Jujurlah

252 11 1
                                    


Paul berangkat ke kedai lebih pagi dari biasanya. Setelah menyeruput kopi buatan Laila dan meraih bekal buatannya, lelaki berkacamata itu langsung tancap gas. Alhamdulillah, sejak menikah kedai Paul semakin ramai dan omset naik sampai lima kali lipat. Mungkin ini berkah pernikahan.

Laila berusaha bersikap biasa dan menutupi apa yang sedang berada di pikirannya. Jelas, kehadiran wanita itu benar-benar membuat Laila gelisah. Berbagai pertanyaan terus-menerus bergentayangan di kepalanya, juga dugaan tak baik terhadap suaminya selalu menghantui dirinya.

Semalam karena kondisi Paul yang benar-benar lelah, membuat Laila tak tega untuk bertanya dan membiarkan lelaki itu tidur dengan nyenyak. Menjelang subuh selepas solat pun Paul masih sibuk dengan nota dan merekap penjualan. Laila kehilangan celah untuk bertanya.

Menjelang tengah malam lelaki berkacamata itu baru pulang. Laila berusaha untuk bersikap seperti biasa, mencium punggung tangan Paul dan menyiapkan segelas kopi untuknya.

"Kemarin, hal apa yang ingin Laila tanyakan sama abang?" tanya Paul saat sudah membersihkan diri dan berganti pakaian. Laila duduk di sisi ranjang, disusul Paul duduk di sebelahnya.

"Nggak apa-apa, Bang. Laila udah lupa mau nanya apa," dusta Laila. Lelaki itu paham jika wanita tersayangnya tengah dilanda resah. Namun sungkan untuk bercerita. Tak ingin memaksa Laila, Paul pun mengajaknya untuk tidur.

"Besok abang antar Laila ke sekolah ya. Udah masuk ngajar, kan?" ucap Paul, memeluk tubuhnya. Laila mengeratkan pelukan saat bayangan Fitri hadir di pelupuk matanya. Laila menggelengkan kepalanya, berusaha menepis segala ketakutan yang sama sekali belum terbukti. Ia berusaha untuk selalu memercayai Paul, suaminya.

**

Laila mengambil kunci cadangan yang diberikan Paul, karena selesai jam mengajar selepas Zuhur dan bisa pulang tanpa menunggu Paul. Mak Nur sudah lebih dulu ke ladang, katanya hari ini panen jadi harus lebih datang lebih pagi. Sejak wafatnya ayah Paul, wanita paruh baya itu menggantungkan hidupnya dari ladang. Beruntung Paul adalah anak yang mau berusaha keras hingga memiliki usaha sendiri.

Jarak rumah Paul ke tempat Laila mengajar lumayan jauh, letaknya harus melewati kedai, sehingga harus membuat Paul berputar arah. Setengah memaksa, Paul mengantarkan sampai sekolah di hari pertamanya mengajar setelah menikah.

"Abang hati-hati," ucap Laila. Mencium punggung tangan Paul setelah mengantarnya sampai parkiran sekolah. Lelaki berhidung mancung itu mengangguk dan langsung berputar arah menuju kedai.

Laila senang bisa kembali bertemu dengan murid-murid kesayangannya, juga menjalani profesinya sebagai guru yang diidamkan selama ini. Beruntung Paul tidak keberatan untuk terus mengajar meski sebenarnya lelaki itu sanggup memberikan nafkah yang cukup baginya. Tapi bagi Laila, menjadi seorang guru bukan hanya sekadar uang, tapi berbagi ilmu yang dimilikinya itu membuatnya senang.

'Assalamualaikum.' Paul menelepon pada jam istirahat. Lelaki itu menanyakan bagaimana suasana sekolah di hari pertamanya. Dengan nada ceria Laila menceritakannya, lelaki itu tenang mendengar suara istrinya yang terdengar kembali ceria.

Paul mengatakan akan lambat pulang lagi, dia juga minta maaf tidak bisa menjemput pulang mengajar. Laila mengerti kesibukan sang suami, dia pun bisa pulang mengajar menggunakan angkutan umum.

Sebuah angkutan umum berwarna merah berhenti di hadapan Laila, segera wanita itu masuk ke dalam. Setelah itu mobil merah itu pun melaju menerobos padatnya jalanan. Angkutan yang dinaiki Laila akan segera melintasi kedai Paul, iseng Laila memutar tubuhnya menghadap ke arah kedai suaminya.

Kedai Paul berada di pertigaan jalan berdekatan dengan sebuah lampu lalu lintas, sesaat akan melintas lampu jalan menunjukkan warna merah, otomatis kendaraan yang ditumpangi Laila berhenti tepat di depan kedai.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now