#32

79.2K 3.5K 80
                                    

Seorang lelaki dengan balutan jas rapi kantoran berjalan dengan gagah menuju ruang di mana Violet dirawat. Wajah pria itu tampak cemas sekaligus lelah. Dia tidak terlihat segar dan berkharisma seperti biasanya, entah dari mana dia daritadi, sampai baru kemari sekarang.

"Darren?"

Violet yang sedang menatap kosong ke televisi yang sedaritadi menyala menoleh kala ia menemukan pria itu tengah berada di ambang pintu. Mata biru Darren terlihat sendu. Baru kali ini Violet menemukan sorot yang berbeda dari obsidian tersebut.

Jennifer belum pulang. Dia bersikeras menemani Violet di sini, sampai ada yang datang untuk menggantikannya dan ketika ia melihat Darren, buru-buru Jennifer pergi, entah pulang atau ke mana, Violet tak tahu, karena perempuan itu langsung hilang tanpa pamit.

"Kau--" Violet baru saja mau bertanya apakah Darren sudah menyelesaikan pekerjaannya? Lelaki itu terkadang bekerja lembur sampai malam, meski tidak sering. Namun, sebelum perkataan Violet keluar, Darren sudah membuat dia berhenti berbicara, karena suaminya itu dengan cepat melangkah dan memeluk Violet yang kebetulan tengah berada pada posisi duduk di atas ranjang.

"Maaf ...."

Violet mengerjap. Darren memeluknya dengan hati-hati karena kepala Violet diperban. Nada suara lelaki itu terdengar lirih dan penuh penyesalan. Ini kali pertama Violet melihat Darren yang seperti ini. Lelaki itu bahkan tampak jauh lebih merasa bersalah, daripada saat ia memerkosa Violet karena cemburu pada Marvin waktu itu.

"Maaf untuk apa? Kau tidak salah." Violet berusaha terlihat baik-baik saja. Perempuan itu mengatur nada suaranya agar ia tampak tenang, tapi, tetap saja hal tersebut terasa mustahil. Suaranya masih bergetar. Terlebih, ia masih sering mengingat kilasan kejadian menjijikan tadi siang yang selalu berhasil membuatnya menangis.

"Maaf. Maafkan aku." Darren terus mengulangi perkataan yang sama. Dia mempererat pelukannya pada Violet dan mengendusi wangi perempuan itu dalam-dalam. "Seharusnya aku yang menolongmu, seharusnya aku tidak membiarkan ini terjadi. Seharusnya aku bisa melindungimu. Aku bukan suami yang baik sejak awal. Aku selalu membuatmu terluka, karena itu ... maafkan aku. Violet."

"Hey, ini bukan salahmu." Violet melepaskan pelukan Darren dan menatapi mata lelaki itu. Darren berkaca-kaca. Lelaki itu mau menangis dan hal tersebut membuat Violet ingin menangis juga. "Kau tidak salah, Darren. Kenapa kau meminta maaf sampai begini?"

"Tidak. Ini salahku." Darren menggelengkan kepala, masih bersikeras. "Aku minta maaf."

"Baiklah. Aku memaafkanmu," kata Violet pada akhirnya. Ia tahu Darren tidak akan berhenti meminta maaf dan perdebatan mereka mungkin tak akan selesai sampai esok, kalau keduanya masih bersikeras. "Tapi aku juga minta maaf padamu ... karena mungkin, sekarang aku sudah kotor dan tak pantas sebagai istrimu. Aku sudah dijamah oleh lelaki lain dan--"

"Tidak, tolong jangan berkata begitu ...." Darren memotong Violet. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia benar-benar tak suka dengan perkataan Violet barusan. "Aku tidak pernah menganggapmu kotor, jadi, kau juga jangan beranggapan begitu, oke? Aku tidak membencimu karena kejadian ini. Aku akan mendukungmu supaya kau bisa kembali menjadi Violetta-ku, seperti semula. Jadi, kita atasi ini bersama-sama, ya?"

Entah apa yang berbeda pada Darren pada malam ini, tapi dia benar-benar terasa jauh lebih hangat. Violet merasa matanya memanas lagi. Ia menangis dan mengangguk perlahan. Ia tidak akan mengalah dengan rasa takut dan bencinya. Ia punya Darren dan orang-orang yang menyayanginya di sini, jadi Violet tahu, dia tidak akan sendirian.

"Kita lakukan sama-sama," kata Violet dengan suara lirih.

Darren tak menjawab lagi, tapi dia langsung memeluk Violet dengan erat. Violet merasa nyaman. Dengan adanya Darren di sini, ia sama sekali tidak terbayang pada perilaku bajingan Joseph. Wangi suaminya selalu membuat ia merasa rileks. Darren, ya, mungkin sebenarnya Darrenlah yang Violet butuhkan agar ia bisa merasa lebih baik.

