Playlist Dipta

113 11 0
                                    

20

Evelyn

Dipta ada di sini. Di depan rumah, di depan gue. Dan gue ada di dekatnya, bukan hanya sekedar di hadapannya melainkan di pelukannya. Dipta memeluk gue begitu erat sampai gue bingung harus bertindak seperti apa. Pelukannya terlalu tiba-tiba sampai gue gak bisa berasumsi alasannya melakukan ini.

"Apa nggak bisa lo sama gue aja, Lin? Apa nggak bisa lo jangan andalin orang lain selain gue? Gue butuh lo dan gue mau lo butuh gue juga, cuman gue." lirihnya di tengkuk leher gue. Hembusan nafas keluar bersamaan, gue mendorong tubuh Dipta pelan membuat kami lagi-lagi melempar pandang satu sama lain.

"Lo kenapa?"

Ekspresi Dipta yang sekarang adalah ekspresi yang nggak pernah gue lihat dari wajahnya. Ekspresi yang punya penjelasannya sendiri dan itu cuman Dipta yang bisa jelasin.

"Hari Rabu malam kemarin lo bilang kalau lo masih bisa terima gue di saat abang lo udah benci sama gue. Tapi kenapa lo tetap menjauh? Kenapa lo tetap nggak kasi celah untuk gue deket sama lo lagi?"

Pertanyaan itu, pertanyaan yang bukan hanya Dipta yang menanyakan tapi dua sahabat gue juga. Bukan hanya mereka, tapi diri gue sendiri juga mempertanyakan hal yang sama. Gue cuman takut, gue cuman nggak siap kalau harus kecewa lagi karna orang yang sama.

"Setiap pagi gue selalu nungguin lo supaya kita bisa berangkat bareng dan lo selalu cari cara supaya nolak itu. Berangkat lebih pagi lah, bawa mobil sendiri lah. Gue paham lo masih kecewa sama sikap gue, kalau lo memang nggak bisa percaya sama gue lagi gapapa. Tapi jangan deketin cowok lain, Lin. Terlebih masa lalu lo,"

Gue masih setia menatapnya dan mendengar segala hal yang Dipta hendak katakan.

"Gue nggak pantes buat kayak gini, gue tau itu. Maaf, gue nggak bisa tahan diri liat lo bisa kasi jalan untuk Adhitya sedangkan sama gue nggak," tuturnya lemah.

Kasi jalan ke Adhitya sama sekali nggak pernah gue lakuin. Bahkan punya niat untuk hal itu aja nggak. Melihat kondisi Dipta sekarang buat gue mikir apakah kali ini Dipta mencintai gue atau karena rasa menyesal aja?

"Terus lo mau gue gimana, Dip?" cuman ini yang bisa dengan pasrahnya gue tanyakan.

Untuk menerima Dipta kembali, masih mungkin terjadi.

Untuk bener-bener percaya sama Dipta kalau dia nggak akan buat gue kecewa lagi ke depannya, itu yang masih belum mungkin terjadi.

"Buka jalan buat gue, Evelyn. Jangan tolak gue di awal. Izinin gue untuk buktiin ke lo kalau gue bisa jadi cowok yang pantas buat lo."

Gue tertegun. Cowok yang pantas? Itu artinya perasaan Dipta untuk gue?

"Kenapa lo harus buktiin itu?" tanya gue memastikan. "Kesalahan lo yang kemarin udah bener-bener gue lupain, Dip. Lo nggak usah lakuin ini semua lagi, gue udah maafin semuanya. Fokus aja sama cewek yang lo cinta yaitu sahabat gue." tutur gue pelan, berusaha untuk terlihat baik-baik aja padahal hati gue berasa teriris saat mengatakan hal ini.

Alasan gue yang belum bisa dekat dengan Dipta lagi di saat gue udah menunjukkan kalau gue masih peduli sama dia adalah gue takut. Gue takut kalau Dipta perjuangin gue sekarang cuman untuk bebasin diri dia dari rasa bersalahnya. Gue takut kalau gue di buat berharap sama dia lagi di saat hatinya nggak tertuju pada gue. Sampai kapan pun memang begitu, hatinya Dipta bukan milik gue.

"Lo pikir sekarang gue lagi nggak fokus sama cewek yang gue cinta?" jawaban Dipta membuat mata gue menatapnya kaget.

"Maksudnya?"

Dipta memajukan langkahnya dan merangkup wajah gue, "Gue cinta sama lo. Gue baru sadar kalau gue cinta sama lo!" ucapnya dengan penuh percaya diri. Gue terdiam dan berusaha mencari letak kebohongannya itu tapi nggak ada sedikit pun kebohongan yang gue temui.

PathwayWo Geschichten leben. Entdecke jetzt