Menolak Kehilangan

260 18 0
                                    

15

Evelyn

Mata gue terbuka dengan berat. Bau ini, bau yang punya makna nya sendiri di hidung gue. Bau medis. Shit, hampir tiga bulan gue berhasil nggak datang ke tempat ini lagi, sekarang justru gue ada di sini. Tiga bulan gue berhasil merawat diri dengan obat-obatan di rumah tanpa perlu merepotkan Dokter Raja—dokter yang menangani penyakit gue, sekarang malah harus ketemu beliau lagi.

Tadinya gue bertanya-tanya siapa yang bawa gue ke sini? Siapa yang mendapati gue pingsan di kamar—padahal kamar gue terkunci? Melihat siapa yang ada di seberang ranjang gue sekarang buat gue tahu jawabannya. Bang Bayu.

"Untung aja posisi kepalanya Ivy menduduk waktu pingsan. Kalau mengadah darah mimisannya bisa masuk ke otak dan mengganggu sistem sarafnya sendiri,"

Gue berusaha beranjak bangun dengan pelan biar Bang Bayu nggak ke distract, keliatannya dia fokus banget denger penjelasan Dokter Raja.

"Tapi adik saya nggak apa-apa kan, Dok?"

"Aku gapapa, bang." Jawab gue cepat karena gue tau abang gue ini lagi khawatir banget. Bang Bayu menghampiri gue dan merangkul gue untuk berjalan dan duduk di kursi depan meja kerja Dokter Raja.

"Kamu pasti belakangan ini banyak kegiatan ya? Dan mungkin kamu nangis kemarin, nangis yang lama banget sampai menyiksa diri? Soalnya nafas kamu kemarin pendek kaena dada yang terlalu terpompa. Lain kali tolong banyakin istirahat, bagi waktu kamu dengan bijak dan jangan menangis sampai lupa waktu,"

Gue mendengar Bang Bayu menghela nafas. Sedangkan gue hanya mampu nyengir di depan Dokter Raja. Entah mama dan papa udah tau soal gue masuk rumah sakit lagi atau belum, kepala gue terlalu sakit untuk memikirkan hal itu.

"Abang nggak bisa kamu percaya ya untuk jadi temen cerita kamu lagi?" pertanyaan Bang Bayu ini sangat amat mendadak, baru aja kami berdua melaju pergi dari rumah sakit. Tanpa aba-aba, Bang Bayu langsung memulai topiknya.

"Kok abang ngomong gitu?"

"Ya habis kamu lagi ada masalah dan abang selalu tunggu kamu untuk cerita. Tapi nyatanya kamu justru nangis sendiri di kamar tanpa mau luapin ke abang,"

Gue menghembuskan nafas panjang. Alasan gue nggak mau cerita itu cuman satu, nggak mau cara pandang keluarga gue kepada Dipta dan Chintya jadi berbeda. Gue nggak mau keluarga gue menganggap Dipta dan Chintya adalah orang yang nggak baik. Karena kemungkinan itu bisa terjadi. Keluarga gue nggak akan pernah bisa terima orang yang sudah menyakiti gue sampai seperti ini, sekali pun orang itu seperti Chintya.

"Aku capek bang kemarin. Aku merasa kayak kok semua tugas dan aktivitas di luar pelajaran aku bisa barengan gini sibuknya. Aku nggak cerita kemarin karena saking capeknya sampe males buat ngomong panjang," entah Bang Bayu bisa percaya sama cerita palsu yang gue buat ini atau nggak.

"Yakin masalahnya nggak ada hubungan sama Dipta dan Chintya?" ternyata dia nggak gampang ketipu. "Ada. Sepele sih, cuman karena mereka nggak bisa semangatin aku dan itu pun karena pikiran negatif aku doang. Makannya kemarin sempet kayak kesel gitu sama mereka, tapi sekarang udah nggak ada masalah kok," untung aja gue masih bisa di sebut ahli dalam berbohong kayak gini.

oOo

Dipta

"Evelyn nggak sekolah, dia sakit."

Deg. Berita yang Rama kasi saat ini sukses buat gue diam membatu di depan kelasnya. Dari kemarin gue nggak bisa tidur, makin nggak bisa tidur lagi pas Evelyn nggak jawab satu pun telepon dari gue. Di jam pelajaran pertama ini, gue sengaja untuk permisi ke toilet sama guru yang ada di kelas gue. Nyatanya, bukan ke toilet melainkan ke kelas Evelyn. Karena nggak liat cewek gue itu dari jendela, gue mau memastikannya lewat Rama.

PathwayWhere stories live. Discover now