#9

74.5K 4.2K 111
                                    

Satu bulan berlalu setelah pernikahan Violet dan Darren. Musim mulai berganti. Udara musim gugur semakin dingin yang menandakan winter akan segera datang. Violet tengah menyeduh dua cangkir cokelat panas pagi itu setelah ia memasak omellete sebagai sarapan untuk Darren. Perempuan tersebut menggunakan sweater berwarna ungu--violet--karena cuaca yang dingin membuat ia flu sejak kemarin.

Darren yang sudah bersiap-siap untuk ke kantor bergerak ke dapur kala ia mencium wangi masakan Violet. Selama sebulan ini, Darren sudah terbiasa untuk dipersiapkan makan oleh Violet--baik sarapan maupun dinner. Lelaki itu menepati janjinya untuk tak menghindari Violet dan pulang ke apartemen, tapi tentu saja saat weekend atau kapan pun suami Gladys pergi ke luar kota, Darren akan menemani wanita tersebut dan tak kembali ke sini.

"Kau mau cokelat panas?" Violet bertanya pada Darren ketika ia sudah selesai menyeduh. Perempuan itu tampak mengerikan. Hidungnya memerah, matanya berair dan suaranya terdengar berbeda.

Darren menatap Violet dengan ekspresi yang berganti-ganti--ngeri, cemas, sekaligus kasihan. "Kau flu?"

Violet mengangguk. Ia sadar kalau Darren tak menjawab pertanyaannya, jadi Violet bergerak ke depan lelaki itu dan menyodorkan gelas langsung ke Darren. "Kau baru sadar? Aku sakit sejak kemarin."

"Apa?" Darren membulatkan mata. Dia melirik ke arah omellet yang Violet buat dengan pandangan ngeri. "Bagaimana kalau aku juga tertular? Aku tak bisa sakit. Kau tahu."

"Atau mungkin kau harus sakit supaya kau tak kerja terus," celetuk Violet tanpa dosa sambil menyeruput cokelat panas yang ia buat. "Aku hanya bercanda," sambung perempuan itu ketika Darren menatapinya dengan tatapan horor.

"Kau serius tak bersin di atas makananku, kan?" Darren mengangkat piring omelettenya dan memandangi benda itu penuh selidik. "Atau kau justru sengaja ingin membuatku sakit?"

"Kau cerewet sekali, kalau tak mau makan, aku saja yang habiskan." Violet menggosok hidungnya sebelum kemudian ia hendak menarik piring yang Darren pegang, tapi lelaki itu menghalangi Violet.

"Siapa bilang aku tak mau?" Darren berdeham dan mulai memotong omellete yang Violet buat. Omong-omong, omellete buatan Violet adalah sarapan yang paling Darren suka.

Violet tak mengada-ngada. Darren juga tak pernah berkata demikian. Lelaki itu tak pernah mengakui tentang betapa enaknya masakan Violet, tapi Violet bisa menilai itu langsung dari ekspresi wajah Darren.

For some reason, sometimes, he is cute, batin Violet sembari melirik Darren yang masih memakan dengan lahap omellete buatannya--yang tadi ia curigai sebagai pembawa virus.

Hati Violet menghangat di setiap pagi ia sarapan dengan Darren. Lelaki itu mungkin bukan orang yang baik dan dia jelas tidak mencintai Violet. Namun, Violet tetap mencintainya tanpa syarat. Sebuah kebodohan besar karena hati Violet selalu sakit ketika Darren tak pulang dan lebih memilih untuk menemani perempuan yang ia cinta di setiap weekend.

Sampai sekarang, Violet tak tahu siapa perempuan itu. Hm, lebih tepatnya dia tak mau tahu. Violet terlalu takut untuk sakit hati. Dia tak mau mendengar apa pun dari Darren perihal perempuan lain. Jadi, lebih baik begini adanya.

"Omong-omong, apa kau bisa menemaniku ke toko bunga nanti sore?" tanya Violet pada Darren yang sekarang sudah menghabiskan omelletenya dan tengah menyesap cokelat panas yang Violet buat.

"Toko bunga? Kau mau beli bunga?" Darren menjawab dengan ekspresi bingung. "Untuk apa?"

"Ada keperluan khusus," balas Violet misterius. "Bisa atau tidak?"

"Baiklah. Aku akan menjemputmu sekitar pukul lima, nanti kukabari lagi." Darren mengangguk. Kemudian lelaki itu berdiri dan mengambil tas kerjanya yang ia baringkan di sofa. "Aku harus pergi sekarang."

