Resah

181 11 0
                                    


Prang ....

Gelas berisi kopi yang hendak disuguhkan untuk Paul lepas dari genggaman Laila. Lelaki berkacamata yang sedang duduk di teras langsung menghambur ke dapur.

"Laila, kenapa?" Wajah Paul terlihat panik saat mendapati istrinya yang terkejut karena gelas yang tiba-tiba saja terlepas dari tangannya dan pecah.

"Nggak tau, Bang. Tiba-tiba aja jatuh. Mungkin gelasnya licin kali karena Laila nyucinya nggak bersih. Jadi masih ada sisa sabun." Laila berbohong. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja, meski debar dadanya masih terasa sedikit kencang, juga tangannya yang terlihat gemetar.

"Ya udah. Laila masuk ke dalam. Ini biar abang yang bereskan." Paul menuntun Laila menjauh dari pecahan gelas.

"Udah, biar Laila aja yang bersihkan."

"Laila ...." Paul menatap tajam. Laila segera menyingkir dari dapur dan membiarkan sang suami yang membersihkan pecahan gelas tersebut.

Laila menyiapkan perlengkapan Paul juga bekal yang akan dibawanya ke kedai. Di dalam kamar, ingatannya terus memutar memori masa kecilnya bersama Adam. Bocah kecil yang Abi angkat sebagai anak dari panti asuhan adalah seorang kakak baginya, meski di dalam tubuh Adam tidak mengalir darah Abi, tapi bagi Laila, Adam adalah seorang pelindung.

"Abang berangkat kerja dulu. Laila sehat-sehat. Jaga anak kita."

Laila mengangguk. Paul berjalan keluar rumah, lalu memanaskan motornya. Laila berjalan menghampiri Paul yang sudah duduk manis di motornya.

"Abang ...." Laila menyentuh lengan Paul.

"Apa, Sayang."

"Jangan pulang malam, ya."

Paul mengangkat alisnya sebelah, menatap heran pada wajah Laila.

"Kenapa?"

Paul mematikan mesin motor. Bunyi knalpot motornya serupa mesin rusak yang bisa memekakkan telinga pun berhenti. Laila diam, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Laila, kangen sama abang?" tanya Paul dengan nada sedikit menggoda. Laila tak menjawab, hanya menggigit bibir bawahnya berusaha menahan senyum. Rona wajahnya pun memerah. Paul sadar benar jika dirinya sudah beberapa hari ini tidak menghabiskan waktu bersama. Selalu sibuk dengan pekerjaan di kedai. Meski ada Adam dan Ridwan yang menghandle, tapi ia tidak mau terlalu mengandalkan. Selama ia bisa melakukan tugasnya, akan Paul lakukan sendiri.

"Iya, abang akan pulang cepat," ucapnya lagi seolah bisa menebak apa isi hati Laila. Ia menggenggam erat tangan sang istri.

"Abang hati-hati, ya. Jangan lupa solat. Bekalnya dimakan."

"Siap!" seru Paul. Lelaki berkacamata itu lalu mengenakan helm dan berlalu dari garasi.

**

"Adam!" teriak Ridwan, tangannya mendorong tubuh Adam yang nyaris tertimpa tumpukan kardus yang hilanh keseimbangan di sudut ruangan.

Brukk ....

Benda kotak pun berserak di lantai. Lelaki berambut lurus itu pun tersungkur, Ridwan segera mengulurkan tangannya menolong Adam.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, Bang. Makasih."

"Kamu ngelamun. Mikirin apa, sih?" tanya Ridwan. Pasalnya sejak semalam, bahkan membuka kedai, raut wajah Adam tampak tidak bersemangat.

"Nggak apa-apa, Bang. Beneran."

"Mikirin Zila? Lagi?” ucap Ridwan asal menebak. Tangannya menarik tubuh Adam agar berdiri. Ia lalu mengibaskan celana juga bajunya yang sedikit kotor.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now