#15

80.6K 4.2K 174
                                    

100 vote and 11 comments for next

.

.

.

.

.

.

.

.

**



"Aku terkejut ketika kau meneleponku." Marvin masuk ke dalam apartemen Violet dengan senyum lebar sembari membawa sekantung besar plastik putih yang entah apa isinya. "Padahal kukira kau tidak akan menggubris tawaranku tadi siang."

Pipi Violet memerah karena ia memang terkesan tak senang dengan tawaran Marvin tadi siang. Ia bahkan mengabaikan pria itu karena Marvin malah membuat pengakuan gila bahwa ia menyukai Violet. Namun, entah kenapa sekarang Violet justru memanggil pria ini kemari.

Violet juga tak mengerti mengapa ia tak takut dengan Marvin padahal Angela sudah memperingatkan Violet bahwa kakaknya itu playboy. Mungkin karena Violet membutuhkan tempat bercerita sekarang. Tak ada yang mampu mengerti posisinya selain orang yang tahu soal kondisi pernikahan ini. Dan ... tak banyak orang yang tahu soal ini. Marvin adalah satu-satunya opsi yang Violet bisa pilih.

"Masuklah." Violet bergerak ke arah sofa. Ia sedang menonton televisi tadi setelah mandi dan menunggu Marvin datang, tapi pikiran Violet sebenarnya tidak fokus. Ia malah membayangkan banyak hal lain yang membuatnya kembali menangis. "Kau bisa duduk di mana pun kau mau."

"Berarti aku bisa duduk di pangkuanmu?" Marvin berkata sembari tersenyum lebar penuh jenaka. Violet sedang tak berada dalam mood untuk bercanda. Perempuan itu mendengkus keras, sekarang ia mulai berpikir bahwa keputusan untuk membawa Marvin kemari adalah hal yang salah. "Aku bercanda."

"Aku tahu." Violet menyenderkan tubuhnya dan menghela napas. "Aku mungkin membuatmu terkejut. Aku ... tak bermaksud untuk menghubungimu. Hanya saja ... aku tak tahu harus ke mana lagi. Tidak banyak orang yang tahu soal situasiku dan aku ...."

Napas Violet perlahan mulai tercekat seiiring dengan emosi yang mulai menguasainya. Ia tak ingin menangis di depan Marvin yang notabenenya baru ia temui hari ini, tapi ... matanya berkhianat. Ia tak mampu untuk tak mengeluarkan butiran bening itu. Pada nyatanya, Violet sudah terluka terlalu banyak selama ini. Ia hanya ... bersikap seperti hal-hal yang dilakukan Darren tak menyakiti hatinya--meski pada nyatanya itu berketerbalikan dengan fakta yang ada.

"Hei. Apa aku boleh memelukmu?" Marvin bergerak ke arah sofa yang Violet dudukki. Namun, baru saja lelaki itu mendaratkan pantat, Violet sudah bergerak menjauh karena ia tak terbiasa. "Aku tak berniat menyakitmu. Apalagi kau adalah teman adikku, istri dari sahabatku. Aku ... hanya merasa kau butuh sebuah pelukan. Kau tahu, ketika aku sedang sedih, sebuah pelukan hangat bisa membuatku lebih tenang."

Violet membeku di tempat dengan air mata yang sudah berlinang deras. Melihat Violet diam saja membuat Marvin langsung bergerak dan menarik Violet ke dalam pelukannya. Hangat. Benar-benar terasa hangat dan harum. Marvin menyentuh rambut panjang Violet yang tergerai dan menghela napas panjang. Ia bisa merasakan bahwa tubuh perempuan itu bergetar dan mungkin saja nanti kemejanya akan basah kuyup karena air mata.

"Aku tahu semuanya, Violet. Kau mungkin ... terluka karena ... kau mulai menyukai Darren. Aku tahu bahwa pernikahan ini sudah salah sejak aku tahu kalau Darren punya wanita lain, tapi ... aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku minta maaf untuk itu."

Violet yang tengah menumpahkan semua hal yang ia rasakan di dada Marvin kebingungan karena perkataan pria itu. Violet memang telah bercerita garis besar yang ia alami di telepon pada Marvin. Dengan suara serak, ia berusaha untuk berkata, "Kau sama sekali tak ada hubungannya dengan ini. Mungkin ini sudah nasibku. Sejak dulu kebahagiaan memang selalu lari dariku. Meninggalkanku. Kehidupan memang selalu begini. Apa mungkin semua ini terjadi karena ... aku tak pantas untuk bahagia?"

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Where stories live. Discover now