Resepsi

338 15 0
                                    


Duhai senangnya pengantin baru, duduk bersanding bersenda gurau ....
Bagaikan raja dan permaisuri, tersenyum simpul bagaikan bidadari ....
Duhai senangnya menjadi pengantin baru ....

Lagu pengantin baru menggema dari pengeras suara yang disimpan di sudut tenda. Kedua mempelai sengaja tidak menyewa organ tunggal melainkan seorang ustadz yang akan mengisi acara pada malam harinya. Karena ia ingin menikmati momen pernikahan dengan hikmat.

Usai bertukar cincin juga prosesi acara lainnya, kini saatnya Paul dan Laila duduk bersanding di pelaminan. Di sebelah kanan Paul, Mak Nur duduk  di sana, juga di sebelah Laila duduk Abi Anwar. Rona bahagia terpancar dari dua keluarga besarnya.

Tanpa disadari, di belakang sound sistem, seorang gadis jelita menutup wajahnya dengan kain. Mata indahnya sembab seiring tangis yang tiada henti dari semalam.

"Kita pulang, Fit!" Lelaki itu menepuk pelan bahu Fitri. Gadis itu mengangguk lemah. Mereka pun berlalu meninggalkan rumah Laila.

"Abang, bahagia sekali!" seru Paul, wajahnya tak henti memandangi wajah Laila. Gadis itu tak kuasa menahan bahagia yang memenuhi rongga dadanya, sampai-sampai sejak selesainya ijab qobul yang dilakukan Paul hanya dengan satu kali tarikan napas, Laila tak mampu memandang wajah lelaki yang sudah sah menjadi suaminya kini.

"Abang, jangan liatin aku kaya gitu. Malu!" Laila memalingkan wajahnya, menghindari pandangan Paul. Lelaki itu sengaja tak melepaskan pandangannya, ia bahagia bisa menggoda istrinya. Beruntung para tamu belum pada datang, ia bisa leluasa menggoda Laila.

"Kamu cantik. Ana uhibbuka fillah." Paul menggenggam tangan Laila, sontak gadis itu melepaskan tangannya. Kedua matanya menatap tajam ke arah Paul. Selain dengan Abi, Laila sama sekali tidak pernah bersentuhan tangan dengan lelaki mana pun.

"Astagfirullahal'adzim!" seru Laila, memegang dadanya. Napasnya naik turun, kaget saat Paul menyentuh tangannya.

"Ini abang ... Sayang. Kita sudah halal." Paul mencoba menenangkan, takut-takut akan menjadi tontonan para tamu juga saudara yang ada di dekatnya.

"Maaf, Abang." Laila menyentuh lengan lelaki di sebelahnya, ia sama sekali tidak ingin ada salah paham, karena ia benar-benar terkejut.

"Nggak apa-apa. Abang paham. Terimakasih sudah menjaga diri demi abang, Laila." Paul tersenyum manis, lesung pipinya membuat debaran di hati Laila semakin bergemuruh. Rasanya ia akan pingsan jika terus-menerus memandangi wajah Paul.

Sahabat Paul juga rekan di sekitar kedai berdatangan. Juga rekan guru tempat Laila mengajar. Tak sedikit murid-murid Laila turut hadir memberikan doa juga restu pada guru tersayangnya. Kerabat Mak Nur juga Abi Anwar menghadiri pesta pernikahan yang berjalan dengan hikmat.

Azan Zuhur berkumandang, Laila terlebih dulu undur diri untuk melaksanakan solat. Disambung dengan mengganti pakaian pengantin. Selesai solat, Laila bersiap untuk kembali dirias juga mengganti pakaian pengantin berwarna merah.

Kulit putihnya terlihat sangat kontras dengan baju yang dipakainya.

"Abang, kenapa?" tanya Laila tampak bingung saat dirinya kembali duduk di atas pelaminan. Paul yang melihatnya nyaris tak berkedip saat wanita itu duduk manis di sampingnya.

"Cubit abang. Ini bukan mimpi, kan?" Paul meraih tangan Laila lalu menyentuhkan ke pipinya.

"Kenapa? Bicara yang jelas!"

"Abang nggak salah lihat, kan? Yang duduk di sebelah abang bidadari!"

Wajah Laila yang terbalut make up merona. Ia merasakan Paul sedang menggodanya. Ia lalu menarik tangannya yang menempel di pipi lelaki berkacamata itu, "abang jangan menggodaku. Atau aku balas nanti!" seru Laila mengancam.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang