#37

70.6K 3.8K 364
                                    

260 vote dan 55 comment for next

**


"Violet?"

Darren memasuki apartemen ketika ia mendapati keadaan gelap gulita tanpa pencahayaan sama sekali. Lelaki itu meraba dinding, berusaha untuk tidak tersandung. Lalu, ketika ia sampai ke ruang tengah, tiba-tiba semua lampu hidup, membuat keadaan sekitar langsung menjadi terang nan jelas.

"Violet?" Darren mengulangi. Ia menemukan istrinya berada di dekat saklar lampu dengan jari yang masih tertempel di sana.

Ada sesuatu yang aneh. Darren langsung bisa menyadarinya, ketika ia melihat mata Violet yang bengkak dan bagaimana sorot obsidian itu meliriknya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

"Kau sudah pulang?" Violet menyapa dengan suara serak yang membuat Darren merinding. Ia tidak tahu mengapa ia merasa seperti ini pada istrinya sendiri, tetapi atmosfer di sekitarnya mengatakan, bahwa situasi sekarang sedang tidak baik.

Mereka hanya berdua di sini, itulah yang membuat Darren semakin merasa terintimidasi, meski ia berusaha untuk tetap tenang. Karena jujur, ia tidak paham tentang apa yang tengah terjadi. Violet yang biasanya akan menyapa Darren dengan senyuman kala mereka bertemu. Namun, hari ini ia terlihat berbeda.

Apa Violet marah karena Darren tidak pulang beberapa hari ini?

"Iya. Matamu kenapa?" balas Darren sembari meletakkan tas kerjanya di atas sofa. "Sepertinya bengkak, kau menangis?" sambungnya.

"Ikut aku." Violet tidak menjawab pertanyaan Darren dan langsung melangkah, yang membuat Darren mau tak mau mengernyit heran. Violet memang aneh, ini bukan sekadar perasaannya saja. Entah kenapa, firasat Darren tidak bagus.

Langkah kaki Darren bergerak setelah ia melepaskan dasi dan jasnya yang ia letakkan di atas sofa. Violet sudah duduk di tengah meja makan ketika Darren sampai ke dapur. Sorot pandang mata perempuan itu sangat serius, membuat Darren tanpa sadar menegak salivanya gelisah.

Kenapa dia merasa gugup? Seakan ... ia melakukan kesalahan besar? Di saat ia tidak merasa melakukan apa pun?

"Kau mau bicara padaku?" Darren membuka obrolan setelah hening beberapa saat di antara mereka. Ia duduk di sebrang Violet dan perempuan itu bahkan enggan menatap matanya. "Apa ada yang salah? Maaf karena belakangan aku sangat sibuk. Kau pasti sedih karena aku tidak bisa menjemputmu waktu pulang dari rumah sakit."

Masih hening. Darren jadi semakin gelisah. Dengan perlahan, ia menyentuh tangan Violet yang daritadi menganggur di atas meja dan mengusapnya pelan. "Kau baik-baik saja, kan? Tidak terjadi sesuatu yang buruk, bukan?"

"Terjadi sesuatu yang buruk," ucap Violet yang akhirnya menjawab. Ia menarik tangannya dari pegangan Darren dan berusaha menatap mata suaminya. Namun, baru beberapa detik mereka berpandangan, obsidian Violet sudah terasa panas. Ia ingin menangis. Astaga, ia benci sekali dengan dirinya yang lemah ini.

"Apa yang terjadi?" Darren bertanya dengan cemas sambil mengamati tubuh Violet dari atas ke bawah untuk memeriksanya.
"Traumamu kambuh?"

"Bukan." Violet menggeleng. Bibirnya bergetar sedetik kemudian. Ia tidak sanggup mengatakan ini pada Darren. Hatinya terluka lagi. Mengingat ucapan Gladys membuat Violet hancur, tetapi ia tahu, ia harus mengkonfirmasi kebenaran ini pada Darren. Atau ... dia akan tenggelam di dalam lautan kesedihan sendirian, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Darren ...."

"Ya?" Darren masih memandang Violet dengan sorot berganti-ganti, cemas, bingung, dan gelisah.

"Apa kau mencintaiku?" gumam Violet pelan. Suasana hening di sekitar mereka membuat Darren bisa mendengar Violet, meski suara perempuan itu sangat kecil.

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Where stories live. Discover now