#13

75.6K 4K 65
                                    

cerita akan dilanjut saat vote mencapai 90 dan comment 20!

.

.

.

.

.

.

hope u'll like it!

**


Violet dan kakak beradik Frew sampai di sebuah butik ternama dengan papan besar yang terpasang di depan gedung. Black&lipz collection. Dari info yang Violet dapatkan, Angela berkata bahwa butik ini terkenal dengan maha karyanya dan harga gaun di sini sangat fantastis. Mereka bahkan membuka cabang di negara lain seperti London, Prancis, dsb.

Violet menganga karena desain interior dari butik tersebut terlihat sangat mewah di bagian dalam, padahal di luar mereka tampak biasa saja. Lampu-lampu dengan bentuk cantik nan elegan di pasang di bagian atas--yang menyinari setiap baju dengan baik, sehingga gaun-gaun yang dipajang tampak sangat cantik.

Perempuan berbola mata abu itu tak dapat menahan decakkannya. Angela sudah sering mengajak Violet berbelanja, tapi baru hari ini mereka kemari. Violet rasa, Angela ingin menghabiskan uang Marvin, karena itu ia memilih tempat yang lebih mahal daripada yang sering ia kunjungi.

"Selamat datang." Seorang pegawai dengan dress modis berupa gaun simpel selutut berwarna ungu muda tersenyum ramah. Ia menggunakan nametag bernama Jeddy. Karena itu Violet tahu dia adalah seorang karyawan. "Apa kalian sudah membuat janji?"

Janji? Memangnya mereka mau bertemu orang penting? Batin Violet bertanya-tanya.

"Sudah. Apa owner-ada di sini sekarang?" balas Angela. Suaranya terdengar sangat antusias.

"Sebentar." Jeddy--pegawai itu--undur diri sejenak. Ia tampak mengotak atik ponselnya sebelum ia berjalan kembali mendekati tiga orang tamu tersebut dan tersenyum. "Mari kuantar ke atas."

"Yes!" Angela bersuara dengan amat sangat kecil. Ekspresinya benar-benar tampak bahagia.

"Ada apa? Siapa yang mau kita temui sampai kita harus membuat janji?" Violet mengerutkan dahi.

"Velitjia. Pemilik black&lipz collection! Kau tahu aku langsung mencoba menghubunginya ketika tahu Marvin akan membelikanku gaun, dia sibuk karena cabang butik ini ada di mana-mana, selain itu, dia juga menulis buku!" ucap Angela sembari melirik kakaknya yang tengah sibuk sendiri dengan ponsel di belakang mereka. "Dia adalah salah satu perancang favoritku! Aku selalu ingin membeli satu gaun atau setidaknya aksesoris di sini, tapi harganya terlalu mahal. Aku nanti membelikanmu gaun di tempat lain saja, ya? Aku tak sanggup kalau yang ini."

"Oke. Terserah kau saja." Violet mengangguk patuh. Mereka di antar ke bagian lantai dua dari gedung itu. Violet kira, tempatnya akan sama dengan bagian bawah, tapi dia salah besar.

Lantai dua tampak lebih feminim. Dinding yang dicat berwarna soft pink serta beberapa pohon sakura palsu yang diletakkan hampir di setiap bagian mendukung suasana yang terasa menyenangkan dan enak dipandang mata. Ada banyak maneken yang memakai gaun dan mereka tak memiliki kepala. Di bagian atas ada banyak lampu yang hidup--sama seperti di lantai satu--jadi gaun-gaun yang dipajang tampak berkilau.

"Halo." Seorang perempuan menyapa dengan gaunnya yang berwarna ungu muda--tampak santai, tapi tetap elegan. Dia wanita berwajah asia dengan tinggi yang lumayan mungil bila dibandingkan dengan orang Eropa. "Apa ada yang bisa kubantu?"

"Aku ingin mencari gaun untuk acaraku. Apa kau bisa merekomendasikan beberapa?" tanya Angela dengan mata yang berbinar. Setiap kali ia melakukan sesuatu yang ia senangi, mata perempuan itu akan berkilau dan menurut Violet, itu mengagumkan. "Aku ingin yang paling cantik!"

Pemilik butik itu tersenyum ramah dan mengajak Angela berkeliling untuk melihat gaun-gaun, sedangkan Violet ditinggal berdua dengan Marvin--tidak sepenuhnya berdua karena masih ada beberapa karyawan yang berdiri di dekat mereka.

Violet dan Marvin dipersilakan untuk duduk karena tampaknya Angela akan memakan waktu lama--mulai dari memilih, berkonsultasi, sampai mencoba gaun. Mereka disuguhi beberapa kue dan kukis serta teh hangat.