"Akan kubuat bajingan itu membusuk di penjara karena berani menyentuh istriku dengan tangan kotornya."

Violet tak menjawab, tapi dia juga berharap Joseph akan mendapat hukuman setimpal dengan apa yang ia perbuat. Perempuan itu mengelus rambut Darren pelan dan melepaskan pelukan mereka kemudian.

"Jadi ... apa kau baik-baik saja? Kepalamu masih sakit?" Darren menatap Violet khawatir setelah pelukan mereka terlepas. Mata Darren tak lagi berkaca-kaca dan nada suaranya sudah terdengar normal.

Violet menggeleng sebagai jawaban. "Aku sudah jauh lebih baik."

"Baguslah."

"Kau darimana saja? Kenapa baru datang sekarang? Apa kau ada meeting yang tak bisa ditinggal?" Violet bertanya saat Darren sudah duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Jennifer.

Darren menyentuh tangan Violet yang tak diinfus dan mengelusnya pelan. "Aku baru sampai sekarang karena tadi aku ke kantor polisi dulu."

"Kau bertemu Marvin?" Violet bertanya hati-hati. Violet tak tahu bagaimana respons Darren ketika ia tahu ternyata Marvinlah yang menyelamatkan istrinya.

Darren mengangguk. Ia tidak menatap mata Violet, pandangannya tertuju pada tangan Violet.

"Kau marah padaku?" tanya Violet lagi, penuh kehati-hatian.

Darren mendongak. "Tidak. Kenapa harus marah?"

Perempuan bermata abu itu menghela napas tanpa sadar. "Kukira kau akan marah karena tahu Marvinlah yang menyelamatkanku."

"Aku tidak sekanak-kanakan itu. Aku malah berterima kasih padanya tadi di kantor polisi. Aku juga memberikan dia bantuan agar dia bisa bebas. Prosesnya cukup rumit, karena itu aku baru sampai di sini sekarang."

"Kau membantunya? Jadi sekarang, Marvin sudah pulang dari kantor polisi?" Violet membulatkan mata. Ini jauh dari prediksinya. Ia kira, Darren mungkin akan marah dan salah paham karena yang menolongnya adalah Marvin, tapi ternyata, lelaki itu tidak demikian.

"Iya. Karena aku tahu aku akan sampai lama, jadi aku meminta kontak temanmu yang barusan pergi tadi pada Angela, aku tak mau menganggu waktumu beristirahat, jadi aku tak menghubungimu lagi. Aku memintanya untuk menjagamu di sini, sampai aku datang. Karena aku tahu, kau mungkin tak nyaman bila aku meminta orang lain seperti bodyguard yang berjaga di sini."

Hati Violet menghangat lagi. Ternyata, Darrennya bisa menjadi semanis ini. Ia kira, hubungan mereka mungkin akan renggang dengan adanya insiden ini, tapi tidak, Darren ternyata lebih pengertian dari yang Violet duga.

"Baguslah. Aku kira kau akan marah dan salah paham karena Marvin yang menolongku."

"Aku sedang belajar." Darren tiba-tiba berkata hal yang tidak Violet mengerti.

"Belajar? Maksudnya? Apa yang kau pelajari?"

"Aku sedang belajar percaya padamu. Aku juga belajar untuk mengontrol emosiku." Darren mendekatkan tangan Violet pada wajahnya. "Kau mungkin menyimpan rasa pada Marvin karena selama ini aku selalu tak berguna sebagai suami. Jadi, aku percaya, perlahan perasaanmu akan kembali utuh padaku, selama aku bisa menjadi suami yang baik. Bukan begitu, kan?"

Violet tidak menjawab. Dia tidak bisa menjamin bahwa perasaannya pada Marvin akan hilang sepenuhnya, jadi daripada berbohong, Violet lebih memilih diam.

"Lalu, bagaimana dengan Gladys? Apa kau akan berhenti menemuinya?" gumam Violet pelan, yang ternyata masih terdengar oleh Darren.

"Aku akan berhenti menemuinya dan melepasnya, setelah aku selesai melakukan apa yang perlu kulakukan."

"Apa maksudnya itu?" Violet mengernyitkan dahi, tak paham.

Darren tersenyum lembut dan mengecup tangan Violet lembut. "Nanti, aku akan menceritakan semuanya, setelah kau pulih. Jadi, segeralah sembuh. Oke?"

Violet hanya bisa mengangguk pelan karena tatapan mata Darren seolah menghipnotisnya untuk setuju. Entah apa yang Darren ingin ceritakan, tapi sungguh, Violet penasaran setengah mati.


Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Where stories live. Discover now