Hamil

252 10 0
                                    


"Abang ngapain ke sini!" seru Laila saat melihat Paul masuk ke dalam kamar. Dia sendiri heran kenapa suaminya belum juga pulang bersama Mak, padahal ia sudah meminta Mak  untuk pulang dan tidak terlalu mengkhawatirkan keadaannya.

"Abang suami Laila. Kenapa nggak boleh masuk ke kamar sendiri!" seru Paul dengan nada bicara dingin. Ia berjalan mendekati ranjang.

"Ish ... Laila nggak suka liat Abang ada di sini. Keluar!" usir Laila. Ia lalu turun dari ranjang dan membuka pintu. Segera Paul menutupnya kembali, lalu menguncinya. Dengan ringan Paul menggotong tubuh Laila dan membaringkan tubuhnya di kasur. Meski berulang kali Laila memberontak, lelaki berkacamata itu tetap menidurkan istrinya yang bertingkah seperti anak kecil.

"Udah ... jangan kaya anak kecil nggak dikasih jajan. Segini aja ngambeknya. Abang ...." Paul duduk di samping Laila, mendekatkan wajahnya, dan membenamkan wajahnya di bahu sang istri.

"Abang kangen sama Laila," ucap Paul lirih. Ia memeluk tubuh buah Laila yang terbaring di sisinya.

"Abang, sakit?" Laila mengusap bahu Paul. Lelaki itu bangkit lalu membaringkan tubuhnya di samping Laila.

"Abang sakit kalo kelamaan tidur sendirian." Paul memeluk tubuhnya.

Untuk beberapa saat, Laila membiarkan Paul memeluknya. Ia sendiri pun sangat merindukan lelaki di sebelahnya. Sekelebat ingatannya kembali saat beberapa hari lalu memergoki Paul yang sedang berpelukan dengan Fitri.

"Jangan manja. Udah sana Abang pulang." Laila menghempaskan tangan Paul yang memeluk tubuhnya. Lelaki berkacamata itu terkejut saat mendapati reaksi Laila yang di luar dugaan.

"Kenapa? Laila masih marah sama abang soal kejadian tempo hari?" tanya Paul seolah bisa membaca apa isi kepala Laila. Wanita itu diam, sementara Paul beranjak dari kasur dan meraih laptop yang tergeletak di meja.

Paul menyalakannya dan memutar sebuah video yang berisi rekaman CCTV yang diberikan Mak. Laila bangun lalu duduk, menyandarkan punggungnya. Untuk beberapa saat ia terdiam dan melihat semua isi rekaman sampai habis.

"Jadi sekarang, apa Laila masih bisa marah sama abang? Kenapa abang harus dihukum atas perbuatan yang tidak abang lakukan." Paul meletakkan laptop di nakas, tangannya menggenggam jemari Laila. Tapi masih saja ditepisnya.

" Ya Allah, Sayang ...." Paul membenamkan wajahnya di pangkuan Laila. Lelaki berkacamata itu tak menyangka jika masalah ini akan berkepanjangan.

"Abang pulang!"

"Nggak mau. Abang masih mau di sini."

"Kasian Mak. Sana temani Mak. Bila perlu bawa gadis itu pulang ke rumah. Jangan minta Laila untuk pulang!"

"Mak udah pulang diantar Wak. Abang mau di sini temani Laila!" Paul mengangkat wajahnya dan menatap lekat.

"Laila nggak suka lihat wajah Abang!"

" Ya Allah ... istri abang kalo lagi ngidam begini bener. Nyiksa jadinya!"

Laila menyipitkan matanya. Ia benar-benar terkejut atas kalimat yang baru saja terlontar.

"Hamil? Siapa?" tanya Laila bingung. Pasalnya tadi saat bidan memeriksa, ia hanya mengatakan jika dirinya hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran.

"Istri abanglah yang hamil!" seru Paul dengan nada bicara girang, lalu mengecup kening Laila.

"Besok abang antar Laila cek kandungan," ucapnya lagi.

"Abang jangan becanda. Tadi dokter bilang kalo Laila hanya kelelahan. Bukan hamil."

"Makanya dokter minta abang antar Laila cek up besok."

Laila diam. Wajahnya menatap lurus ke depan. Tak memedulikan Paul yang masih menatapnya dengan penuh kerinduan.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now