"Kau sudah sering menemaninya belanja?" Marvin akhirnya membuka percakapan setelah beberapa saat hening di antara mereka berdua.

Violet mengangguk sambil mengigit kukis pertama yang ia ambil. "Aku sudah sering dan biasanya dia tak sesemangat itu. Kurasa dia benar-benar ngefans dengan pemilik butik ini."

Marvin tersenyum, dia menoleh ke arah Violet yang sedang asik makan lalu bertanya, "Bagaimana kabar pernikahanmu?"

Violet merasa tenggorokannya tiba-tiba kering karena pertanyaan Marvin. "Eh? Kami ... baik-baik saja?"

Marvin tersenyum. Senyum yang tak bisa Violet artikan apa maksudnya. "Kau tahu ... aku sudah tahu segalanya ...."

Violet berhenti mengunyah dan menatap Marvin dengan pandangan aneh. "Apa maksudmu? Memangnya apa yang kau tahui?" balas Violet dengan tawa yang hambar.

"Kau tak perlu berpura-pura lagi, setidaknya, tidak di depanku." Marvin tersenyum lembut. "Aku bukannya ingin ikut campur ke dalam kehidupan pernikahanmu. Aku hanya ... well, aku tahu ini terdengar aneh mengingat kita baru saling bertemu hari ini, tapi aku tidak akan keberatan bila kau ingin membagi beban denganku."

Violet tercenung. Dia menatap Marvin dalam, berusaha mencari kebohongan di mata abu milik pria itu yang sangat mirip dengan netra Angela. Namun, ada kesungguhan di balik setiap kata yang Marvin ucapkan.

Angela benar, Marvin adalah playboy. Dia mampu membuat setiap wanita terhipnotis dengan apa yang ia katakan--meski pada nyatanya dia agak lemot bila dalam konteks lainnya. Dan satu hal yang Violet tak sadari ... dia telah mengabaikan peringatan yang Angela berikan tadi.

"Aku tak mengerti apa yang kau katakan." Violet tertawa lagi. Tawa yang terdengar kering dan dipaksakan. Perempuan itu terlalu terkejut untuk tahu bahwa ada orang lain yang bisa menjadi tempat ia berbagi. Violet selama ini selalu menahan segalanya sendiri karena ia tak bisa menceritakan ini pada orang lain. "Aku akan menganggap aku tak pernah mendengarnya."

Marvin hanya tersenyum simpul mendengar itu. "Angela tidak tahu bukan?" tanyanya yang membuat Violet terpaku. "Kupikir kau pasti sangat kesulitan menahan semuanya sendirian. Jadi ... berbagi denganku mungkin akan membuatmu sedikit lega, tapi tentu saja aku tak akan memaksamu. Bila kau tak nyaman, maka kau tak perlu cerita apa pun padaku. Aku hanya ingin ... berbaik hati?"

Marvin mengalihkan pandangan dari Violet setelah ia mengatakan itu. Hening lagi di antara mereka. Violet sibuk memberikan reaksi palsu saat Angela beberapa kali bertanya, sedangkan Marvin kembali pada ponselnya.

"Boleh aku bertanya?" Violet kembali bersuara saat Angela sudah masuk ke dalam ruang ganti untuk mencoba empat gaun yang pemilik butik rekomendasikan. Ia hanya boleh membeli satu--mengingat harga di sini cukup mahal.

Marvin berhenti menatap ponselnya dan menoleh. Dia tak mengatakan apa pun, tapi Violet menganggap itu sebagai jawaban bahwa ia boleh bertanya.

"Kenapa ... kau mau menjadi tempatku bercerita?" tanya Violet pelan. "Maksudku, kita baru kenal dan kau ... kau adalah sahabat Darren. Aku tak paham kenapa kau justru berbuat baik padaku di saat kau sudah tahu segalanya." Violet berkata ragu. Dia mengamati ekspresi Marvin dan lelaki itu malah tersenyum, penuh jenaka. 

"Alasan aku melakukan ini? Kau yakin ingin tahu?"

Violet mengangguk bingung. Perkataan Marvin justru membuatnya penasaran.

"Karena aku ... menyukaimu." Marvin berkata dengan nada terseksi yang pernah Violet dengar dari mulut pria itu sepanjang hari ini. "Apa aku boleh melakukannya? Menyukaimu, maksudku."

Violet terdiam di tempat. Satu hal yang ia lupakan adalah ... Marvin dan Angela memang benar-benar mirip. Atau lebih tepatnya; Mereka sama-sama gila!

**


Omong2 butik black&lipz pernah kubahas di My Arrogant Man kalau kalian prnah baca😲😂

Marrying Mr. BASTARD! [TAMAT]Where stories live. Discover now