Fitri

280 9 1
                                    


Laila menatap kosong pada layar laptopnya, berulang kali ia menyeka air mata yang turun membasahi pipinya. Baru beberapa hari tinggal di rumah Paul sudah membuatnya rindu pada Abi.

"Laila kenapa? Kok nangis?" Tiba-tiba Paul sudah berdiri di belakang Laila. Dengan cepat ia menyeka air matanya menggunakan lengan. Kepalanya mendongak dan memandang wajah Paul.

"Laila nggak apa-apa, Bang." Laila berdiri dan memeluk tubuh Paul. Lelaki itu memahami apa yang sedang istrinya pikirkan, dua hari belakangan ini senyumnya terlihat dipaksakan, juga tak ada gurat kesedihan di raut wajahnya.

"Laila kangen sama Abi?" tanya Paul.

Laila terdiam, wajahnya semakin dibenamkan di dada Paul, tangis Laila pecah dan air mata membasahi baju koko Paul.

"Laila cengeng ya, Bang?" Laila mengangkat wajahnya dan menatap Paul. Lelaki itu menyeka air mata yang menempel di pipi Laila.

Paul menggelengkan kepalanya, kembali meraih kepala Laila dan memeluknya erat. Paul merasakan betapa rindunya jika berjauhan dengan orang tua. Bahkan dirinya pun selalu dirasuki rasa rindu saat berada di kedai dan Laila di rumah.

"Lusa cuti Laila habis. Udah harus masuk ngajar."Laila melepaskan diri dari pelukan Paul, lalu duduk di sisi ranjang. Lelaki berkacamata itu pun duduk di sebelah istrinya.

"Lalu?"

"Laila kerja bantu Abang, nggak apa-apa, kan?" tanya Laila.

"Selagi itu tidak membuat Laila lalai akan kewajiban sebagai seorang istri, abang ijinkan. Jika Laila mampu, silakan." Paul mencium kening Laila.

"Makasih, Bang." Laila mencium pipi Paul. Ia bersyukur memiliki seorang suami yang begitu pengertian juga memahami isi hatinya.

Usai mematikan laptop, Laila mengganti gamisnya dengan baju tidur, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Paul tidur disebelahnya, tidur telentang agar Laila dengan mudah memeluknya.

"Badan Laila kok beda? Demam?" Paul menyentuh kening juga leher istrinya, terasa hangat di sana. Laila menggeleng lemah, tangannya semakin erat memeluk tubuh Paul. Lelaki itu mengendurkan pelukan, hendak bangkit namun dicegah Laila.

"Abang mau ke mana?" tanya Laila dengan tangan masih memeluk erat.

"Abang mau ambil obat. Sebentar, ya." Perlahan Paul mengendurkan pelukan Laila dan bergegas ke dapur mengambil obat juga air putih hangat.

Laila duduk dengan punggung diganjal bantal, Paul dengan penuh kasih sayang memberikan obat, setelahnya ia membaringkan Laila di atas kasur. Paul meletakkan gelas di meja kecil, lalu merebahkan tubuhnya di samping Laila. Wanita itu menggeser tubuhnya, dan meletakkan kepalanya di lengan Paul.

"Ini bantal paling nyaman yang Laila punya." Laila tersenyum, lalu membenamkan wajahnya ke ketiak Paul.

"Hey ... tadi abang nggak mandi loh."

"Biarin ... wangi kok." Laila semakin menggesekkan wajahnya di sana, membuat Paul menggeliat geli.

"Abang tumben nggak ganti sarung kalo mau tidur?"

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa, sih."

"Kan Laila mau abang sarungin!" seru Paul dengan nada menantang.

"Boleh!"

"Tapi abang lagi nggak pake celana selutut, loh."

"Ya nggak apa-apa. Emang kenapa?" Laila menyipitkan matanya sebelah, membuat Paul semakin gemas. Lelaki itu mencubit hidung istrinya.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now