Kemungkinan Kecil

127 10 2
                                    

22

Evelyn

"Gimana? Bisa pulang sekolah nanti?" tanya gue ke Adhitya yang kini makan bersama dengan gue di kantin. Kali ini bukan Adhitya yang mengajak gue ke kantin bareng, melainkan gue sendiri. Saat kemarin gue nggak sekolah karena dispen pengerjaan prokes awal, Adhitya terus-terusan mengirimkan gue pesan dan menelepon gue. Untuk apa? Gue juga nggak tau. Inti dari segala chat dan telepon masuk darinya itu adalah Gue mau tau kabar lo, itu aja kok.

Entah kenapa sejak Adhitya mengatakan soal feeling nya beberapa hari yang lalu buat gue merasa sedikit takut. Takut akan hal yang terjadi ke depannya, gue takut kalau sesuatu bisa aja terjadi di luar nalar gue.

"Bisa, Vy. Mau di mana?" jawab Adhitya. Entah kenapa gue sedikit merasa bersalah melihat Adhitya yang begitu senang saat gue ajak ke kantin bareng, seolah-olah mendapat jackpot. Gue merasa sedikit bersalah karena selalu mencoba untuk menghindarinya supaya feeling nya yang menyeramkan itu bisa gue lupakan.

"Di Ale Cafe aja, deket sekolah kok tempatnya. Gimana?"

Adhitya mengangguk antusias, "Berangkat ke sana sama gue ya?" baru aja mau menolak, tangan gue langsung di genggamnya, "Please? Untuk terakhir kalinya?"

Gue menghela nafas kasar dan melepas genggaman tangannya pelan, "Bisa nggak lo jangan ngomong yang aneh-aneh seolah-olah lo bener-bener bakal pergi dalam waktu dekat? Ngeri tau!"

Adhitya terkekeh sambil mengacak-acak kepala gue, "Bercanda, Ivy. Tapi ngajak berangkat barengnya serius loh. Mau, ya?" gue tau, gue tau kalau Adhitya berusaha menutupi ketakutan yang dia punya karena pikirannya sendiri.

"Iya-iya, terserah!" jawab gue seadanya. Makan berdua sama Adhitya di kantin ini buat banyak tatapan mata tertuju pada gue, secara sebagian besar taunya gue 'gebetan Dipta' jadi ya....mungkin mereka di buat penasaran karena sekarang gue malah makan sama cowok lain. Dipta nggak tau dan kalau pun dia tau apa dia bakal cemburu? Kayaknya sih enggak.

"Evelyn..." panggil Adhitya dengan serius, caranya dia memanggil gue nggak kayak biasanya.

"Kenapa?"

Dia menatap gue dengan tatapan penuh arti, "Makasih, ya?"

Gue mengernyit, "Buat apa? Kok tiba-tiba?"

"Buat sikap dewasa lo yang masih mau berteman sama mantan lo yang jahat banget ini. Buat kesempatan yang lo kasi ke gue untuk bisa merasakan makan berdua sama lo di kantin sekolah lagi, kayak tiga tahun yang lalu,"

Gue tertegun mendengarnya. Belakangan ini Adhitya aneh banget.

Adhitya yang selalu menelepon gue tiap hari dengan alasan 'Mau dengerin suara lo aja' seolah-olah dia nggak akan bertemu gue besok. Adhitya selalu mengucapkan kata maaf ke gue belakangan ini karena kesalahan yang dia buat dulu.

"Maafin gue yang dulu bisa-bisanya buat lo sakit hati. Maafin gue yang dulu malah selingkuh dari lo. Maafin gue yang dulu sempat buat lo siksa diri lo sendiri. Maafin gue Evelyn,"

Dan terakhir—yang paling aneh, kemarin dia datang ke rumah gue pulang dari aktivitas proker yang buat gue dispensasi.

Dia datang hanya untuk mengatakan, "Gue akan tetap ada di sini dan nggak akan pergi sampai gue merasa lo udah dapatin cowok yang baik, nggak sejahat gue kemarin. Gue nggak akan relain lo sebelum lo bisa dapetin cowok yang bisa menjamin kebahagiaan lo sendiri, pegang omongan gue, Vy,"

Entah apa sebenarnya firasat yang Adhitya dapat belakangan ini sampai dia bertingkah sangat amat aneh seperti itu. Apa pun firasat buruk yang datang mengganggu nya, semoga nggak akan pernah menjadi kenyataan.

PathwayWhere stories live. Discover now