Menahan Hati

185 12 5
                                    

#Mantu_Untuk_Mak
Part. 34

[Zila ... Laila, Mas mau ketemu!]

Mata Laila terbelalak saat sebuah nomor baru mengirimnya sebuah pesan. Batinnya mengatakan jika nomor tersebut adalah milik Adam. Tapi untuk apa dia menghubunginya, juga mengirimkan pesan dan mengajaknya untuk bertemu? Dari mana Adam mengetahui nomor ponselnya? Untuk apa? Bukannya dia sudah tahu jika dirinya bukan wanita bebas seperti beberapa tahun yang lalu, bukan wanita sendiri yang bisa diharapkan.

Bola mata Laila melirik sekilas ke arah Paul yang sedang mengambilkan air minum untuknya, tampak lelaki berkacamata itu masih berdiri di depan dispenser. Cepat, Laila menghapus pesan lalu meletakkan ponselnya di meja. Ia mengatur napasnya agar terlihat biasa, berusaha kembali larut pada serial komedi yang sedang ia tonton di televisi.

"Siapa yang mengirim pesan, Sayang?" tanya Paul, ia duduk di sebelah kiri Laila.

"Nggak ada, Bang!" dusta Laila. Ini adalah pertama kalinya ia berbohong pada Paul. Meski ia sangat sadar jika lelaki berkacamata itu mendengar dering ponsel saat pesan itu masuk.

"Oh ... sini rebahan lagi di pangkuan abang!" Paul meraih kepala Laila, dan meletakkan di atas pangkuannya. Laila menurut, pikirannya berusaha mencari waktu untuk membicarakan ini pada sang suami, ia sendiri tak sanggup jika menyimpan perasaan seperti ini sendirian. Ia juga takut jika akan menimbulkan salah paham.

"Tidur yuk, Bang. Laila ngantuk!" Laila mengangkat kepalanya, lalu menyandarkan punggung di kursi.

"Yuk, sini abang gendong ya ke kamar!"

"Ish, kumat isengnya. Jalan aja. Lagian Laila udah berat sekarang. Nih lihat perutnya udah gede!" Laila mengarahkan telunjuknya ke perutnya yang buncit.

"Nggak apa-apa. Sini sayang abang gendong." Paul mengarahkan kedua tangannya hendak meraih tubuh Laila.

"Nggak mau. Nakal ish Abang, ah!" Laila berontak, dengan cepat ia berdiri sebelum tangan lelaki itu berhasil menangkap tubuhnya.

Paul terkekeh melihat ekspresi sang istri yang memerah. Laila masuk ke kamar dan menutup pintu, disusul Paul mengikuti setelah mematikan TV.

**

"Wan, Adam gimana. Ada kabar?" tanya Paul. Ridwan menghela napasnya, lalu menggelengkan kepalanya, wajah lelaki bertumbuh tambun itu terlihat sedih. Ridwan menyandarkan punggungnya pada tumpukan kardus sepatu. Ia bisa sedikit bersantai setelah membereskan kedai berdua dengan sang bos.

"Terakhir apa ada yang Adam ucapkan padamu?" tanya Paul. Bisa saja ada yang diucapkan Adam pada Ridwan yang mungkin saja ia bisa menemukan keberadaan lelaki itu.

"Dia cuma bilang mau mencari keberadaan Zila, gadis yang sangat dicintainya."

Uhukkk ....

Paul tersedak kopi yang baru saja diteguknya. "Adam mengatakan itu?" Paul mengelap noda kopi di sekitar bibirnya.

"Iya,' ucap Ridwan singkat. Ia beranjak mendekati etalase saat seorang pembeli datang.

Paul menyandarkan punggungnya, pikirannya memutar kembali saat pertama kali ia berjumpa dengan Adam. Ridwan mengaku jika lelaki tampan itu adalah sepupunya yang terpisah sejak lama. Lelaki berkacamata itu berusaha mencari waktu yang tepat untuk membicarakan perihal Adam dengan Laila, Paul sendiri berusaha mengumpulkan segenap kesabarannya agar tidak terbawa rasa cemburu yang bisa berakibat fatal seperti yang sudah ia lakukan beberapa bulan yang lalu.

Paul terenyak saat ponsel dari saku celananya bergetar. Panggilan dari Laila.

"Assalamualaikum, Sayang," ucap Paul. Paul melirik jam di dinding, pukul sebelas lewat seperempat. Biasanya sang istri akan meneleponnya jam satu siang untuk memintanya menjemput ke sekolah.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now