"Tunggu sebentar!" teriakan Violet membuat langkah Darren terhenti. Tak urung lelaki itu mengerutkan dahi ketika melihat istrinya berlarian ke dalam kamar dan kembali sepersekian detik kemudian. 

"Kau mau apa?" tanya Darren bingung kala Violet tersenyum sembari membawa sesuatu di tangannya.

"Udara sangat dingin belakangan, pakai ini." Violet membawa sebuah scarf dengan motif kotak-kotak kecil berwarna hitam putih  yang mirip seperti papan catur. Scarf  itu tampak tebal dan lembut karena terbuat dari wol. "Aku membelinya di toko dekat kampus kemarin karena kupikir kau membutuhkannya."

Darren diam saja ketika Violet mulai berjinjit dan memasangkan scarf itu ke lehernya. Deruan napas hangat Violet terasa di tengkuk Darren, membuatnya sempat merinding sejenak. Ia selama sebulan ini sangat sering merasa bersalah pada Violet, tapi perempuan itu selalu ceria setiap saat, bahkan ketika ia menyambut Darren pulang setelah berhari-hari Darren menginap di rumah Gladys.

Violet tidak pernah absen mengurus Darren. Ia menyiapkan keperluan Darren, memasak, merapikan barang-barang Darren dan dia juga selalu melakukan hal-hal manis yang terkadang membuat Darren merasa bersalah--dan menghangat di saat bersamaan. Setelah sebulan berlalu, perasaan Darren masih sama. Violet hanyalah Violet untuknya. Tak ada yang spesial.

Meski ... harus Darren akui bahwa tidur dengan Violet tanpa melakukan apa pun sangat menyiksa untuk Darren. Sebenarnya mereka bisa saja melakukan itu sebab keduanya sudah sah menjadi suami istri. Namun, Darren terlalu takut kalau nantinya Violet hamil dan muncul anak di antara mereka. Darren takut semakin merasa bersalah.

Atau alasan yang lebih tepatnya, sebenarnya Darren takut ia menjadi kecanduan dengan tubuh Violet. Kan berbahaya kalau sampai hal tersebut terjadi, karena itu Darren berusaha mengatur nafsu binatangnya dengan memberi batas berupa guling di tempat tidur mereka, agar Darren dan Violet tak melakukan skinship yang bisa membuat bagian dari tubuhnya bangun.

Bahkan ketika mereka tak bersentuhan saja, Darren harus tetap mandi air dingin karena ia selalu tegang ketika melihat Violet yang tertidur di atas ranjang. Sialnya, perempuan itu memang sangat cantik. Darren tak bisa menolak pendapat tersebut karena itu benar adanya--tapi Gladys juga cantik. Darren memang  beruntung karena ia dikelilingi para kaum hawa yang rupawan.

"Hei, kau dengar aku?"

Perkataan Violet menarik Darren ke kondisi sekarang. Lelaki itu menyadari kalau daritadi ia sibuk melamun dengan pikiran yang melayang ke mana-mana.

"Tidak. Kau bilang apa?"

"Kubilang ... apa kau keberatan kalau aku melakukan ... ini?" Darren mengerjap bingung karena perkataan Violet, tapi sepersekian detik kemudian, ia mengerti.

Violet menarik scarf yang tadi ia pasangkan ke Darren, membuat jarak mereka terkikis. Lalu dengan perlahan, perempuan itu berjinjit dan menyentuh bibir Darren dengan bibirnya. Membuat sensasi tersengat mengalir di seluruh tubuh Darren. 

Violet menciumnya! Ini ciuman pertama mereka setelah satu bulan menikah! 

"Baiklah, sampai jumpa! Hati-hati!" Violet melepaskan ciumannya dengan kikuk. Perempuan itu segera berbalik dengan wajah yang semerah tomat. Ia berlari dan masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintu tanpa menunggu respons dari Darren. 

Apa mungkin ... ini ciuman pertamanya? batin Darren bertanya-tanya karena menyadari betapa merahnya wajah Violet dan seberapa kikuknya perempuan itu.

Darren menyentuh bibirnya sejenak. Ia berusaha menetralkan detak jantungnya yang tak karuan karena terkejut. Perlahan, ia melirik pintu dan menggelengkan kepala.

"Dasar gadis nakal."


***


72 vote and 17 comment for next

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt