#5

84K 3.8K 59
                                    

Violet pulang setelah ia berbelanja empat kantong besar bahan makanan. Ia tidak punya sopir, tidak punya pembantu. Apartemen elit ini terasa begitu sepi, sama sepinya dengan kediaman keluarga Barson. Ya, Violet menyanggupi kalau dia bisa mengurus rumah sendiri tanpa perlu bantuan orang lain, hanya saja nanti akan tetap ada orang yang datang setiap tiga hari sekali untuk membantu beres-beres dan setiap baju yang ia dan Darren pakai akan dilaundry.

Violet kira akan terasa aneh bila ia menggunakan pembantu setelah selama ini ia sering melakukan segalanya sendirian, tapi sekarang ia menyesal karena tak menyetujui usul Kayla tersebut. Bukan karena ia kelelahan bekerja, melainkan ia kesepian di sini. Suasana apartemen ini sangat kosong dan hampa, membuat Violet rasanya ingin menangis, meski ia tidak tahu untuk alasan apa ia menangis.

Perempuan bermata abu itu berniat untuk memasak steik sebagai hidangan makan malam. Ia bisa memasak karena di kediaman Barson dia mengerjakan hampir semua hal sendiri, jadi sebenarnya Violet cukup mandiri. Ia mempelajari segala sesuatu soal masak dan sekarang ia sudah cukup ahli.

Sebelum ia membongkar bahan makanan dan mencari hal-hal yang diperlukan, Violet memutuskan untuk menghubungi Darren terlebih dahulu, memastikan lelaki itu pulang atau tidak.

"Telepon atau tidak ya ....?" Violet berbicara pada dirinya sendiri sambil memandang layar ponsel. Semalam ia menghubungi Darren berkali-kali, tapi tidak diangkat dan lelaki itu bahkan tidak sekadar mengirim pesan ke Violet untuk bertanya : kenapa kau meneleponku?

Dia benar-benar dingin. Membuat Violet ingin menyentuhnya agar lelaki itu tak beku lagi. Namun, sepertinya mencairkan es tersebut tak akan mudah.

"Atau chat aja?" Violet masih bimbang di tempat.

"Ah! Bodo! Telepon aja deh!" Violet tiba-tiba mengambil jalur nekat. "Dia juga gak akan angkat dan kalo memang gak diangkat lagi, aku baru kirim pesan."

Terdengar nada sambungan ketika Violet sudah memutuskan untuk menelepon Darren. Degup jantung perempuan itu berdetak beriringan dengan sambungan telepon. Ia tidak tahu kenapa ia segugup ini padahal ia hanya menelepon suaminya.

Violet baru saja kehilangan harapan saat sambungan itu tak kunjung terangkat. Ia menarik napas panjang dan di saat yang sama, suara berat Darren terdengar di sana.

"Halo?"

**

Darren mengernyit ketika menemukan nomor tak dikenal yang terus menghubunginya sejak semalam. Lelaki tersebut semalam sibuk mengagumi Gladys dan tak sempat memeriksa ponsel, dia bahkan benar-benar melupakan eksistensi Violet sebagai istrinya.

Lalu hari ini ia begitu sibuk di tempat kerja karena banyak hal yang kemarin dan hari sebelumnya harus ia tinggalkan--karena ia harus mengurus pernikahan. Jadi, tak ada waktu bagi Darren untuk sekadar memeriksa pesan atau chat yang masuk. Jadi dia tidak tahu nomor Violet, mengingat mereka tak pernah saling menghubungi sebelum menikah.

"Halo?"

Darren akhirnya mengangkat telepon itu. Dia tahu tak banyak orang yang mengetahui nomornya, jadilah orang ini pasti ia kenal atau setidaknya tahu dengan Darren. Lelaki itu masih tak mengira kalau yang meneleponnya adalah Violet.

"D-darren?"

Darren mengernyit karena mendengar namanya disebut dengan suara bergetar oleh orang asing yang bahkan tak dia kenal. Sebelum Darren sempat menjawab, Violet sudah buru-buru menambahkan.

"Apa kau akan pulang malam ini?"

"Kau siapa?"

"Aku ...." Orang itu tampak terdiam sejenak. Dia seperti kesulitan menyusun kata. "Violet."

"Oh." Darren melirik layar ponselnya dengan pandangan bingung. Dia tak menyangka perempuan itu akan meneleponnya bahkan sejak semalam. "Kenapa?"

"Aku ingin membuat makan malam ...." Violet berkata dengan hati-hati. "Kalau kau mau ...."

"Apa kau yakin bisa memasak? Aku tak mau keracunan makanan. Pekerjaanku sudah banyak dan aku tak bisa menumpuknya lagi." Darren membalas dengan nada yang tak menyenangkan. "Melakukan pernikahan denganmu kemarin telah menghabiskan banyak waktuku yang berharga."

Darren berkata seolah pernikahan mereka adalah hal yang paling menyebalkan yang harus ia lakukan secara terpaksa serta buang-buang waktu. Ia sama sekali tak menunjukkan sisi sakral dari sebuah pernikahan--seperti yang Violet lakukan.

Violet terdiam. Lama. Sangat lama. Darren bahkan memeriksa kembali layar ponselnya, memastikan kalau sambungan itu masih terhubung.

"Kau mendadak bisu? Aku tutu--"

"Jadi apa kau akan pulang?" Violet mengulang pertanyaannya sebelum Darren sempat memutuskan sambungan. Kali ini, suara Violet terdengar berbeda. Dia seperti orang yang sedang ... menangis?

Darren menegak salivanya kasar. Dia tak suka wanita yang menangis. Meski dia jahat, tapi dia mudah luluh oleh air mata. Untungnya, Violet tak menangis di depan Darren saat ini. Kalau sampai wanita itu melakukannya, maka Darren mungkin sudah lebih merasa bersalah daripada ini.

"Ya. Nanti."

"Baiklah, aku ... akan memasak untukmu, kuharap kau tak datang terlalu lama supaya makanannya tak dingin."

"Kau ini bodoh, ya?" Darren berdecak kesal karena respons Violet yang tampak masih kukuh. Padahal saat pertemuan perjodohan perempuan ini tampak kalem dan pendiam. Dia tak banyak bicara dan kikuk, itulah alasan kenapa Darren berpikir akan lebih mudah menikah dengan perempuan sejenis Violet. Namun, kenapa dia tiba-tiba berubah menjadi keras kepala begini? Begitu menyebalkan.

"Aku tunggu kau pulang."

Klik.

Telepon tersebut terputus begitu saja. Darren memandangi layar ponselnya dengan tatapan terbaca dan sedetik kemudian lelaki itu mengerang keras.

"Perempuan itu kenapa?!" seru Darren kesal.

Lelaki bermata biru tersebut mendesah keras dan menghela napas dalam-dalam. Ia menyenderkan kepalanya yang sudah terasa pegal ke kursi dan mulai kembali memandangi langit-langit kantor.

Ada sebesit rasa bersalah ketika mengetahui Violet menangis hanya karena perkataan Darren dan Darren sangat membenci ini!

Perlahan, lelaki itu memejamkan mata dan membiarkan perasaan asing ini mengalir. Dia harus mulai terbiasa dengan Violet dan menekankan pada gadis itu ... bahwa dia tak perlu repot-repot untuk berperan sebagai istri Darren.


Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu