

Lantas Arsyi bangkit berdiri dengan pelan lalu menepuk-nepukkan telapak tangannya yang sedikit ternodai cokelatnya tanah.

"Lho, El?" kepalanya celingukan dengan mata yang berpendar lebih luas.

Dimana ini? Bukankah dia tadi tengah berada di pekarangan rumah dan bermain bersama mereka? Lalu mengapa Arsyi sekarang berada di sebuah taman? Dua puluh meter dari sini ada air terjun yang dengan anggunnya turun ke sungai kecil nan dangkal, sehingga terlihat bebatuan di dalamnya, san air itu mengalir entah sampai mana.

Sejenak Arsyi terkesima dengan tempat dimana ia berada sekarang.

Damai dan sejuk.

Namun tak berselang lama ia kembali ingat sekaligus bingung mengapa ia ada disini.

"El?"

"Gea?"

Arsyi celingukan.

"Jungkook?"

Ia memutar kepalanya dengan panik. Mencoba mencari keberadaan mereka.

Keringat dingin mulai bermunculan dari telapak tangannya.

Jantungnya mulai membuat keriuhan. Hatinya mulai tidak tenang.

Arsyi menggeleng ketakutan. Jangan. Jangan biarkan Arsyi sendirian disini. Tolong..

"Papi?" Arsyi menyipitkan matanya untuk meyakinkan bahwa di seberang sana (seberang sungai kecil) adalah ayahnya, Arkan.

Jarak Arsyi dan ayahnya cukup dekat namun terhalang dengan aliran sungai kecil dari pegunungan yang memisahkan mereka.

"Papi!" Arsyi memanggil ayahnya yang tetap membelakanginya itu.

"Pa--"

"Arsyi?"

Arsyi segera memutar tubuhnya ke belakang begitu mendengar sumber suara berasal dari sana.

"P-papi?" kernyitan timbul di kening Arsyi.

Ia kembali menoleh kepada laki-laki yang berada di seberang yang ia panggil papi tersebut, di beberapa detik yang lalu.

Laki-laki yang sangat mirip Papi Arkan itu masih ada, dan masih setia membelakanginya. Tapi lelaki yang di belakangnya ini juga ada.

S W E E T G U A R DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang