Ragu

239 12 0
                                    


Jauh-jauh hari Laila memikirkan pinangan dari Paul. Dari selentingan yang didengarnya jika calon suaminya adalah idaman para gadis di kampungnya, ketampanan juga kegigihan dalam bekerja membuatnya dikejar para orang tua yang menginginkannya menjadi menantu. Ditambah sikap Paul yang santun, juga selalu mengutamakan ibadahnya.

Laila memendam lama perasaan tidak enak. Terlebih pada saat awal dirinya baru memasuki lingkungan tetangga di rumah mertuanya. Terlebih seringnya ditinggal sendiri di rumah, membuatnya sering mendengar para tetangga bergosip tentang ketidakcocokan dirinya menjadi istri Paul.

Jarak rumah yang rapat, ditambah dinding rumah yang hanya terbuat dari kayu membuat ventilasi terbuka lebar dan membuat gosip-gosip tersebar dengan begitu cepatnya.

"Bagusnya Laila itu apa, sih? Cuma seorang guru. Anak pensiunan pula. Kenapa Paul nggak milih Fitri, yang jelas putri seorang saudagar kaya, ditambah orang tuanya yang baru pulang dari ibadah umrah." Begitu selentingan kabar yang selalu terdengar, benar-benar membuatnya tidak nyaman. Ditambah beberapa kali dirinya memergoki Paul sedang bersama Fitri, rasa cemburu nyaris saja berselimut murka. Sebisa mungkin, selama Paul belum menjelaskan duduk perkaranya, Laila tidak alay mengambil pikiran sebelah. Ia akan berusaha bersikap bijak, apa pun yang terjadi nantinya.

Enam bulan berlalu tanpa terasa, sejak Laila memperlihatkan fotonya bersama Fitri, Paul belum memberikan jawaban. Laila berusaha melupakan kejadian kemarin, ditambah sikap Paul tidak sedikitpun berubah. Masih mencintainya dan memperlakukan dirinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Juga Mak Nur yang sangat menyayangi dan memahaminya. Baginya itu sudah cukup, biarlah segala gosip miring di luar hanya akan menjadi gosip belaka.

**

"Laila mikirin apa?" Mak Nur menyentuh tangan Laila, ia sendiri tak menyadari kehadiran Mak Nur yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapannya. Untuk beberapa saat Laila menatap wajah teduh sang mertua.

"Laila nggak apa-apa, Mak." Lagi-lagi Laila berdusta.

"Mikirin, apaan?"

"Nggak apa-apa."

"Oh iya. Bagaimana keadaan Abi. Sehat?" tanya Mak Nur. Seminggu yang lalu Paul mengajak Laila berkunjung ke rumah Abi, sementara Mak Nur tidak bisa ikut karena ada perlu di tempat lain.

"Abi sehat."

"Oh iya, Mak. Makan malam mau masak apa?" tanya Laila. Sudah seminggu ini dia kehabisan ide menu untuk dimasak.

"Apa yang Laila masak, akan Mak makan."

"Ya udah. Laila masak dulu kalo gitu." Laila berdiri dan mengambil beberapa bahan dari kulkas yang akan dimasaknya. Mak Nur berlalu dari dapur dan masuk ke dalam kamarnya. Usianya yang sudah tua, membuatnya lebih cepat lelah, dan mudah sakit pinggang.

Ponsel dari dalam saku gamis bergetar, tertera nama 'abang sayang menelepon.

"Assalamu'alaikum, Abang."

'waalaikumsalam. Laila lagi masak, ya?' Paul sudah bisa menebak kebiasaan Laila. Biasanya jika pulang mengajar ia akan memasak.

'Hari ini jangan masak, ya. Abang mau ajak Laila dan Mak makan di luar.'

"Iya, Bang."

Telepon terputus, Paul segera menyelesaikan sisa pengiriman barang dan berharap bisa cepat pulang. Ia tak sabar ingin memberikan sebuah kejutan untuk Laila.

"Mak ...." Laila mengetuk pintu kamar mertuanya. Pintu kamar terbuka dan ia memberitahukan jika Paul akan mengajaknya makan di luar.

Laila merapikan kembali bahan-bahan masakan dan memasukkannya ke dalam kulkas. Usai merapikan dapur, ia pun masuk ke dalam kamar. Saat hendak menyalakan laptop, terdengar suara pintu depan diketuk. Laila keluar kamar dan melihat siapa tamu yang datang.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now