Dilema

300 26 8
                                    

Paul memeluk Laila, berusaha memberikan ketenangan pada wanita yang sangat ia sayangi. Laila tidur dengan nyenyak dalam dekapan Paul. Hari ini keduanya tidak melakukan aktivitas seperti biasa. Lelah juga rasa kantuk yang tak mampu ditahan.

Laila membuka matanya, ia merasa sedikit lebih baik. Rasa pusing berangsur reda setelah tidur beberapa jam. Ia menatap Paul yang tertidur di sebelahnya. Begitu nyenyak dan tenang. Bulu-bulu halus tumbuh di bawah dagu. Keningnya yang sedikit terlipat seolah ia sedang memikirkan sesuatu yang berat. Ahh ... lelaki itu terlalu menyimpan banyak rahasia.

Laila melirik jam di dinding, pukul sembilan. Ia lantas turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur, di sana tampak Mak Nur yang sedang sibuk memotong sayur.

"Mak ...," sapa Laila. Ia duduk di kursi menghadap sang Mak. Wanita paruh baya itu menatap Laila sendu. Kedua matanya sembab. Laila tahu, ia pasti habis menangis usai menghukum suaminya.

"Mak minta maaf. Laila harus melihat Mak menghukum Abang."

Laila tersenyum, lalu menggelengkan kepala. "Kalo Laila ada di posisi Mak, pasti akan melakukan hal yang sama."

Mak Nur menjelaskan, jika ia dan Abah sangat menyayangi Paul. Paul adalah putra satu-satunya, jadi ia akan mendidik dengan sangat tegas. Jujur saja Mak Nur sangat terkejut melihat Paul bisa minum alkohol. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melakukan hal itu. Entah apa penyebabnya, tapi yang pasti Paul adalah laki-laki yang baik.

"Laila paham, Abang lelaki yang baik. Abang pasti punya alasan dibalik ini semua, Mak."

"Makasih Laila mau menerima dan memaafkan kesalahan anak Mak!"

Obrolan keduanya terhenti, saat mendengar suara Paul memanggil dari kamar. Laila bangkit dan mendekat.

"Abang butuh apa? Haus?" tanya Laila saat sudah ada di dalam kamar. Ia lantas duduk di sisi ranjang, menatap sang suami yang masih sedikit terpejam.

"Abang kira Laila ninggalin abang. Abang takut Laila pergi." Paul membuka matanya, mata lelaki itulah mengembun.

"Abang nangis mulu, ih. Cengeng," goda Laila.

"Abang kan nangis karena takut Laila ninggalin abang." Paul berusaha mengukir senyum di wajahnya. Ia lantas duduk dengan punggung diganjal bantal. Kedua kakinya masih terasa ngilu, sisa hukuman dari sang Mak membekas. Tapi ia semakin menyayangi sang Mak. Wanita tua kesayangannya masih peduli padanya.

"Bang ...." Laila menyentuh lengan Paul, menyadarkan lelaki itu dari lamunannya.

"Apa, Sayang."

"Pake celana dulu. Mak tadi manggil buat makan."Laila  menyerahkan celana yang tergantung di sandaran kursi. Paul menerima dan memakainya dengan hati-hati.

"Abang ...." Paul menatap lekat pada Laila yang masih duduk di sisi ranjang. Laila ragu. Ia ingin menanyakan sikap Paul yang berubah. Untuk sesaat pandangan keduanya bertemu tanpa ada kata yang terucap.

"Laila mau tanya kenapa abang sampe lakuin hal bodoh semalam?" Seolah bisa menebak isi kepala Laila, ia bertanya langsung. Laila mengangguk tanpa ragu.

"Abang takut ... Abang cemburu," ucap Paul sambil duduk di sebelah Laila. Wanita itu menatap heran wajah Paul.

"Abang takut Laila pergi ninggalin abang. Abang cemburu sama Adam."

"Apa ...?" Laila membelalakkan matanya mendengar penuturan Paul yang polos.

"Awalnya abang kenal sama Adam karena dia adalah sepupu Ridwan yang sudah terpisah jauh. Lama-kelamaan, Adam bercerita soal diri Zila. Gadis yang sudah mencuri hatinya." Kalimat Paul terhenti, wajah Paul menatap Laila yang memang sedang menatapnya.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now