#35

71.3K 3K 90
                                    

double.

cerita ini akan dilanjut setelah bab ini dan bab #34 masing2 mencapai 200 votes dan 15 comment

**


Violet menatap dirinya sendiri yang tampak menyedihkan di hadapan cermin dan menghela napas. Astaga, setelah ia pulang dari rumah sakit kemarin, Violet menangis sepanjang hari, yang sekarang membuat matanya terlihat sedikit bengkak. Untung saja, hari ini dia tidak kuliah dan Darren tidak pulang lagi semalam. Karena, kalau lelaki itu sampai tahu Violet menangisi kepergian Marvin sampai begini, mungkin ... dia akan marah.

Entahlah, Violet justru bernapas lega saat tahu Darren tidak pulang semalam, sebab ia tidak tahu bagaimana harus menjelaskan perasaannya kepada lelaki itu kalau sampai Darren melihat ia menangis. Lebih baik ia sendiri di saat begini, karena pertengkaran di antara mereka tidak akan menyelesaikan masalah apa pun, yang ada malah membawa pertikaian baru.

Sorot mata kosong dari obsidian abu yang daritadi memandangi wajahnya sendiri itu harus teralihkan ketika perempuan tersebut mendengar bunyi ponsel. Handphone Violet telah diganti dengan yang baru—setelah insiden percobaan pemerkosaan itu—dan dia juga sebenarnya sudah berkonsultasi ke psikolog beberapa kali selama ia di rumah sakit—berhubung ia tidak terluka parah secara fisik, jadi ia bisa melakukan ini.

Awalnya memang sangat sulit, tetapi perlahan, Violet mulai menerima keadaan dan berhenti bermimpi buruk soal Joseph. Membayangkan kalau ia tidak akan pernah bertemu dengan Joseph lagi untuk jangka waktu yang lama—karena sekarang orang biadab itu dipenjara—membuat Violet merasa lega.

Suara dering ponsel yang terus menjerit tanda bahwa ada telepon masuk membuat Violet menelusuri apartemen, karena jujur ia lupa di mana terakhir ia meletakkan benda pipih tersebut. Setelah berkeliling cukup lama—sampai panggilan itu nyaris terputus—Violet akhirnya berhasil menemukan handphonenya di sela-sela sofa. Entah kapan ia meletakkan benda ini di sana, Violet tidak begitu ingat.

"Nomor tidak dikenal?" Violet bergumam kala melihat orang yang meneleponnya. Karena ia tidak menyimpan kontak si penelepon, Violet jadi bingung mau mengangkat panggilan tersebut atau tidak. Sampai kemudian telepon itu terputus dan Violet masih bengong.

Perempuan itu mendudukkan dirinya ke atas sofa empuk kala ponselnya berbunyi lagi kemudian. Kali ini, bukan telepon, melainkan hanya pesan, tetapi ini berasal dari nomor yang sama. Membuat Violet kemudian bertanya-tanya dan menyentuh layar ponselnya.

Dahi perempuan itu mengernyit sepersekian detik setelah ia membaca pesan tersebut.

From : Unknown

Mari bertemu. Ada yang ingin kubicarakan padamu, tapi jangan beritahu Darren.

Kau tahu siapa aku, kan?

-       Gladys, wanita yang Darren cintai.

"Wanita yang Darren cintai?" Violet mengulang kalimat itu dan memasang ekspresi kesal kemudian. Apa-apaan ini? Mengapa Gladys tiba-tiba menghubunginya? Bagaimana Gladys bisa tahu nomor Violet? Dan apa yang ingin ia bicarakan?

Ada banyak pertanyaan yang bersarang di kepala Violet. Di satu sisi, dia kesal karena Gladys bertingkah seolah-olah dia adalah seseorang yang sangat penting di mata Darren, padahal jelas-jelas Violet adalah istri Darren. Dan ngomong-ngomong, kenapa dia tiba-tiba hadir lagi di kehidupan pernikahan Violet? Bukankah Darren bilang ia akan segera mengakhiri hubungan dengan Gladys? Kalau mereka sudah berakhir, bukankah seharusnya Gladys tidak perlu menghubungi Violet?

"Aduh, kepalaku sakit." Violet meringis. Ia kurang tidur, terlalu banyak menangis, dan sekarang ia harus berpikir keras sekaligus kesal. Sungguh ini bukan hari yang baik untuk bertemu dengan selingkuhan suaminya. Rasanya Violet tidak siap, tetapi kalau dia melewatkan kesempatan ini, apa ke depannya ... Gladys akan menghubunginya lagi?

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Where stories live. Discover now